7. Sepasang Mata yang Mengawasi

Dan sepertinya Hasan mengerti fikiranku. Dia dapat membacanya…

“Aku hanya memastikan kalau tidak ada lagi bantuan yang sekiranya dapat kamu gunakan. Ayo… Kamu nggak mau maghrib kita masih di tengah jalan kan??” Dan dia pun menyalakan motornya. Tidak memberikan sedikitpun kesempatan untuk aku mengajukan sanggahan atas tindakannya tersebut. Maka aku pun segera naik di tempat duduk dibelakangnya.

Ketika di jalan, aku tak henti-hentinya berfikir jika aku bisa berboncengan dengan orang yang sudah memborgol pandanganku ketika aku mengikuti GELEGAR dulu. Dan orang yang sempat aku benci setengah mati karena berniat mengalahkan sekolahku secara pribadi saat GELEGAR dulu, yang sampai sekarang aku masih tak tahu dia berniat mengalahkan lewat segi apa, tapi dari pertemuan singkatku dengan dia saat GELEGAR itu yang juga membuat aku mulai berfikiran terus tentang dia.

Tiga minggu penuh aku terus bermimpi tentang dia. Entah itu seperti aku terbawa kembali ke GELEGAR, aku hanya berdua dengan dia, ataupun aku hanya berpandangan dengan dia. Dan saat itu adalah saat yang paling tidak menyenangkan dalam hidupku, karena mimpiku harus terkontaminasi oleh seseorang yang sama sekali tidak aku kenal. Baru sekitar satu bulan sebelum CAPASKA ini berlangsung aku bisa sedikit terbebas dari mimpi menyesakkan itu. Tapi aku kembali harus bergaul dengan dia seperti ini. Dan sampai sekarangpun----

“Nindy… Nin… Nindy… NINDY!!!”

“Eh… Iya, apa San?” Tanyaku tergopoh-gopoh kembali dari dunia lamunanku.

“Dari Bundaran Sumobito itu terus kemana nanti?” Tanyanya. Padahal Bundaran Sumobito masih jauh…

“Oh… Masih jauh San dari Bundaran itu. Nanti masih ke utara, terus ke timur…”

“Oh, yaudah deh. Nanti tunjukkan sambil jalan aja…” Dan dia menambah kecepatan motornya. Aku sempat tersentak ke belakang, tapi dia seakan mengerti dengan kondisiku.

“Nggak takut dibonceng kenceng kan?”

“Emmm… Aku harus memastikan dulu orang yang bonceng kenceng itu benar-benar menguasai medannya dan berlisensi apa nggak.”

“Hahaha… Mengerti medan dan berlisensi itu nggak cukup, Nindy. Yang terpenting adalah dia dapat mengendalikan motor itu dengan baik. Kamu nggak perlu takut, karena aku juga Joki. Jadi tenang aja ya, nggak bakal jatuh kok. Udah ahli. Hehehe...” Kekehnya.

Dan aku shock mendengar penuturannya itu. Seakan jantungku berhenti berdetak. Joki??

“Joki?” Tanyaku kepadanya.

“Iya… Tapi nggak usah diperpanjang lah hal itu. Mungkin kamu juga gak bakal ngerti.” Dan dia memotong pembicaraan ini.

“Kenapa aku harus berurusan lagi dengan orang semacam ini??” Gumamku dengan wajah kecut. Dan dia mendengarnya.

“Apa??”

“Oh… Nggak. Nggak pa pa.” Aku mangkir.

Dan dia pun melanjutkan mengemudi dengan kecepatan yang teratur. Membuat aku lama kelamaan bisa percaya jika dia tak mungkin membuatku jatuh. Bukan karena trauma pernah jatuh. Tapi karena aku memang ingin meninggalkan semua hal yang berkaitan dengan dunia motor. Yah… Belum saatnya menceritakan hal ini. Aku hanya ingin menjadi diriku sendiri lagi.

Saat berada di lampu merah Kecamatan Peterongan, kira-kira masih 10 kilometer dari rumahku, Hasan kembali berkata kepadaku.

“Udah tahu apa aja yang harus dibawa hari Minggu??”

“Belum San. Tadi suara anak-anak yang protes kenceng banget, aku gak bisa denger jelas. Aku juga lagi bingung nyari tumpangan pulang tadi. Nanti rencana sih mau tanya Ridan atau Desi kali aja tadi denger apa aja yang dibawa. Emang apa aja yang harus dibawa?”

“Kalau untuk cewek bawa helm kura-kura warna putih. Lebih sulit yang cowok, harus pake dicat item juga. Pasti panas ini nanti. Terus ceweknya bawa rok hula-hula, yang cowok bawa sarung. Sama jangan lupa di bagian depan helmnya itu nanti ditempelin stiker Merah Putih. Aku nggak tahu beli dimana stiker itu. Kalaupun pesan juga uda telat. Ini dipake lusa juga.”

“Hah? Stiker Merah Putih? Semacam stiker bendera gitu?”

“Ya iya pastinya. Bendera kita kan Merah Putih. Ah Nindy… Kamu kan anak Paskib. CAPASKA lagi. Masa nggak tahu bendera kita warna apa. Nge-blank ya? Nggak usah sungkan sama aku. Biasa aja…” Dia pun menoleh kearahku. Tapi aku hanya menatapnya tajam. Kemudian dia melanjutkan pandangan kedepan dan berkata.

“Aku nggak tahu harus beli dimana ini.”

“Emang kamu pikir aku juga tahu apa… Tapi… Oh, mungkin ada disekitar rumahku. Soalnya tetanggaku jualan stiker-stiker gitu. Tapi sih setahuku nggak jualan stiker bendera. Aduh… Gimana ya ini? Ada nggak ya??”

“Hah… Nggak tahu deh. Pusing..” Katanya.

Dan lampu merah pun memberhentikan kami tepat dibeberapa gerombolan anak-anak SMK yang agak brutal. Yang kelihatannya habis dari jalan-jalan seharian sepulang sekolah. Tampang mereka berandal. Ada beberapa cewek juga disana. Tapi aku nggak sebegitu faham. Karena mereka ramai dengan sendirinya disampingku. Maka aku pun tak menghiraukan mereka. Aku trauma dengan seseorang yang punya prinsip hidup “Warr Werr Worr… Yang penting happy!!” Dan prinsip itu yang digunakan beberapa anak-anak nakal ini kelihatannya.

“Aku coba carikan aja nanti ya!” Aku kembali fokus ke Hasan. Ke tugas-tugas CAPASKA ku.

“Apa? Aku nggak dengar…” Kata Hasan. Maka aku pun semakin mendekat. Tubuhku menempel ke tas punggungnya. Untung ada ini. Kalau tidak…

“Aku coba carikan dulu stikernya tadi, Hasan.” Kataku disebelah telinganya.

“Kamu mau nyarikan juga buatku Nin?”

“Iya… Nanti aku carikan juga. Tapi nggak terpatok ukurannya berapa kan?” Tanyaku gusar karena memang kebiasaan dari tugas-tugas Paskibra adalah mengedepankan kekompakan. Dan tak ketinggalan seperti ukuran yang harus sama pada tugas apapun yang dibawa.

“Kata Mbak Zilda tadi sih ukurannya 3x3 cm.”

“Aduh… Pakai ukuran lagi… Mana ada stiker sekecil itu di toko. Ya udah deh nanti aku cari dulu.” Jawabku tak janji. Karena mencari seperti itu juga susah…

“Iya. Btw, awas nyerempet ya itunya.”

“Apa?” Aku takut dan mulai melihat sekitar.

“Kita dekat lho. Awas nyerempet itu ‘adek’nya. Nanti nyalahin aku lagi…” Katanya sambil menahan tawa.

“Adek???” Fikiranku lambat untuk tahu apa yang dia maksud. Setelah beberapa saat aku memikirkannya, aku melihat ke bawah kearah ‘sesuatu di dadaku’ yang kini menempel ditasnya, aku pun tahu, dan ku keplak kepalanya tanpa ampun. Untung aja dia pakai helm. Kalau tidak, mungkin sudah habis dia. Dan kita pun tertawa bersama.

Saat berbincang dan bercanda seperti tadi, diluar sepengetahuan kami bahwa ada sepasang mata mengawasi perbincangan kami yang sepertinya begitu dekat dan asyik, karena kami memang berbicara dalam jarak yang cukup dekat. Dihalangi oleh bunyi motor ataupun mobil disekitar kami yang sama-sama menunggu kapan lampu merah ini menjadi hijau kembali. Dan mata itu tetap mengawasi. Semakin menyeluruh pandangannya, berawal dari wajahku, yang sepertinya dia mengenaliku, kemudian turun ke bawahan ke PDL-nya Hasan, yang memang saat itu dia menunggu lampu merah dengan bersandar pada kaki kirinya, yang kebetulan juga dia menggunakan PDL yang kami peroleh dari Kabupaten. Tertulis vertikal di tengah PDL berwarna merah dan putih itu tulisan “CAPASKA 2011”. Sang pemilik mata itu mengangguk-angguk, kemudian meneruskan pandangan ke arah tulisan motor Hasan. CBR 150 CC. Mata itu menyipit dan berubah merah bengis. Dan sebelum dia sempat melihat lebih jauh lagi, lampu lalu lintas yang menghalangi kami pun berganti warna menjadi hijau, kemudian aku dan Hasan melanjutkan perjalanan kembali.

Bersambung

**************

Selamat membaca ☺

Semoga suka...

Tetap baca lanjutan ceritanya ya... Akan semakin asyik lho 😉

Like, komen, dan vote ya...

