“Ahhh…. Udah ngantuk Mas… Udah ah!” Aku menutup bukuku dengan ekspresi yang tidak bisa ditawar lagi.
“Ya udahlah… Dilanjutin besok. Tapi perasaan tadi kamu semangat waktu ditelfon dia. Siapa tadi namanya?? Hanan??”
“Hasan!”
“Oh ya… Hasan… Emmm. Aku tau perasaan kamu Dek!” Kata Mas Okta ke-PD-an.
Aku mendelik ke arahnya. Dan dia tersenyum-senyum sendiri seperti seseorang yang mengetahui rahasia yang tidak diketahui semua orang.
“Jangan sok tau ya. Dia cuma teman, Mas. Udahlah. Aku nggak mau mengenal cowok lagi sementara ini.”
“Emmm… Yakin??” Katanya menggodaku. Aku hanya bisa menghembuskan nafas. Menahan beban dalam hatiku yang seakan terus ingin mendesak keluar.
“Ceritakan saja apa masalahnya Dek. Kamu udah lama nggak cerita sama aku. Sejak kamu ikut Paskib ini, aku sama sekali nggak pernah tau kamu nongkrong lama-lama di kamarku lagi.”
“Kan ada peraturan jam malam Mas. Maksimal jam 9 aku udah harus tidur.” Kataku sambil pura-pura menguap.
“Itu kan peraturan CAPASKA. Bukan peraturan dari Paskibra sekolah kamu…”
Aku kaget mendengar Mas Okta bicara seperti itu. Apakah dia memang mengerti sampai sedetail itu? Perasaan dia nggak begitu care deh. Asik dengan kuliahnya sendiri.
“Emmm… Oke. Aku akan cerita. Mulai dari aku masuk Paskibra sekolahku sampai aku masuk CAPASKA ya.” Sambil merapikan apapun yang bisa aku rapikan, aku bercerita.
Dan seperti air yang mengalir, aku menceritakan apa yang terjadi dari awal aku mengisi formulir pendaftaran Paskibra sekolahku, event-event yang aku ikuti sebelum GELEGAR, sampai CAPASKA ini. Dan aku harus jujur pada orang satu ini atas pembohonganku selama 3 minggu sepulang dari GELEGAR. Selama 3 minggu itu aku menderita insomnia tingkat gawat. Karena aku nggak berani tidur. Sekali aku tidur, mimpi tentang Hasan memenuhi tidurku. Nggak peduli itu tidur siang, malam, atau dimanapun.
Yang membuat aku malu adalah ketika aku ketiduran di kelas karena waktu itu sedang pelajaran Matematika, pelajaran yang paling aku benci. Dan dalam mimpi aku dikejar-kejar penjahat dengan wajah nggak jelas tertutup topeng, dan seperti pahlawan kesiangan pula, Hasan menolongku, menyelamatkanku dari para penjahat itu. Dia menantang penjahat-penjahat itu duel. Dan Hasan menang. Aku senang sekali. Aku sampai berteriak memanggil namanya.
Tapi belum sampai aku mencapai tangannya, adegan itu terputus. Digantikan oleh deretan bangku-bangku kelas yang dihuni oleh teman-teman sekelasku. Dan mereka semua melihat kearahku. Diam membeku. Dan Silvie, teman sebangkuku, menyenggol-nyenggol keras tubuhku sambil menatap ke depan. Kemudian aku bangun dan mendapati Bu Anik di depanku, guru paling sabar itu berubah wajahnya menjadi monster mutasi terbaru. Aku melonjak kaget. Dan dari mimpi buruk itu, hasil yang aku dapat adalah aku tidak diizinkan mengikuti pelajaran tersebut selama dua minggu.
Hemmm… Dan siapa pula yang suka dengan pelajaran itu!
Tapi yang membuat aku tidak nyaman, semua teman-teman memprotesku karena Bu Anik berubah menjadi galak bukan main. Dan itu karena beliau tidak ingin melihat siswa di kelasnya tidur dan menjerit-jerit tak jelas lagi. Aku hanya bisa bernafas berat.
Dan ternyata hal itupun diketahui oleh Mama dan Ayah. Begitu juga dengan Mas Okta dan Nenek. Aku sempat diperiksakan ke dokter keluarga kami. Tapi hanya satu diagnosa dokter, aku menderita insomnia karena stress berat. Enak aja tuh orang ngomong!
Maka akibatnya aku harus menjalani minum serangkaian obat tidur. Dan itu yang malah membuatku tersiksa. Karena obat tak bisa mengenyahkan bayang-bayang Hasan dari kepalaku. Dan semakin aku banyak tidur, semakin banyak pula aku mimpi dengannya. Aku sempat merasa bahwa aku gila, atau aku kena panah cinta nyasar. Tapi… Mungkin juga bisa aku terkena ilmu hitamnya. Ohh… Entahlah. Semuanya memang serba membingungkan.
Tapi setelah genap 3 minggu, dengan menyisakan tampang yang parah, deretan mimpi seperti cerita itupun hilang. Aku tak berani cerita lagi kepada siapapun orang yang ahli dalam hal ini. Karena pasti jawabannya akan sangat tidak memuaskanku.
“Sudah saya bilang kan, kamu menderita stress berat, Nindy. Dan sekarang pikiran kamu sudah mulai bisa kamu kontrol, sehingga bayang-bayang tak jelas seperti itu sudah mulai hilang sedikit demi sedikit. Bla… Bla… Bla…” Aku benci kata-kata seperti itu. Jadi aku nggak akan mungkin mau menceritakan hal ini kepada siapapun.
Tapi aku tak mengerti kenapa aku mengalami ini. Semuanya datang dengan sendirinya. Dan hilang juga dengan sendirinya. Dan mimpi itu juga bukan mimpi seperti kebanyakan. Mimpi ini begitu jelas.
“Seperti Déjà vu, kau tahu Mas? Semuanya begitu real. Seperti kenyataan. Dan… Yah, mungkin ini yang nggak kamu percayai Mas. Semuanya terjadi secara berurutan. Seperti jika kita membaca cerita. Ada alurnya. Banyak kejadian-kejadian yang aku lewati bersama dia.”
Aku memandang Mas Okta yang sepertinya aneh sekali mengerti masalah ini.
“Apakah kamu mau bilang kalau aku mempunyai ingatan kuat dengan si Hasan ini, dan mengalami pertemuan yang menyenangkan sampai semuanya nggak mau enyah dari pikiranku? Hei Mas, asal kamu tahu ya, aku berani menukar apapun yang aku punya demi bisa mengenyahkan dia dari pikiranku. Karena aku merasa aku mulai gila sejak melihat dia.” Kataku berapi-api. Menahan semua perasaan tak menentu ini selama lebih dari 2 bulan. Dan Mas Okta masih dengan ekspresi tenangnya mulai angkat bicara.
“Ya, aku tahu kalau kamu berusaha mengenyahkan pikiran kamu tentang dia ini karena kamu takut kan??” Katanya dengan mendelik ke arahku.
“Takut? Takut sama apa? Takut sama dia? Ya enggak lah!!” Kataku membela diri.
“Enggak. Kamu nggak takut sama dia. Tapi kamu takut sama diri kamu sendiri. Iya kan? Kamu bingung apa sebenarnya yang terjadi sama diri kamu.” Aku memandangnya lama. Aneh sekali ada yang benar-benar mengerti keadaanku.
“Yah… Siapa juga yang nggak takut Mas. Bayangkan diri kamu sendiri. Hanya pernah bertemu satu kali dalam satu event dan sudah bisa bermimpi seperti itu. Dan asal kamu tahu saja. Mimpi ini gila. Mimpi ini gila Mas, yakin! Kamu… Kamu bisa mengalami seperti kenyataan di dalamnya. Seperti alur cerita… Oh… Aku malu mengatakan ini sebenarnya!” Aku mendadak merasa pusing dan memegang kepalaku.
“Apa yang kamu pikirkan bersama dia??”
“Pikirkan?” Aku melotot menahan marah. “Pikirkan kamu bilang? Hei Mas, aku berani bertaruh apapun agar aku bisa menghilangkan semua mimpi itu. MIMPI, kamu tahu. Jadi bukan aku yang mengharapkan seperti itu. Bukan aku yang memikirkan semua itu. Sama sekali enggak. Dan walaupun masa kelabu itu sudah aku lewati, tapi ingatan itu nggak mau hilang. Beda sama mimpi kebanyakan…” Aku kembali memegang kepalaku.
Aku menahan nafas sejenak dan kemudian berkata.
“Katakan Mas, selama kamu tau, bahwa mimpi tidak 100% kita ingat ketika bangun kan? Dan bahkan setelah kita agak lama mengalaminya?”
Aku memandangnya dengan pandangan paling berharap yang pernah aku lakukan terhadap seseorang.
“Ya. Menurut ilmu pengetahuan seperti itu. Setiap orang memang tidak sama dalam hal pengingatan mimpi-mimpi itu. Tapi kebanyakan sekitar 20% yang bisa kita ingat setelah bangun. Biasanya setelah kita cukup lama jaraknya dari tidur itu, artinya kita sudah bangun cukup lama, persentase itu akan bertambah. Tapi tidak banyak. Yah, itu aja yang aku tau.”
“Tapi kayaknya semua itu nggak berguna buat aku Mas.” Aku memandangnya dengan hampa. Dan dia menurunkan pandangan untuk sejenak berfikir, kemudian dia menatapku sambil putus asa.
“Aku belum tau kenapa Dek..” Katanya.
Aku siap menerima bahwa memang jarang sekali ada yang mengerti masalah ini. Tapi Mas Okta masih berpendapat.
“Emm… Sebenarnya aku tahu satu hal yang sedikit masuk akal atas masalah ini…”
“Stop Mas. Aku udah capek. Lebih baik aku tidur biar bisa lupa masalah ini. Yah, hitung-hitung ngganti masa sulit tidurku 3 minggu itu. Oke?”
Dan tanpa permisi aku meninggalkan kamarnya dengan menenteng tasku, sedikit emosional. Sempat sekilas terlihat wajahnya yang putus asa melihat aku kembali frustasi. Dan memang aku frustasi…
Bersambung
**************
Selamat membaca ☺
Semoga suka...
Tetap baca lanjutan ceritanya ya... Akan semakin asyik lho 😉
Like, komen, dan vote ya...
Terima kasih 😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments