9. Nomor HP

Beberapa saat kemudian aku melihat Hasan keluar dari mushalaku dengan tampang yang sudah sedikit rapi. Habis mandi kelihatannya. Dalam hati harus kuakui kalau dia memang ganteng. Wajah padang pasirnya yang seksi dan badannya yang atletis semakin menguatkan pandangan matanya yang bisa membuat cewek manapun terdiam saking terpesonanya.

“Udah selesai shalatnya San?”

“He’em. Udah Nin… Eh… Nggak pa pa kan kalau aku mandi sama shalat disini?” Tanyanya dengan wajah yang lumayan bisa dibilang agak sungkan.

“Nggak pa pa kali. Anggap aja kayak rumah sendiri. Lagian juga kamu udah terlambat nanyain itu, kamu kan udah mandi sama sholat disini. Hehe...”

“Hahaha… Iya juga ya, tapi kan ini rumah orang tua kamu Nin… Bukan rumahku. Eh iya, orang tua kamu nggak pulang apa bentar lagi?” Tanyanya seraya duduk kembali disebelahku.

“Mereka pergi 3 hari. Bisa dibilang aku sendirian juga selama 3 hari ini…”

“Ooohh… Tapi kan ada Nenek kamu itu tadi…”

“Iya, tapi sama aja aku sendirian. Aku nggak kebiasaan curhat ke Nenekku soalnya. Paling tidak untuk beberapa hal yang sekarang aku rasakan. Dan biasanya Mamaku orang yang cocok buat itu.”

“Emm… Suka curhat juga ya!! Tapi iya sih, bener juga kamu, curhat ke orang yang udah tua tuh susah…” Dan dia menyadari jika dia sudah mengatakan hal yang tak begitu sopan tentang Nenekku yang membuat dia menutup mulutnya dan berkata pelan. Kami berdua tertawa tertahan.

“Tapi kamu bisa curhat ke aku kok kalau kamu mau. Sebagai ganti Mama kamu.”

Dan aku menangkap pandangan mata itu. Tapi tidak kejadian saat GELEGAR yang kembali terjadi di dalam otakku. Tapi aku merasakan sensasi hangat yang menjalari tubuhku. Keluar dari hatiku dan menyebar ke seluruh tubuhku. Sekejap saja aku bisa merasakan aku nyaman dengan dia. Tapi aku sadar jika ini tak mungkin. Aku nggak boleh mempunyai ini lagi.

Dan kemudian aku teringat seorang cowok dengan mengendari motor balap melintas di depan mataku dengan membonceng cewek yang sedang melingkarkan tangannya dengan erat ke pinggang cowok tersebut, dan aku kembali teringat kejadian mengerikan itu. Aku menjauhkan pandanganku dari mata Hasan dengan menarik nafas panjang dan berpaling darinya. Dia yang masih memandangiku pun sepertinya mengerti apa arti pandanganku, dan dia pun merasa sedikit penasaran, namun juga merasa bersalah.

“Emm… Mungkin aku harus segera pulang Nin. Udah malem. Makasih atas tumpangan shalatnya ya.” Dan dia pun beranjak dari kursi. Aku selama sepersekian detik tak sanggup akan mengatakan apa. Antara shock atas pandangan tadi dan keinginan untuk mencegahnya pergi.

“Emmm… Nggak mau tinggal dulu untuk makan?” Tanyaku ragu-ragu sambil masih mengontrol pernafasan.

“Ah nggak. Nggak usah. Makasih. Aku makan dirumah aja. Lagian aku juga belum laper. Tapi aku sekarang harus pulang dulu. Udah malem soalnya.” Katanya seraya menyandangkan kembali tasnya dan melihat arlojinya.

“Oh… Ya udah deh.” Kataku pasrah.

“Jangan lupa persiapannya ya. Sama stikernya juga kalau ada. Nanti aku ganti deh uangnya.” Katanya dengan wajah yang kembali santai, hangat, dan tak lupa dengan senyum yang menghiasi sisa wajahnya.

“Ah… Santai aja kalau itu. Aku nyari bentar lagi mungkin.” Kataku juga dengan tersenyum.

“Tapi… Gimana aku bisa beri tau kamu kalau stikernya nggak ada?” Tanyaku.

“Lha, ini aku baru mau minta nomer kamu. Berapa?” Dan dia segera mengeluarkan HP dari sakunya dan siap untuk mengetik nomerku.

Terlalu cepat dia menyatakan ingin dekat denganku. Karena jelas kalau ada HP, paling tidak kami bisa kontekan walaupun hanya sekadar chattingan. Tapi entah juga jika dia hanya pengen menambah jumlah nomer cewek di HP nya. Hatiku sedikit kecut memikirkan ini. Tapi aku diktekan saja nomerku apa adanya. Dan sebagai gantinya dia misscall nomerku untuk memberi tahuku nomernya.

Acara tukeran nomer selesai. Dan dia mulai berjalan keluar meninggalkan ruang keluargaku. Aku memanggil Nenek agar dia bisa berpamitan pulang. Tapi Nenek rupanya entah dimana. Kelamaan kalau aku harus mencarinya ke warung Nasi Pecel kesukaannya disamping rumahku karena Hasan sepertinya sudah pengen cepetan pulang.

“Nenek nggak ada. Nggak tau kemana. Kamu pulang aja deh nggak pa pa. Nanti aku sampein ke Nenek.”

“Oh… Ya udah deh.”

Lalu kami pun berjalan berdua ke halaman depan. Sesaat sebelum dia menaiki motornya, terdengar motor Satria FU berjalan kearah rumahku. Rupanya Mas Okta sudah pulang.

“Gila kamu, kemana aja? Aku ditinggalin sendiri…” Semburku kepada Mas Okta bahkan sebelum dia mematikan motornya dan melepas helmnya. Mas Okta sendiri yang lebih pendek 5 cm dari Hasan turun dari motor dan orang pertama yang dilihatnya adalah Hasan. Dia bahkan tak memerhatikan perkataanku. Kemudian pandangannya beralih kepadaku dengan sedikit tanda tanya.

“Dia Hasan, temenku sesama CAPAS. Kalau nggak ada dia tadi, mungkin aku masih ada di PPI sekarang, jamuran nunggu Mas.” Kataku sebel.

“Oh… Iya maaf Dek… Tadi aku emang ada kuliah sore. Kamu nelfon tadi aku pas diterangin sama dosenku. Jadi nggak tak angkat. Makasih ya Dek udah nganterin Nindy.” Dan Mas Okta menyalami Hasan. Hasan membalas jabatan tangannya dan tersenyum.

“Sama-sama Mas.”

“Jadi ngrepotin nih…” Kata Mas Okta dengan nada bersalah.

“Ah nggak Mas. Nggak pa pa. Aku seneng kok bisa nganter Nindy pulang.” Diucapkan dengan sangat tulus olehnya.

“Ya udah deh, kalau gitu aku hanya bisa bilang makasih. Udah mau pulang ini?”

“Iya Mas. Udah malem.”

“Rumahnya mana?”

“Rumah saya di Prapanca.” Jawabnya sopan dengan mulai memakai helmnya.

“Wah… Itu kan jauh. Di Jombang barat sana. Adek… Kamu kok minta anterin teman kamu yang rumahnya jauh gini sih. Kasihan kan dia nanti pulangnya…” Sembur Mas Okta ke arahku. Aku manyun melihat dia menegurku di depan Hasan seperti ini. Aku kan jadi malu… Ah, Mas Okta nggak tahu istilah Jaga Image ya…

“Soalnya cuma ada dia tadi di PPI. Semuanya udah pulang. Kalau aku nunggu Mas juga nggak mungkin. Masa mau sampai jam segini disana? Mau jadi apa aku?” Kataku tak mau kalah.

“Nggak pa pa kok Mas. Lagian jalannya juga masih ramai sekarang. Pasti masih aman.”

“Oh… Ya udah deh. Udah sholat? Makan?”

“Udah tadi Mas. Udah mandi sama sholat.” Aku menjawabnya dahulu.

“Tapi dia tak ajak disini dulu untuk makan nggak mau.” Aku mengadukannya.

“Iya, maaf Mas, Nindy, aku makan dirumah aja. Nggak enak ngrepotin.”

“Nggak pa pa lagi.” Kata Mas Okta.

“Ndak Mas. Makasih. Kapan-kapan aja.”

“Oh… Ya udah deh kalau gitu. Kapan-kapan kesini lagi ya. Makasih lagi atas tumpangannya buat Nindy.” Kata Mas Okta.

“Iya Mas, sama-sama. Kalau gitu aku pulang dulu. Sampai ketemu lagi.” Dia pun naik ke atas motornya dan menyalakan mesinnya.

“Assalamu’alaikum…”

“Wa’alaikumsalam.” Jawabku dan Mas Okta serempak seraya melihatnya pergi.

Sejenak Mas Okta melihatku dengan tatapan penuh pengertian, kemudian berjalan pulang kerumah Nenek yang terletak disebelah rumahku. Aku hanya melongo melihat ekspresinya. Tak mengerti jalan pikiran orang satu ini.

Bersambung

**************

Selamat membaca ☺

Semoga suka...

Tetap baca lanjutan ceritanya ya... Akan semakin asyik lho 😉

Like, komen, dan vote ya...

Terima kasih 😘

Episodes
1 Prolog
2 1. Awal Mula
3 2. Pertempuran Pun Dimulai
4 3. Dan Pandangan Itu Kembali Ada
5 4. Tersadar Kembali
6 5. Perkenalan
7 6. Mencoba Menanamkan Persepsi Lain
8 7. Sepasang Mata yang Mengawasi
9 8. Mengantar Pulang
10 9. Nomor HP
11 10. Lah, Jadi Ini Siapa?
12 11. SRB
13 12. Debat Dengan Mas Okta
14 13. Klarifikasi
15 14. DRAG
16 15. Seperti Deja Vu
17 16. Dijemput Hasan
18 17. Demi Stiker
19 18. Minggu yang Melelahkan
20 19. Terlalu Ganteng
21 20. Potong Rambut
22 21. Awas, Bisa Jadi Karma Lho!!
23 22. Pemilihan Pasukan
24 23. Deja Vu (1)
25 24. Melayang
26 25. Jalan-Jalan ke Bengkel
27 26. Rayyan
28 27. Menata Ulang
29 28. Ke Rumah Hasan
30 29. Bang Rayhan
31 30. Akan Aku Lakukan Apapun
32 31. Menutupi
33 32. Memang Aku Suka Kamu
34 33. Minta Traktir
35 34. Semangkuk Bakso dan Kebahagiaan
36 35. Mendung Kelabu
37 36. Tolong, Jangan Kejar Dia!!!
38 37. Khawatir
39 38. Sambungan Telfon yang Tidak Disengaja
40 39. MORPAS
41 40. Peraih Nilai Tertinggi
42 41. Luka-Luka Misterius
43 42. Kertas dan Vandalisme
44 43. Cerita Ridan
45 44. Bang Handy
46 45. Menjenguk Hasan
47 46. Tour Kamar
48 47. Cuma Olesi Obat, Kok!
49 48. Masalah Harga Diri
50 49. Deja Vu (2)
51 50. Penjelasan dan Pernyataan Cinta
52 51. Sebuah Fakta
53 52. Penjelasan Bi Sum
54 53. Menahan Keinginan (1)
55 54. Agak Aneh
56 55. Sandi HP
57 56. Berpacu Dengan Waktu (1)
58 57. Berpacu Dengan Waktu (2)
59 58. Terkoneksi
60 59. Ray Kedua
61 60. Kejuaraan Nasional Drag Bike
62 61. Terungkap (1)
63 62. Terungkap (2)
64 63. Penyesalan yang Dalam
65 64. Villa dan Keindahan Malam
66 65. Minta Peluk
67 66. Menahan Keinginan (2)
68 67. Penjelasan (1)
69 68. Penjelasan (2)
70 69. Penjelasan (3)
71 70. Rasa Sayang
72 71. Di Perjalanan Pulang
Episodes

Updated 72 Episodes

1
Prolog
2
1. Awal Mula
3
2. Pertempuran Pun Dimulai
4
3. Dan Pandangan Itu Kembali Ada
5
4. Tersadar Kembali
6
5. Perkenalan
7
6. Mencoba Menanamkan Persepsi Lain
8
7. Sepasang Mata yang Mengawasi
9
8. Mengantar Pulang
10
9. Nomor HP
11
10. Lah, Jadi Ini Siapa?
12
11. SRB
13
12. Debat Dengan Mas Okta
14
13. Klarifikasi
15
14. DRAG
16
15. Seperti Deja Vu
17
16. Dijemput Hasan
18
17. Demi Stiker
19
18. Minggu yang Melelahkan
20
19. Terlalu Ganteng
21
20. Potong Rambut
22
21. Awas, Bisa Jadi Karma Lho!!
23
22. Pemilihan Pasukan
24
23. Deja Vu (1)
25
24. Melayang
26
25. Jalan-Jalan ke Bengkel
27
26. Rayyan
28
27. Menata Ulang
29
28. Ke Rumah Hasan
30
29. Bang Rayhan
31
30. Akan Aku Lakukan Apapun
32
31. Menutupi
33
32. Memang Aku Suka Kamu
34
33. Minta Traktir
35
34. Semangkuk Bakso dan Kebahagiaan
36
35. Mendung Kelabu
37
36. Tolong, Jangan Kejar Dia!!!
38
37. Khawatir
39
38. Sambungan Telfon yang Tidak Disengaja
40
39. MORPAS
41
40. Peraih Nilai Tertinggi
42
41. Luka-Luka Misterius
43
42. Kertas dan Vandalisme
44
43. Cerita Ridan
45
44. Bang Handy
46
45. Menjenguk Hasan
47
46. Tour Kamar
48
47. Cuma Olesi Obat, Kok!
49
48. Masalah Harga Diri
50
49. Deja Vu (2)
51
50. Penjelasan dan Pernyataan Cinta
52
51. Sebuah Fakta
53
52. Penjelasan Bi Sum
54
53. Menahan Keinginan (1)
55
54. Agak Aneh
56
55. Sandi HP
57
56. Berpacu Dengan Waktu (1)
58
57. Berpacu Dengan Waktu (2)
59
58. Terkoneksi
60
59. Ray Kedua
61
60. Kejuaraan Nasional Drag Bike
62
61. Terungkap (1)
63
62. Terungkap (2)
64
63. Penyesalan yang Dalam
65
64. Villa dan Keindahan Malam
66
65. Minta Peluk
67
66. Menahan Keinginan (2)
68
67. Penjelasan (1)
69
68. Penjelasan (2)
70
69. Penjelasan (3)
71
70. Rasa Sayang
72
71. Di Perjalanan Pulang

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!