Terima kasih 😘

Episodes
1 Prolog
2 1. Awal Mula
3 2. Pertempuran Pun Dimulai
4 3. Dan Pandangan Itu Kembali Ada
5 4. Tersadar Kembali
6 5. Perkenalan
7 6. Mencoba Menanamkan Persepsi Lain
8 7. Sepasang Mata yang Mengawasi
9 8. Mengantar Pulang
10 9. Nomor HP
11 10. Lah, Jadi Ini Siapa?
12 11. SRB
13 12. Debat Dengan Mas Okta
14 13. Klarifikasi
15 14. DRAG
16 15. Seperti Deja Vu
17 16. Dijemput Hasan
18 17. Demi Stiker
19 18. Minggu yang Melelahkan
20 19. Terlalu Ganteng
21 20. Potong Rambut
22 21. Awas, Bisa Jadi Karma Lho!!
23 22. Pemilihan Pasukan
24 23. Deja Vu (1)
25 24. Melayang
26 25. Jalan-Jalan ke Bengkel
27 26. Rayyan
28 27. Menata Ulang
29 28. Ke Rumah Hasan
30 29. Bang Rayhan
31 30. Akan Aku Lakukan Apapun
32 31. Menutupi
33 32. Memang Aku Suka Kamu
34 33. Minta Traktir
35 34. Semangkuk Bakso dan Kebahagiaan
36 35. Mendung Kelabu
37 36. Tolong, Jangan Kejar Dia!!!
38 37. Khawatir
39 38. Sambungan Telfon yang Tidak Disengaja
40 39. MORPAS
41 40. Peraih Nilai Tertinggi
42 41. Luka-Luka Misterius
43 42. Kertas dan Vandalisme
44 43. Cerita Ridan
45 44. Bang Handy
46 45. Menjenguk Hasan
47 46. Tour Kamar
48 47. Cuma Olesi Obat, Kok!
49 48. Masalah Harga Diri
50 49. Deja Vu (2)
51 50. Penjelasan dan Pernyataan Cinta
52 51. Sebuah Fakta
53 52. Penjelasan Bi Sum
54 53. Menahan Keinginan (1)
55 54. Agak Aneh
56 55. Sandi HP
57 56. Berpacu Dengan Waktu (1)
58 57. Berpacu Dengan Waktu (2)
59 58. Terkoneksi
60 59. Ray Kedua
61 60. Kejuaraan Nasional Drag Bike
62 61. Terungkap (1)
63 62. Terungkap (2)
64 63. Penyesalan yang Dalam
65 64. Villa dan Keindahan Malam
66 65. Minta Peluk
67 66. Menahan Keinginan (2)
68 67. Penjelasan (1)
69 68. Penjelasan (2)
70 69. Penjelasan (3)
71 70. Rasa Sayang
72 71. Di Perjalanan Pulang
Episodes

Updated 72 Episodes

1
Prolog
2
1. Awal Mula
3
2. Pertempuran Pun Dimulai
4
3. Dan Pandangan Itu Kembali Ada
5
4. Tersadar Kembali
6
5. Perkenalan
7
6. Mencoba Menanamkan Persepsi Lain
8
7. Sepasang Mata yang Mengawasi
9
8. Mengantar Pulang
10
9. Nomor HP
11
10. Lah, Jadi Ini Siapa?
12
11. SRB
13
12. Debat Dengan Mas Okta
14
13. Klarifikasi
15
14. DRAG
16
15. Seperti Deja Vu
17
16. Dijemput Hasan
18
17. Demi Stiker
19
18. Minggu yang Melelahkan
20
19. Terlalu Ganteng
21
20. Potong Rambut
22
21. Awas, Bisa Jadi Karma Lho!!
23
22. Pemilihan Pasukan
24
23. Deja Vu (1)
25
24. Melayang
26
25. Jalan-Jalan ke Bengkel
27
26. Rayyan
28
27. Menata Ulang
29
28. Ke Rumah Hasan
30
29. Bang Rayhan
31
30. Akan Aku Lakukan Apapun
32
31. Menutupi
33
32. Memang Aku Suka Kamu
34
33. Minta Traktir
35
34. Semangkuk Bakso dan Kebahagiaan
36
35. Mendung Kelabu
37
36. Tolong, Jangan Kejar Dia!!!
38
37. Khawatir
39
38. Sambungan Telfon yang Tidak Disengaja
40
39. MORPAS
41
40. Peraih Nilai Tertinggi
42
41. Luka-Luka Misterius
43
42. Kertas dan Vandalisme
44
43. Cerita Ridan
45
44. Bang Handy
46
45. Menjenguk Hasan
47
46. Tour Kamar
48
47. Cuma Olesi Obat, Kok!
49
48. Masalah Harga Diri
50
49. Deja Vu (2)
51
50. Penjelasan dan Pernyataan Cinta
52
51. Sebuah Fakta
53
52. Penjelasan Bi Sum
54
53. Menahan Keinginan (1)
55
54. Agak Aneh
56
55. Sandi HP
57
56. Berpacu Dengan Waktu (1)
58
57. Berpacu Dengan Waktu (2)
59
58. Terkoneksi
60
59. Ray Kedua
61
60. Kejuaraan Nasional Drag Bike
62
61. Terungkap (1)
63
62. Terungkap (2)
64
63. Penyesalan yang Dalam
65
64. Villa dan Keindahan Malam
66
65. Minta Peluk
67
66. Menahan Keinginan (2)
68
67. Penjelasan (1)
69
68. Penjelasan (2)
70
69. Penjelasan (3)
71
70. Rasa Sayang
72
71. Di Perjalanan Pulang

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!