Waktu dijalan, aku interogasi Hasan habis-habisan.
“Eh, ngapain tadi berdua sama Masku?? Ngomongin apa kalian??” Tanyaku seraya mendekat ke arahnya.
“Apa sih??” Katanya seraya meluruskan duduknya, sehingga secara otomatis, jarak wajahku dan wajahnya amat dekat. Aku sempat tersentak sesaat. Dan dia malah ketawa…
“Tadi?? Nggak ngapa-ngapain kok… Cuma ngobrol aja berdua… Habisnya kamu pakai acara kerudungan dulu segala. Nggak prepare banget…”
Lohh, kok malah aku yang dimarahin??
“Ehh.. Denger ya. Aku itu tadi lupa kalau mau kamu jemput. Aku habis bertengkar itu tadi sama Mas gara-gara aku nggak ada motor buat ke Jombang.” Kataku berpanas-panasan.
“Apa?? Nggak denger…” Katanya masih dengan mengendarai motornya.
“Aduuuhh… Udah ah, nggak penting juga.” Kataku. Dan tak ayal, aku cemberut bukan main.
Dan tanpa aku sadari, dia menoleh ke arahku…
“Iiihh… Cemberut. Hahahaha… Tapi ngomong-ngomong, kamu cantik banget lho kalau gak pake kerudung.” Diucapkan dengan serius olehnya sambil tetap menoleh ke arahku.
Wajahnya kembali menyiratkan ekspresi yang sama saat GELEGAR dahulu, pandangannya sayu dan seakan matanya ingin tetap selalu memandangku. Kalau saja kami saat itu tidak di atas motor, maka akan aku biarkan saja dia memandangku, karena aku sendiri juga ingin mengetahui apa arti dari pandangannya, namun aku akhiri pandangannya itu dengan memarahinya.
“Sampai aku kamu jatuhin, aku gugat kamu ke pengadilan. Bonceng yang bener!”
Dan sampai sepanjang perjalanan, dia tidak banyak bicara, mungkin karena sudah terburu waktu. Dan benar saja, sampai disana teman-teman sudah banyak yang datang. Dan setelah aku turun dari motor balap Hasan, Desi dan Ridan menghampiriku.
Setelah saling salaman ala Paskibra, Desi melihatku seakan aku ini orang baru dalam hidupnya.
“Udah ada kemajuan nih??” Katanya dengan tersenyum aneh, persis sama seperti Mas Okta tadi. Hari ini kenapa ya semua orang??
“Kemajuan apa?” Dan belum sempat Desi menjawab, Ridan sudah mengajukan pertanyaan kepada Hasan.
“Udah berani bawa temanku sekarang ya… Hahahaha…”
Hasan pun dengan tanpa bersalah sama sekali menjawab.
“Demi stiker, tahu!” Dan tanpa ketinggalan, dengan diiringi oleh tawanya yang membuat hatiku mendidih.
“Eh, jadi kamu baik hati kayak tadi cuma gara-gara stiker?? Iya??” Kataku tanpa tedeng aling-aling langsung ke arahnya.
“Kalau iya kenapa? Salah?” Katanya menantang. Cepat sekali makhluk GJ ini berubah jadi ngeselin habis-habisan.
Dan tanpa banyak kata, aku buka tasku dan kukeluarkan stiker satu buat dia, lalu kuambil tangannya, dan kukasihkan kepadanya dengan ku tepukkan ke telapak tangannya.
“Ini… Ini kan yang kamu mau?? Terima kasih tumpangannya! Nanti aku nggak butuh lagi…” Kataku menahan amarah.
Tega sekali dia seperti itu. Aku bisa berangkat sendiri tanpa dia, (walaupun terpaksa harus pakai mobil), tapi aku lebih nggak terima jika ada orang baik ke aku hanya gara-gara ingin sesuatu dari aku. Aku pun pergi meninggalkan mereka dahulu tanpa permisi. Bahkan Desi pun tak aku gubris.
Sesaat, senyum Hasan memudar, tapi aku nggak butuh maaf dari dia. Aku yakin tadi dia ngomong seperti itu langsung dari hati.
“Nindy…” Ternyata Desi mengejarku.
“Nindy, udah donk. Kok kamu jadi sensitif gini sih sekarang? Kamu lagi dapet ya?” Tanya Desi yang sudah di sampingku dan memegang lenganku.
“Enggak!” Jawabku cuek.
“Aduh Nindy, jangan ngambek gitu donk. Tadi Hasan itu cuma becanda…” Kata Desi menjelaskan.
“Becanda apa?? Dia serius itu tadi ngomongnya… Dan aku udah nggak terima penjelasan dari dia lagi.” Aku tetap melanjutkan jalanku ke arah teman-teman yang lain.
Entah kenapa, aku sebegini emosionalnya. Apa itu karena Hasan sudah mulai aku percaya?
Bersambung
**************
Selamat membaca ☺
Semoga suka...
Tetap baca lanjutan ceritanya ya... Akan semakin asyik lho 😉
Like, komen, dan vote ya...
Terima kasih 😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments