Peraturan GELEGAR kali ini sedikit beda dari tahun kemarin. Diantaranya adalah PBB Kreasinya disendirikan dan dibuat Battle dengan peserta nomer urut selanjutnya. Seperti kami, kami mendapat nomer urut 3, itu artinya kami Battle Kreasi dengan nomer urut 4. Dan itulah masalahnya kini, nomer urut 4 itu adalah SMAN 1 Prapanca. Yang kalau dinilai dari segi kualitas masih kalah dari kami. Tapi semangat mereka untuk mengalahkan kami, terutama dari yang ku dengar tadi dari seseorang bernama Hasan, Danton-nya itu, bahwa mereka harus bisa mengalahkan kami. Kenapa harus kami?? Kenapa tidak SMA-SMA kota seperti SMA 3 Jombang, SMA 1 Jombang, atau SMA tetangga, Mojokerto?? Atau SMA-SMA luar kota yang sering jadi langganan juara. Seperti SMAN 1 Malang, SMAN 5 Kediri, atau SMK KAL 1 Surabaya. Mereka lebih layak diperhitungkan. Tapi itu tak penting sekarang. Yang terpenting adalah aku harus segera memberi tahu temanku agar benar-benar menunjukkan yang terbaik. Karena sekarang kami juga benar-benar ‘under pressure’ dari SMA Prapanca.
“Teman-teman, dengerin aku bentar ya. Aku harap kalian konsentrasi dengan aba-abaku. Jangan dengarkan sedikitpun suara-suara di luar sana. Tetap konsentrasikan pada satu suara yaitu aba-abaku. Tampilkan yang terbaik. Karena aku tahu kita dicap kuda hitam oleh beberapa sekolah. Kita gunakan kesempatan ini untuk mendobrak. Terutama kalau kalian bisa mengalahkan SMA Prapanca, itu lebih baik.” Pesanku kepada teman-temanku saat sebelum terjun ke lapangan.
“Kenapa harus SMA Prapanca Nin?” Tanya Tita.
“Sudahlah, pokoknya ada aja….” Jawabku.
“Panggilan ditujukan kepada SMA Negeri 1 Karunia, agar segera memasuki lapangan.” Terdengar panggilan dari panitia. Dan segera kami turun tribun untuk menuju ke lapangan.
Sebelum aku berjalan turun dari tempat dudukku, pandangan indah itu kembali menghampiriku. Aku harus menahan rasa tak jelas ini karena hatiku sendiri sudah dag dig dug tak karuan. Aku lemparkan selayang pandang untuk membalas tatapan dia. Dan dia tersenyum. Senyum yang memukau tapi juga menyimpan misteri.
“Langkah tegap majuuu---- jalan!” Lantangku untuk memulai semua usaha keras kami ini. Aku dobrak semangat teman-teman untuk mengeluarkan kemampuan terbaik yang mereka punya.
“PRA-SA-KA-JAYA…” Itulah awal mulai kita mendobrak. Menunjukkan bahwa kita adalah Paskibra SMA Negeri 1 Karunia. Dan serentak satu GOR bergemuruh menyaksikan kreasi dobrakan kami. Selanjutnya sebagai awalan adalah aku laporan ke Dewan Juri. Kemudian menempati kotak Danton yang berada di sebelah kanan Juri Utama. Hatiku sudah dag dig dug deer tak karuan campur aduk jadi satu seperti gado-gado. Tapi aku berusaha mengontrol hati ini. Hal itu diperparah dengan berkumpulnya kakak-kakak seniorku ditengah tribun penonton. Mereka menampakkan wajah-wajah sumringah memberi semangat kepada kami. Tapi kenyataan itu mendorongku untuk kembali konsen kepada aba-aba yang harus aku lancarkan karena waktu juga sudah berjalan.
Kemudian setiap PBB Dasar terlalui dengan lancar. Ada yang menurutku baik, cukup, bahkan kurang. Entah pendapat Dewan Juri seperti apa. Yang terpenting sekarang adalah berusaha menjalankan apa yang sudah kami programkan dengan baik.
PBB Dasar terlalui. Kemudian beranjak ke Formasi dan Yel-Yel. Selanjutnya Tutup Formasi yang didahului dengan yel terakhir yang mendobrak. Serentak seluruh GOR bergemuruh. Kemudian aku keluar dari kotak Danton untuk laporan terakhir, selanjutnya menuju ke barisan dan keluar dari lapangan sementara untuk beristirahat.
Kami bisa sedikit bernafas lega ketika aku memberi aba-aba untuk istirahat di tempat. Dan kami disuguhkan dengan pemandangan lawan kami yang berlaga. Aku heran dengan sendirinya, karena aku tak dapat sedikitpun mengalihkan pandangan dari Hasan. Danton SMA Prapanca yang bernomor dada 4 tersebut. Dia terlalu menarik untukku. Terlebih dengan pandangan misteriusnya dan mata indahnya. Oh Tuhan… Apa maksud semua ini?
