“Hasan… Hasan… CAPASKA 2011. Temenku. Yang tadi nganterin aku pulang. Kamu nggak usah becanda deh San…” Kataku judes.
“Hahaha…” Hanya tawa yang terdengar.
“Eh, malah ketawa. Siapa sih kamu? Nggak lucu kalau kamu bohongin aku San. Sikonnya nggak tepat. Aku udah mau meledak marah nih…” Kataku mulai berapi-api. Tak peduli dia beneran Hasan ataukah siapapun.
Mas Okta hanya memandangku tanpa berusaha membantu. Tapi kalaupun membantu juga membantu apaan? Ah… Paling tidak dia tidak malah cengar-cengir dan makan kueku seenak udelnya sendiri seperti ini.
Masih tetap tak ada jawaban dari sana. Aku mulai muak.
“Eh… Denger ya. Aku nggak ada banyak waktu untuk dengerin semua omong kosong kamu ini San. Atau… Oh, entahlah siapa yang ada disana.”
“Sabar mbak… Nggak usah pakai emosi. Aku beneran bukan Hasan kok…”
“Ngaku nggak??” Kataku mengancam.
“Hah… Aku dah tau sekarang. Kualitas kamu sebagai Danton. Kamu bisa buat aku bergidik disini. Aku udah bilang berkali-kali ke Hasan kalau kamu lebih pantes sebagai Best Danton tingkat Jatim. Bukan malah dia… Hah, apaan dia!!” Malah masih ngeles…
“Jadi….” Kataku tercengang. “Kamu bukan Hasan beneran?”
“Aku tadi kan udah bilang aku bukan Hasan sih mbak. Nggak percaya sih…” Katanya. Dan kemudian terdengar dia tertawa. Tawanya seperti tawa kemenangan suatu makhluk ganas bernama Hasan yang sudah berhasil membohongi musuhnya.
“Tapi suara kamu kayak Hasan. Aduh… Udah deh. Please. Aku lagi nggak mood dengerin semua ocehan kamu San. Ngaku kalau kamu bohongin aku. Sekarang!!”
“Ehmmm… Oke deh. Ternyata nggak gampang bohongin kamu. Aku ngaku deh.” Katanya akhirnya.
“Hasan kan??”
“Bukan. Aku beneran bukan Hasan. Perkenalkan. Aku Second ‘RAY’ Bafaqih. Bisa panggil aku SRB. Jangan salah. S-R-B, bukan CBR.” Katanya dengan logat Inggris yang kental. Kentara jika kata itu sudah sering diucapkan. Membuatku semakin aneh dengan si Hasan ini.
“Nama apa’an tuh? Nggak usah ngajak aku becanda deh. Aku nyuruh kamu buat ngaku kamu siapa. Dan menurutku kamu Hasan. Jadi kamu harus ngaku kalau kamu Hasan…” Kataku keras kepala.
“Dan sejak kapan aku harus menuruti perintah kamu mbak?”
Sejak kapan juga aku jadi mbak dadakannya kamu? Pikirku dalam hati.
“Aku bukan anak buah kamu di barisan. Yang harus nuruti apa aja perintah kamu walaupun matahari sedang menyengat minta ampun. Dan asal mbak tahu ya, aku bukan Hasan. Jadi aku nggak akan mengaku aku Hasan.” Katanya dengan dingin dan keras kepala.
“Terus kamu siapa? Ini bukan saat yang tepat, oke? Aku nggak kenal yang namanya SBR, CBR, atau CD-R, atau siapa lah. Yang aku kenal yang punya nomer ini adalah Hasan. Dan kalau kamu bukan Hasan, tunjukkan ke aku sekarang Hasan dimana, aku pengen ngomong sama dia. Urgent!” Kataku patas. Dia yang diseberang sana tertawa cekikikan.
“Ngapain ketawa? Ada yang lucu?” Kataku semakin judes.
“Nggak.” Katanya masih dengan cekikikan tak jelas.
“Berhenti bercanda!” Kataku dengan nada memerintah. Dan dia yang disana berhenti seketika. Aku mulai benci dengan semua ini. Hasan dimana sih? Buang-buang waktu aja deh ini semua...
Bersambung
**************
Selamat membaca ☺
Semoga suka...
Kok dikit? Tenang...
Tetap baca lanjutan ceritanya ya... Akan semakin asyik lho 😉
Like, komen, dan vote ya...
Terima kasih 😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments