Syifa yang hendak tidur, tiba-tiba saja mendapatkan panggilan dari nomor tanpa nama. Dia ragu untuk mengangkatnya. Karena jika itu pasiennya, pasti mereka akan mengirim pesan WA padanya terlebih dahulu. Itulah kesepakatannya dengan pasien.
Tapi, dia berpikir lagi, bagaimana kalau pasien itu dalam keadaan gawat? Tidak sempat mengirim pesan? Dia membiarkan ponselnya berdering hingga mati sendiri. Lalu dia menghampiri Mita yang sudah di kamarnya.
"Ta? Mita? Kamu masih melek, kan?" tanya Syifa sambil mengetuk pintu kamar Mita.
Ceklek.
Mita membuka separuh pintunya dengan mata sudah sangat mengantuk. Dia menguap lebar membuat Syifa menutup mulutnya agar tidak kemasukan nyamuk.
"Kenapa?" tanya Mita.
Syifa menunjukkan panggilan tidak terjawab lewat WA itu. Membuat Mita mengerutkan kening dan bingung.
"Kenapa?" tanya Mita malas untuk berpikir.
"Ish! Biasanya kalau pasien kan kirim pesan WA dulu, nah ini langsung telpon." Syifa bingung harus bagaimana.
Mita bingung dengan cara pikir Syifa. Memangnya kenapa kalau telepon dulu? Mungkin saja keadaan si penelepon sedang genting dan hanya bisa menelepon? Mita tidak mau memikirkannya, dia sudah sangat mengantuk dan hanya ingin cepat tidur.
Mita menarik tangan Syifa masuk ke dalam kamarnya. Lalu dia mengikat rambutnya. Siap memberi instruksi bagi Syifa agar masalah itu segera terpecahkan dan mendapatkan solusinya.
"Tanya, ini siapa gitu. Buruan!"
Syifa mengangguk lalu mengetik pesan untuk nomor tidak dikenal itu.
Anda : Maaf ini siapa?
Syifa mengirim pesan singkat sesuai instruksi Mita itu kepada nomor itu. Menunggu jawaban balasan dari nomor itu.
Mita hendak kembali tidur, tapi kembali gagal karena tubuhnya digoncangkan dengan keras oleh Syifa.
"Ta, Ta, Mita, jangan tidur dulu! Lihat ini dari siapa!"
Mita memutar bola matanya malas. Akhirnya dengan malas dia mengambil ponsel itu dan membaca pesan yang masuk. Seketika matanya melotot, rasa kantuknya langsung menguap setelah tahu siapa pengirimnya.
+628566xxx : Eh, tidak Adik simpankah nomor Abang? Ini Jodha. Maaf mengganggu malam-malam
"Balas, Fa! Abang Jodha itu! Yang tadi kan?" tanya Mita penuh semangat menggebu.
Membuat Syifa tertawa dengan tingkah sahabatnya itu. Kenapa Mita sangat semangat sekali jika dirinya ada komunikasi dengan Jodha? Padahal jika dengan Irul, Mita adalah garda paling garang untuk mengusir lelaki itu pergi menjauh dari hidupnya.
"Ih! Malah ketawa! Buruan balas!"
Syifa mengetik pesan balasan lagi.
Anda : Oh ...
Mita melongo membaca pesan balasan Syifa. Ingin dia menjitak kepala Syifa agar segera sadar bahwa saat ini dia sedang dihadapkan dengan orang spesial. Maka seharusnya jawabannya juga harus spesial.
"Astaghfirullah, Syifa .... Kamu pengen tak kremus? Masa balas oh doang!" Mita kesal dengan sikap sahabatnya.
"Ya terus dibalas apa dong, Ta?" Syifa benar-benar tidak tahu.
"Hish! Jangan kamu samakan balasan WA kamu ke Bang Jodha dan Irul dong, ah! Kalau Bang Jodha tuh harus spesial! Kalau Irul terserah, malah kalau nggak dibalas alhamdulillah aku ngucapnya. Hahaha," kata Mita senang.
+628566xxx : Oh doang? Nggak kaget seperti dulu?
Mita membaca pesan balasan itu. Membuatnya berdecak sebal dan menyalahkan Syifa.
"Tuh, kan. Coba responnya yang aktif dan agresif dikit gitu, Fa!"
Syifa mengangguk dan segera membalas pesan itu lagi.
Anda : Nggak, ada apa?
Mita kembali membacanya, lalu menepuk jidatnya.
"Lebih halus kek, Fa. Jangan kau judesin mulu itu Abang Jodha ... Ya Allah Ya Kariim, macem mane lah aku punya sahabat dodol macam ini," kata Mita benar-benar gemas dengan Syifa.
Syifa memanyunkan bibirnya karena sedari tadi Mita tidak memberinya saran, malah terkesan memarahinya.
Syifa berjalan meninggalkan kamar Mita. "Au ah!"
"Lhaaah .... Malah balik ke kamar dia. Aku dah ndak ngantuk, woy!"
Pintu kamar Mita kembali tertutup. Syifa masuk ke kamarnya dan merebahkan dirinya. Sesekali melihat ponselnya, kalau-kalau ada pesan balasan. Tapi tidak ada pesan balasan lagi dari Jodha.
"Apa aku terlalu judes, ya? Duh, gimana dong?" kata Syifa bicara pada dirinya sendiri.
Dia melihat ponselnya lagi, masih sama tidak ada balasan. Dia heran dengan dirinya, kenapa repot-repot menunggu balasan Jodha? Seakan-akan dia memang menanti pesannya itu direspon oleh Jodha.
Akhirnya dia meletakkan ponselnya di samping bantal. Mematikan lampu kamar dan mengganti dengan lampu tidur. Bersiap berbaring dan memakai selimut. Tiba-tiba saja ponselnya berbunyi lagi.
+628566xxx : Bisa nggak Adik panggil aku dengan embel-embel. Entah itu namaku, atau sebutan yang lebih halus lagi?
Syifa membacanya dengan bingung. "Aku harus manggil apa dong? Duh, kok jadi galau gini, sih? Aku kenapa? Oke Syifa, tenang, atur napas, balas!"
Anda : Mau dipanggil apa emangnya?
+628566xxx : Terserah. Yang spesial pokoknya
Anda : 😂😂 kayak martabak aja spesial. Apa ya?
+628566xxx : Terserah kamu saja, Dik. Abang manut aja
Anda : Ya udah, aku panggil Abang saja. Nggak papa kan, Bang?
+628566xxx : Makasih, sudah larut. Nggak tidur?
Anda : Niatnya tadi udah tidur, ada yang ganggu sih!
+628566xxx: Oh, maaf. Ya udah, selamat istirahat
Anda : Nggak papa, Bang. Abang juga selamat istirahat 🙂
Syifa tersenyum sendiri membaca pesan itu. Berulang kali, dan setiap dia membacanya hatinya senang. Gelenyar itu mulai merambatinya lagi.
"Perasaan sama Irul nggak begini rasanya, tapi kenapa sama Bang Jodha yang suka usil begini banget? Apa iya aku jatuh hati sama dia? Sejak kapan? Ah, mumet! Tidur ajalah!"
Syifa kembali memejamkan matanya. Hatinya kembali berdesir dan membuatnya tertawa geli. Bayangan pertemuannya dengan Jodha tadi sore melintas seenaknya di depan wajah ayu itu. Suara Jodha yang entah mengapa, terasa merdu di telinganya terngiang kembali.
"Ya Allah, aku kenapa sih?" tanyanya sambil tersenyum tidak jelas.
"Dah lah! Tidur, Fa! Ngayal nggak jelas! Belum tentu dia mikirin kamu! Tidur!"
***
Cicitan burung dan kokokan ayam saling bersahutan seakan mereka berkomunikasi menyapa sang mentari. Jodha sedang membantu mamaknya menggoreng tempe. Dia menyenandungkan lagu sambil cengengesan.
Maya yang sedang mengulek sambal sampai heran dengan sikap adiknya. Menduga bahwa saat ini, Jodha tengah mengalami badai asmara. Jodha membolak balik tempe itu sambil berjoget. Membuat Maya gemas dan memukul pantat adiknya.
"Banyak tingkah! Jangan kau bolak balik itu tempe, hancur nanti!"
"Aih, Kak Long nih! Jangan ganggu aku. Aku lagi bahagia." Jodha melemparkan senyuman mautnya dan mengerlingkan matanya pada Maya.
Membuat Maya semakin mual dengan tingkah genit adiknya. "Ampun ini bocah! Oh Mak, anak Mamak nih! Gile die teh!"
Mamak menghampiri mereka berdua di dapur. "Ape pula ribut teh?"
"Itu tempe Mamak jadi hancur, main di bolak balik sama die!" Maya menunjukkan isi wajan itu.
"Mane? Tengok sendiri Mak. Hancur kah?" Jodha membantahnya.
"Haish, kalian nii .... Udah pada besar masih bertengkar pula! Kepala Mamak makin puyeng gara-gara kalian!"
Jodha dan Maya saling lempar pandangan. Masa iya hanya karena keributan kecil itu mamak jadi puyeng?
Jodha mengangkat tempe itu lalu mematikan kompornya. Menghampiri mamak yang terduduk lesu di kursi. Menggenggam tangannya lalu mengecupnya.
"Maafkan Jodha same Kak Long kalau kami bikin Mamak pusing," terang Jodha sambil bersimpuh.
"Mamak kenapa?" tanya Jodha lagi.
Mamak menghela napasnya, "Dini, dia hamil ndak tahu anak siape. Sekarang Mak Ute kau puyeng kepalanya. Pak Ute kau mengamuk! Ya Allah, cobaan apalagi ini?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Win Sih
jangan2 si irul
2023-05-11
1
misu
walaupun ini novel tapi baru tau gue ada perempuan yang umur udah mau 30 tapi masi polos dan lugu,,ngga masuk logika aja gitu....ya walaupun cuman cerita tapi kesel aja bacanyaaa...bye thor
2022-11-11
2
Dyah Utari Agustiningrum
lanjut kakak
2022-08-11
1