Dia menempati kotak Danton dengan keyakinan yang mantap dan seakan-akan benar-benar menunjukkan mental juara. Aku mendadak pindah haluan saat memikirkan ini. Tubuhnya yang gagah, suaranya yang lantang membelah GOR, sudah tak terlihat lagi di depanku. Apalagi saat aku teringat niatnya tadi untuk mengalahkan SMA ku. Yang ada adalah dia sebagai batu yang siap membuatku jatuh kapan saja. Dan aku harus menyingkirkan batu itu jika tidak ingin terjatuh.
Saatnya bagi mereka untuk mengakhiri perjuangannya di putaran pertama. Putaran kedua inilah yang paling ditunggu-tunggu. Mereka sudah stand by di lapangan bagian kanan dari Juri Kreasi. Dan pasukanku pun datang. Menempati posisi lapangan bagian kiri. Kemudian Wasit Battle menempati posisinya dan menyiapkan kedua pasukan yang ada di depannya.
Aku sudah menempati kotak Danton kedua sebelum Hasan menempati kotak Danton pertama.
“Pleton satu siap?” Seru Wasit Battle.
“SIAP!!” Jawab kami memecah sorakan penonton yang sudah menggelegar.
“Pleton dua siap?”
“SIAP!!” Jawab Pleton SMA Prapanca dengan tak kalah lantangnya dari kami. Tapi memang disana banyak cowoknya. Ada 10 cowok, sedangkan pasukanku sendiri hanya 3 cowok. Selebihnya cewek. Oohh… Sungguh tak adil. Tapi kami memang minim cowok. Disaat aku asyik memikirkan ini, yang sebenarnya tak penting, suara Wasit Battle memecah lamunanku dan membuatku kembali berkosentrasi pada serentetan aba-aba yang harus aku lancarkan segera.
“Battle dimulai!!” Komando Wasit Battle. Dan serentak seluruh GOR bergemuruh. Entah itu suporter dari kedua belah pasukan ataupun dari SMA lain.
Dan akupun memulai sederet aba-aba Kreasi dengan diselingi oleh aba-aba dari Hasan sendiri. Bergantian suporter-suporter dari kedua kubu melancarkan yel-yelnya. Dan itu menambah semangat kami untuk menunjukkan yang terbaik.
Dan ini adalah kesempatan kedua dimana dia dapat memandangku dengan leluasa. Tempat kami lurus diantara dua pasukan kami. Dan aku berusaha agar tidak memandang dia. Walaupun aku tahu hal itu mudah dilakukan. Yang aku herankan, dia tidak memandang pasukannya. Melainkan memandangku. Ada apa sebenarnya?? Aku jadi salah tingkah sendiri. Apakah aku terlihat lucu disini?? Padahal menurutku tidak. Penampilanku sudah aku maksimalkan. Dan pandangan dia juga tidak menunjukkan aku lucu. Malah mengandung sejuta misteri. Bukan pandangan ingin menjatuhkan seperti yang aku lihat dari dia tadi saat berbicara dengan temannya dari SMA PGRI 2 Jombang yang ternyata juga Danton. Aku sebenarnya mengerti pandangan itu. Tapi aku menepisnya. Aku mencoba untuk fokus kepada apa yang aku emban.
Dua menit berselang. Dan kami terus saling pandang. Ada saatnya aku mengalihkan pandangan ke arah pasukanku. Tapi dia tidak. Ahh… Biarlah. Mungkin itu yang dimaksud dengan menjatuhkan mentalku. Karena cara setiap orang berbeda. Asal kamu tahu saja bro, aku tidak termakan oleh godaanmu. Suaraku dalam hati. Dan mulai saat itu aku tidak memandangnya lagi. Agaknya dia tetap memandangku. Tapi aku biarkan saja.
Pas di menit ketiga, Battle PBB Kreasi ini selesai. Aku menutupnya dengan membubarkan pasukanku di tengah lapangan. Sebenarnya itu agak nggak etis. Banyak pasukan lain yang tidak dibubarkan di tengan lapangan, tapi aku memilih jalan itu karena memang itulah yang kami konsepkan. Jika aku merubah konsep, anak-anak bisa bingung dan bisa hancur tak karu-karuan karena melenceng dari konsep. Maka kami jadinya adalah yang paling aneh diantara 32 pasukan yang mengikuti lomba ini. Tapi kami PD. Sedangkan pasukan dia dikeluarkan dari lapangan dengan cara yang lazim. Yaitu dengan belok, tiap-tiap banjar, ataupun aba-aba yang lain. Dan itulah akhir dari pandangan dia selama kami di lapangan.
Bersambung
***************
Selamat membaca ☺
Semoga suka...
Tetap ikuti terus kisahnya ya, berikutnya akan sangat seru... 😉
Jangan lupa like, komen, dan vote ya..
Terima kasih 😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments