SERAKAH
Seorang Ibu baru saja selesai masak, dengan wajah berseri ia meletakkan semua makanan yang baru saja ia masak di atas meja makan. Terlihat ada 5 piring, dan gelas berisi air putih di atas meja. Ibu tersebut menolehkan wajahnya ke sisi kiri, ruang makan yang ternyata terhubung dengan ruang Tv keluarga, dan terlihat 1 pintu kamar. Rumah bergaya klasik modern dengan warna cat krem muda.
“Azzam, Rabbani, Yusi.” Ucap Ibu tersebut memanggil dengan lembut, bibirnya tersenyum manis, kedua mata menatap ketiga orang anak yang berjalan ke arahnya. 2 anak laki-laki berusia 19 dan 21 tahun, dan 1 lagi anak perempuan berusia 16 tahun.
“Iya, Bu.” Sahut ketiga anaknya serentak.
“Sudah waktunya kita untuk makan malam, Ibu akan jemput Ayah di kamar. Jika kalian lapar, kalian boleh makan terlebih dahulu.” Ucap Ibu tersebut, sebut saja Laras. Tangan kanan Laras mengarah ke kamar yang tak jauh dari ruang Tv keluarga. “Ibu ke kamar dulu.”
“Kami akan tunggu Ibu, dan Ayah.” Sahut ketiga anaknya sekali lagi dengan serentak.
“Baik. Ibu akan segera kembali.”
Dengan cepat Laras melangkahkan kedua kakinya menuju kamar yang berada di lantai 1 yang langsung terhubung dengan ruang Tv keluarga dan ruang makan. 5 menit kemudian Laras keluar dengan seorang pria paru baya, rambut di penuhi rambut putih, syal melingkar di jenjang leher, dan baju yang di kenakan semuanya serba panjang dan tebal.
Melihat Laras mendorong pelan kursi roda yang dinaiki seorang pria paruh baya seperti sedang sakit-sakitan, Rabbani segera berdiri. Rabbani mengayunkan kedua kakinya dengan cepat mendekati Laras.
“Aku saja yang mendorong Ayah.” Ucap Rabbani, ia segera menukar posisi Ibunya yang tadinya mendorong kursi roda Ayahnya yaitu Deni, kini Laras berdiri di sisi kanannya.
“Tidak perlu nak.” Sahut Deni, kedua mata melirik ke sisi kiri.
“Ayah tenang saja, Ibu sudah capek masak. Ini saatnya peran Rabbani untuk mengantarkan Ayah ke meja makan buat kita makan bersama di sana.”
“Kamu memang keras kepala.” Sahut Laras, tangan kanan menepuk bahu kanan Rabbani.
Rabbani mendorong kursi roda yang di duduki Deni, sedangkan Laras berjalan di samping kanan Rabbani.
Rabbani adalah putra kedua dari Deni dan Laras. Wajah tampan, kulit hitam manis bersanding dengan sifat dan sikap baik yang ia miliki. Namun, sifat dan sikap baik Rabbani malah di pikir buruk oleh Abang dan Adeknya, yaitu Azzam dan Yusi. Semua semata-mata hanya untuk harta, itulah yang tersirat di dalam pikiran Azzam dan Yusi.
Dari kejauhan terlihat 2 pasang mata menatap Rabbani tajam, tatapan tersebut dari kedua anak Laras, yaitu Azzam dan Yusi. Bukan hanya tatapan saja yang tajam, tapi bibir mereka berdua juga saling mengumpat satu sama lain.
“Lihat itu, Rabbani. Dia selalu cari muka sama Ayah. Aku sangat yakin jika semua perbuatannya semata-mata hanya untuk harta warisan.” Bisik Yusi, kedua mata masih terus menatap tajam Rabbani dan Laras.
“Iya. Aku juga pikir begitu, dasar manusia SERAKAH. Aku sangat yakin jika dirinya akan meminta bagian lebih besar dari kita. Awas saja jika Ayah dan Ibu tidak berlaku adil pada kita berdua.” Sahut Azzam berbisik.
Azzam dan Yusi saling menyikut saat Rabbani, Laras dan Deni mendekati ruang makan yang langsung terhubung ruang Tv keluarga dan kamar milik Laras dan Deni.
Laras menghentikan kedua kakinya, kedua tangan menarik kursi utama dan digantikan dengan kursi roda yang duduki Deni.
“Loh! Kenapa kalian berdua belum makan?” tanya Laras kepada Azzam dan Yusi.
“Yusi tidak enak jika makan sendiri tanpa di temani oleh Ayah dan Ibu.”
“Iya, Azzam juga.”
Bibir Laras mengulas senyum manis, kepala menggeleng, kedua tangan menciduk nasi bubur ke dalam mangkuk kaca, “Dasar, punya anak sudah besar-besar tapi kenapa sikap dan sifatnya masih seperti anak kecil. Bagaimana kalau nanti kalian jauh dari Ayah dan Ibu?”
“Itu tidak akan terjadi. Yusi akan terus bersama dengan Ayah dan Ibu.”
“Azzam juga.”
“Sudah-sudah. Nanti lagi kita mengobrol nya, sudah saatnya makan malam sebelum semua masakan Ibu menjadi dingin.” Ucap Laras memutus percakapan mereka.
.
.
.
🍃🍃1 jam kemudian. 🍃🍃
Deni menyuruh Laras mengambil amplop berwarna coklat yang berada di dalam brankas miliknya yang berada di dalam kamar. Dengan langkah cepat Laras berjalan ke arah Deni, memberikan amplop berwarna coklat yang terlihat tebal.
Azzam, dan Yusi saling memandang satu sama lain, bibir mereka melempar senyum manis seolah sudah mengerti isi dari amplop berwarna coklat tersebut. Rabbani sendiri malah sibuk menyusun piring yang baru saja dicucinya ke dalam rak lemari piring gantung.
‘Aku sangat yakin jika itu adalah surat warisan yang akan di bacakan oleh Ayah. Baguslah Ayah membacakannya sekarang, berarti Ayah sadar jika hidupnya sudah tidak lama lagi. Aku anak pertama, sudah pasti hak 'ku lebih banyak dari Rabbani dan Yusi.’ Batin Azzam.
‘Pasti itu surat warisan buat kami. Harta Ayah, ‘kan banyak. Aku anak perempuan satu-satunya, dulu sebelum Ayah mengalami sakit keras, Ayah sangat menyayangiku. Aku yakin jika harta milikku akan jauh lebih banyak dari abang-abangku yang sudah memiliki usaha sejak dini.’ Batin Yusi.
Deni menatap punggung Rabbani yang sedang berdiri di depan lemari gantung piring, kedua tangan masih terus merapihkan piring, mangkuk dan gelas.
“Rabbani. Tolong hentikan sejenak pekerjaan kamu, dan duduk di sini. Ayah ingin menyampaikan sesuatu buat anak-anak Ayah.”
“Baik, Ayah.” Sahut Rabbani, kedua tangan segera menutup pintu lemari piring, kedua tangan yang masih basah di keringkan di serbet yang menggantung di atas wastafel.
Suasana terlihat tenang dan damai, Laras sebagai seorang istri berdiri di belakang kursi roda Deni, bibirnya terus tersenyum manis kepada anak-anaknya.
Deni perlahan mengeluarkan beberapa lembar berkas-berkas terlihat penting dari amplop berwarna coklat. Setelah semua berkas keluar dari dalam amplop berwarna coklat, Deni menatap satu persatu wajah dari ketiga anaknya, dan berakhir pada Azzam.
“Anak-anakku, berkas yang Ayah pegang ini adalah berkas tentang warisan buat Azzam, Rabbani dan juga Yusi. Selagi Ayah masih bisa bernafas dan berbicara walau hanya sedikit, dan tidak tahu kapan Ayah akan kembali ke sisi Allah. Ayah akan meminta tolong kepada Ibu untuk segera membacakan surat warisan yang sudah Ayah tulisan buat anak-anak Ayah.” Ucap Deni, tangan kanan yang gemetar berusaha memberikan surat yang berisi warisan kepada Laras yang berdiri di belakangnya, “Istriku, tolong bacakan isi surat ini buat anak-anak kita.”
“Baik suamiku.” Sahut Laras segera mengambil surat warisan dari tangan Deni. Laras menarik nafas panjang sebelum membaca surat warisan yang berada di tangan kanannya. Tatapan serius ia alihkan ke masing-masing wajah anak-anaknya yang terlihat serius dan tegang.
Laras menarik tatapannya, ia mulai menurutkan pandangannya menatap surat warisan yang berada di hadapannya. Baru saja melihat isi surat warisan yang di buat oleh suaminya, Laras membulatkan kedua matanya dengan sempurna.
Tatapan Laras membuat Azzam dan Yusi mulai merasa tak nyaman, membuat mereka terus bertanya-tanya di dalam hati.
...Bersambung.......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Authophille09
Cinta karena Perjodohan mampir nih kak, bawa paket lengkap nya juga💪
2022-12-18
0
💞Amie🍂🍃
Kakak, aku datang ya. memberi bunga mawar biar kakak lebih semangat 😂
2022-11-23
0
Zenun
pasti warisannya lebih besar Rabani
2022-09-07
1