Aku terbangun pagi-pagi buta di hari minggu. Teringat kalau hari ini adalah seleksi untuk penempatan pasukan. Dan segera saja aku semangat kembali.
Setelah menyiapkan segalanya kemarin, aku jadi tidak tergopoh-gopoh kesana kemari di menit-menit terakhir. Setelah mandi dan berganti pakaian, Mas Okta tiba-tiba masuk ke kamarku. Aku lupa waktu ganti baju tadi nggak aku kunci.
“Eh, maen slonong aja, ketuk pintu donk!!” Kataku memarahi dia.
“Ooohh,, harus pakai ketuk pintu dulu ya?? Lha biasanya kamu ketuk pintu nggak kalau ke kamarku??” Katanya. Selalu. Nggak mau kalah.
“Nggak, tapi itu tadi aku habis ganti baju. Kalau kamu nglihat aku pas nggak pakai baju gimana??” Kataku terus ngeyel.
“Terus kenapa??” Jawabnya enteng. Membuatku semakin sebal dengan Masku yang satu ini.
“Ya udah, lain kali awas kalau kamu sampai masuk kamarku disaat jam aku ganti baju seperti ini.”
“Oke boss… Eh iya, aku nanti ke kampus pakai motor kamu aja ya. Motorku mau aku servisin. Boleh ya??” Katanya memelas.
“Terus aku pakai motor mana?? Aku juga kan harus ke PPI.” Kataku yang tidak percaya kalau Mas Okta tidak ingat dengan jadwal latihanku.
“Pakai mobil aja. Kalau aku nggak mungkin pakai mobil. Soalnya nanti aku kerja lapangan, jadi biar nggak ribet gitu.” Katanya dengan kekehnya yang menyebalkan.
“Pakai mobil?? Kamu gila apa?? Nggak ada anak CAPAS yang pergi latihan bawa mobil. Niat latihan apa niat mejeng??” Kataku tetap tidak mau kalah.
“Nggak pa pa. Biar ada yang pernah gitu. Hehehehe…” Katanya dengan terkekeh-kekeh.
Haduuuhh.. Mas Okta apa-apaan sih.. Pakai acara gini-ginian lagi. Tapi belum sempat aku mengajukan keberatanku lagi, Nenek sudah berteriak-teriak dari depan. Apa lagi ya Allah???
“Nindy?? Udah bangun ta??” Teriak Nenek dengan logat jawanya yang kental.
“Udah Nek, ini udah mau berangkat latihan… Ada apa sih??” Kataku sambil keluar kamar dengan diikuti Mas Okta.
Dan saat itu juga aku melihat Hasan, dan teringat kalau hari ini, Minggu, aku dijemput oleh dia.
“Hasan?? Maaf-maaf, aku lupa kalau mau kamu jemput.” Kataku seraya tersenyum-senyum sendiri…
Dan aku berbalik ke Mas Okta yang ajaib sekali masih pakai celana boxer yang biasanya dibuat tidur. Bikin malu saja.
“Aku berangkat sama Hasan dulu. Nanti pulangnya kamu harus jemput aku.” Tapi sebelum Mas Okta memprotes, Hasan sudah menyahuti.
“Eeee… Nggak usah Nin, nanti aku anter pulang sekalian kok…” Katanya dengan senyum seperti malaikat.
“Tuh kan, dia udah baik banget gitu. Ndang berangkat gih! Hehehe…” Kata Mas Okta menyahuti. Membuatku semakin sebal saja dengan dua kaum adam ini.
“Ya udah deh, aku berangkat dulu.” Kataku pada mereka semua. Dan aku pun siap melangkah.
“Eh… Pakai jilbab dulu!” Kata Nenek.
Dan aku baru ingat kalau aku belum dandan sama sekali, apalagi memakai jilbab. Dan dengan tawa yang innocent aku segera kembali ke kamar untuk mempersiapkan semuanya.
Setelah beberapa saat, aku keluar dan menemui Hasan sedang berbincang dengan Mas Okta, di serambi depan rumahku. Aku sempat kaget, tapi kemudian mereka sama-sama berdiri, dan Hasan mengawali pembicaraan.
“Udah siap??”
Mas Okta hanya tersenyum saja.
“Udah. Kita berangkat sekarang?” Aku bertanya ke Hasan.
“Terserah. Kalau semuanya sudah prepare.” Jawab Hasan dengan diiringi senyuman. Aku jadi heran dengan kedua orang ini. Apa yang mereka perbincangkan??
“Udah semua kok.” Jawabku masih dengan memandangi antara mereka berdua.
“Ya udah kalau udah siap semua, ndang berangkat. Waktunya sudah mepet…” Kata Mas Okta masih dengan diiringi senyuman.
“Ya udah, ayo…” Kataku menutup semua sesi nggak jelas ini.
Bersambung
**************
Selamat membaca ☺
Semoga suka...
Kok dikit sih thor?
Tenang, masih ada lanjutannya di bawah.
Tetap baca lanjutan ceritanya ya... Akan semakin asyik lho 😉
Like, komen, dan vote ya...
Terima kasih 😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments