Abang Pulang, Abang Datang

Pandemi membuat keadaan semakin mencekam. Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat mulai digalakkan. Kasus kematian akibat Covid-19 semakin meningkat, membuat para garda depan semakin kewalahan.

Meskipun kewalahan, masih ada saja rasa yang tumbuh. Irul, entah semenjak kapan mulai dekat dengan Syifa. Saat ini mereka intens sekali melakukan komunikasi. Syifa juga tidak mengetahui semenjak kapan mereka mulai dekat.

Dia mengikuti saran Rani dan Mita untuk mencoba membuka hati pada lawan jenis. Tapi anehnya, dia tidak merasakan getaran apapun seperti yang para sahabatnya sebutkan padanya. Dia hanya mengikuti arus.

Sementara itu, waktu karantina bagi Jodha akan selesai besok pagi. Dan mereka telah melakukan tes PCR ulang untuk kembali ke kesatuan mereka masing-masing. Jodha membereskan semua barang bawaannya. Hatinya semakin senang karena besok akan pulang ke Ketapang.

Orang tuanya akan menjemput di bandara. Rindu sekali Jodha pada keluarganya. Hampir dua tahun bukan waktu yang sebentar untuk tidak bertemu dengan sanak keluarga. Semua yang ada di rumah karantina menyambut senang esok hari.

"Besok pulang, besok minta jatah! Asik, asik!" kata Yogi sambil menari-nari di depan Jodha.

"Ehm ... Hargai jomblo dong! Kasihan nih!" sahut lainnya.

Jodha hanya tertawa sumbang mendengar ejekan yang ditujukan padanya.

Malam semakin larut, membuat mereka harus segera beristirahat. Menyambut hari esok untuk perpisahan dengan keluarga baru itu dan bertemu dengan keluarga inti mereka.

***

"Lagi apa?" tanya Irul melalui sambungan video call itu.

Syifa yang sudah bersiap ingin tidur, mengurungkan niatnya. Menahan kantuknya karena merasa tidak enak dengan Irul.

"Lagi bersihin wajah," katanya berbohong.

"Oh, besok jalan yuk?"

"Pandemi, Bang."

"Cuma beli kopi, atau pergi Hypermart doang!"

Syifa menghela napasnya. Lalu mengingat jadwalnya untuk besok. Dia harus melakukan tracing ke wilayah yang angka kasusnya melonjak tinggi. Dan hanya ada waktu di akhir pekan.

"Nggak bisa kalau besok, sabtu aja ya?"

"Oke, deh! Bu bidan lagi sibuk! Mmm .... Dik, Abang boleh pinjam uang nggak untuk bayar incaso obat dulu? Soalnya, bidan yang Abang ceritakan kemarin belum bayar," terang Irul mengutarakan maksud hatinya.

Syifa merasa agak aneh dengan Irul. Sudah dua kali ini dia meminta pinjaman pada Syifa.

"Berapa?"

"Lima juta," terang Irul cepat.

Syifa sampai menautkan alisnya terkejut mendengar pinjaman yang diajukan Irul padanya.

"Duh, maaf Bang. Kalau lima juta, Syifa nggak punya."

"Adik punyanya berapa?" tanya Irul lagi.

Syifa sebenarnya punya uang dengan nominal itu. Tapi, dia tidak memberikannya kepada Irul. Pasalnya, pinjaman yang pertama saja belum dikembalikan. Dan ini akan meminjam padanya lagi.

"Syifa baru saja mengirim untuk ibu dan bapak di Jawa. Sisa di tabungan tinggal dua juta. Gajian masih lama, Bang. Jadi, maaf, Syifa nggak bisa minjemin. Uang ini untuk pegangan Syifa."

"Oh, ya sudah nggak papa," jawab Irul cepat. Mereka berdua saling diam. Lalu akhirnya Irul mengakhiri video call itu.

Mita masuk ke kamarnya dan melihatnya dengan tatapan curiga. Membuat Syifa bingung, ada apa? Isi kepalanya mengatakan demikian.

"Kamu sama Irul pacaran?" tanya Mita langsung ke intinya.

Syifa menggeleng. Mereka hanya sedang dekat, tapi belum ada ikatan diantaranya

"Terus kenapa dia bisa pinjem uang ke kamu?" tanya Mita lagi.

"Kamu nguping?" Syifa balik bertanya karena dia tidak menceritakan hal itu pada siapapun.

"Hey, widodari dari Jawa! Kamu itu video call, otomatis kedengeran sampai ke kamarku. Dia pinjem berapa?" Mita mendesak Syifa untuk jujur padanya.

"Kemarin tiga juta, yang ini mau pinjem lima juta. Tapi nggak aku kasih. Menurutmu dia aneh nggak sih, Ta? Maksudku gini, baru kenal terus deket dan udah berani pinjem duit? Kok aku agak gimana ya?" tanya Syifa.

Mita mengangguk setuju dengan argumen yang diutarakan Syifa. Sangat aneh jika ada lelaki yang pekerjaannya bisa dibilang mapan, baru kenal dan sedang dekat, tapi berani pinjam uang. Bagi Syifa dan Mita, hal itu agak tidak etis dilakukan.

"Jauhin aja sih, Fa! Aku takut kalau dia nanti malah manjadikan kamu alat untuk pinjam uang mulu!" Mita memberikan saran yang tepat.

"Caranya?"

"Ya tinggal nggak usah respon dia lagi aja!" Mita terkadang kesal dengan sikap baik Syifa terhadap orang. Sampai kadang dia bisa dimanfaatkan.

"Enak benar ngomongmu! Enteng gitu! Eh, inget ya, kamu sama Kak Rani yang nyuruh aku buat buka hati. Bantuin mikir cara yang lebih halus!"

"Ck, maksud aku sama Kak Rani tuh kamu buka hati buat si Prajuritperang_90. Bukan buat yang lain! Dodol banget sih, Neng!" Benar dugaan Mita, Syifa terlalu baik menjadi orang.

"Au ah, mumet! Tidur yuk! Ngantuk niih ...." Mita mengangguk. Dia segera kembali ke kamarnya.

Syifa merenungkan saran Mita. Mencoba mencari cara yang lebih baik untuk menjauhi Irul. Otaknya buntu, matanya sudah sangat mengantuk. Dia memilih melupakan masalah itu dan terlelap.

Jodha menghubungi bapak dan mamaknya. Orang tua Jodha berada di mobil dan melihat anaknya berlari seperti anak kecil. Mereka tidak dapat berpelukan, menjemput saja harus beda mobil. Jodha memesan taksi dari bandara untuk pulang ke rumah. Menghubungi kedua orang kesayangannya lewat video call dalam perjalanan.

"Kak Maya nggak ikut jemput, Mak? Pak?" tanya Jodha mencari keberadaan kakak sulungnya itu.

"Kau ni bah! Kakak kau itu sedang hamil mude! Kasihan lah kalau dia ikut jemput bujang Mamak nin!" ucap Mamak.

Jodha tertawa mendengarkan jawaban Mamaknya. Mereka langsung pulang rumah. Jodha sangat merindukan rumah masa kecilnya. Banyak kenangan yang terukir di sana.

Bapak mulai mengajaknya mengobrol tentang pasangan hidup. Membuat Jodha bersemangat untuk menceritakan tentang Syifa. Mamak memintanya untuk serius jika sudah mantap hatinya.

"Do'akanlah bujangmu ini, Mak. Dia agak susah didekati," terang Jodha membuat Mamak tersenyum.

"Pastilah Mamak do'akan. Umur kaupun sudah pantas untuk menggendong dua anak!"

Semuanya tertawa atas ucapan Mamak. Bagaimana bisa dua? Bahkan untuk mendapatkan perhatian Syifa saja, Jodha merasa sangat susah setengah mati.

"Sebut selalu namanya dalam untaian do'amu. Perbanyak sedekah, tundukkan lebih rendah kepalamu itu sama pemilik hati yang paling sejati. Semoga amalan itu bisa mempermudah jalanmu bertemu jodohmu. Bapak dan Mamak nih nggak masalah mau kau bawa gadis manapun. Asal jelas tentang asal usulnya." Bapak memberikan nasihat pamungkasnya untuk Jodha.

Membuat hati Jodha seperti disiram air qolbu. Tenang dan menyejukkan. Itulah yang dia rindukan dari rumahnya. Selalu ada kasih dan sayang yang tercurah bagai air terjun yang mengucur deras tak terbendung. Jodha dan keluarganya harus karantina terlebih dahulu selama empat belas hari lagi.

Setelah empat belas hari, Jodha harus melaporkan kepulangannya ke Kodim terlebih dahulu. Sore harinya, dia bergegas menuju Kodim. Berpamitan pada Mamak, Bapak, dan Kak Maya. Mengendarai motor matic milik Maya yang sedang tidak dipakai.

Dia menyenandungkan lagu sambil mengendarai motor itu. Segera melapor bahwa telah menyelesaikan tugas luar negerinya dengan lancar. Selanjutnya dia harus menulis laporan tentang kegiatannya selama di Libanon. Jodha segera meninggalkan Kodim ketika urusannya selesai. Tujuannya adalah ke rumah dinas. Dan saat tiba di gerbang rumah dinas, yang pertama kali dilihatnya adalah rumah Syifa. Dia tersenyum melihat rumah yang pintunya tertutup itu.

"Assalamuaalaikum, Syifa. Abang datang memenuhi janji Abang untuk menemuimu. Semoga kesempatan dan keberuntungan ada di pihak Abang." Jodha tersenyum lalu melajukan kembali motornya menuju rumahnya.

Sayang sekali dia lupa membawa kunci rumahnya. Akhirnya lelaki itu menuju rumah Bang Burhan. Senang sekali sahabatnya itu mendapat kunjungan. Semua teman mereka langsung berkumpul. Jodha pamit pulang karena tidak enak berkumpul lama-lama dalam suasana pandemi.

Saat di gerbang rumah dinas Kodim, Jodha melihat Syifa berboncengan dengan Mita baru saja sampai di rumahnya. Dia tidak ingin melewatkan kesempatan yang ada. Dia menyeberang dan berhenti di depan rumah Syifa.

Membuat Syifa dan Mita heran kedatangan anggota TNI. Syifa membaca sekilas name tag itu. Membuat hatinya melompat karena kaget. Tiba-tiba saja gelenyar aneh itu menjalari tubuhnya. Membuatnya sedikit lemas dan hampir kehilangan keseimbangan.

Mita juga membaca name tag itu. Otaknya yang cerdas itu sangat bisa diandalkan. Dia langsung pamit masuk ke rumah, meninggalkan Jodha dan Syifa saling tatap di depan rumah. Mita mengintip di balik gorden itu sambil cekikikan sendiri.

"Assalamualaikum," ucap Jodha.

***

Boleh aku mencuri sesuatu darimu?

Aku berjanji bukan motor, kalung, apalagi cincin yang hendak kucuri darimu,

Aku hanya ingin mengambil selengkung senyum di bibirmu,

Untuk kupajang di dalam kepalaku.

Terpopuler

Comments

rorosableng

rorosableng

asikkkk.. sikat bangg..pepet terusss..

2024-05-01

0

Qaisaa Nazarudin

Qaisaa Nazarudin

pasti Irul menganggap Syifa cumannATM berjalan nya doang,Aku pasti Dia mengguna kan uang itu utk ceweknya..

2024-04-24

0

Ria Julita Sari

Ria Julita Sari

kata2 nya bagus

2023-05-11

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!