Noda Hitam Suamiku

Noda Hitam Suamiku

Jarang pulang

"Kamu mau kemana, Mas?" tanya Zahra menarik lengan Aidin yang sudah  berada di ambang pintu kamar. 

Beberapa jam yang lalu pria itu baru menginjakkan kakinya di rumah, namun kini sudah pergi lagi tanpa alasan yang jelas. 

"Bukan urusan kamu." Aidin menepis tangan Zahra hingga tersentak. 

"Tapi aku istrimu, dan aku berhak tahu kemana kamu pergi dan apa yang kamu lakukan di luar?" Zahra berbicara dengan nada lembut. Sedikitpun tak ingin menyinggung suaminya. Apalagi sampai menyakiti hati pria itu. 

Aidin menyunggingkan bibirnya, menatap Zahra sinis." Sudah berapa kali aku bilang, jangan ikut campur urusanku." Menunjuk wajah Zahra dengan jari telunjuknya. 

Baru beberapa langkah, Aidin menghentikan kakinya yang mengayun. Memasukkan kedua tangannya di saku celana. "Aku mau ke luar kota, mungkin akan sedikit lama," ujarnya tanpa menatap. 

"Uang belanja bulan ini habis." Zahra mengucap dengan ragu. 

"Kamu bisa kerja, jangan manja. Apa sebelumnya hidup kamu terpenuhi, tidak kan. Bahkan ayah kamu sendiri saja tidak pernah memperdulikanmu. Kamu bukan orang terhormat, tapi hanya anak yang tidak diinginkan oleh keluargamu, jadi sadar diri." 

Melanjutkan langkahnya hingga menghilang bersamaan dengan pintu depan yang tertutup rapat. 

Zahra menyandarkan punggungnya di dinding lalu memejamkan mata. Lagi-lagi hatinya terasa perih mendengar olokan Aidin, namun ia tak bisa berbuat apa-apa karena semua itu adalah fakta. 

Kapan kamu punya waktu untukku. Sudah hampir satu tahun kita menikah, tapi kamu tidak pernah menganggapku ada dan mementingkan pekerjaan. Bahkan Kamu jarang  memberikan nafkah padaku. 

Zahra Adinata, gadis yang berumur 19 tahun dan berparas cantik serta memiliki kepribadian yang tertutup, selalu bertutur sapa dengan lembut itu menerima pinangan Aidin Adijaya, pria yang berumur 27 tahun. Mereka berkenalan lewat sosmed. Demi menghindari perjodohannya dengan Azka, Zahra melanjutkan hubungannya dengan Aidin ke jenjang yang lebih serius, takut terjadi fitnah. Selain tampan, Aidin juga mempunyai pekerjaan yang mumpuni, menjadi direktur utama di perusahaan papanya sendiri, dan itu yang membuat Zahra menyukai pria itu.

Perkenalan tiga bulan membuat Zahra yakin jika Aidin adalah jodohnya. Ia bertekad memilih Aidin dan meninggalkan rumahnya yang seperti neraka. Setiap hari Zahra selalu menerima siksaan dari ibu tirinya, juga hinaan dari adik tirinya yang menganggapnya anak germo. 

Ibu kandung Zahra bekerja di klub malam, dan itu yang selalu menjadi senjata orang-orang untuk menjatuhkannya. 

Zahra pikir, menikah dengan Aidin akan mendapatkan kehidupan baru yang lebih cerah. Namun ia salah, justru hari-harinya hanya berteman dengan kesepian, karena Aidin jarang tinggal di rumah.

Pekerjaannya yang terlalu sibuk sering mengabaikan dirinya, bahkan Zahra terkadang merasa jenuh karena sikap suaminya yang acuh. 

Tiga bulan berlalu

Zahra melingkari angka yang ada di kalender kamarnya. Hari ini genap tiga bulan Aidin meninggalkan rumah. Pria itu hanya memberi kabar pada Zahra satu kali. Itupun hanya lewat pesan singkat. 

Zahra meraih tas yang ada di nakas lalu merapikan penampilannya. Menatap nanar wajahnya dari pantulan cermin. 

"Aku harus bisa melewati semua ini, aku tidak mungkin pulang ke rumah."

Masih meratapi nasib yang menimpanya. 

Setelah satu bulan kepergian Aidin, ia memutuskan untuk bekerja di sebuah restoran demi memenuhi kehidupannya sehari-hari. Tak ada tempat mengeluh apalagi bersandar. Semenjak menikah, ayahnya pun tak pernah menghubungi nya, sedangkan Zahra enggan jika harus bertemu dengan ibu kandungnya. 

Keluarga yang lengkap dengan harta yang berlimpah, namun Zahra bagaikan hidup sebatang kara. Tidak ada lagi yang peduli padanya, termasuk suaminya sendiri. 

Lambaian tangan wanita cantik menciptakan senyum di bibir Zahra. Hanya dia yang mampu memberi warna di hidup Zahra saat ini. 

"Selamat pagi, Ra," sapanya memeluk Zahra yang baru saja membuka pintu depan. 

"Pagi, Ki. Kok masih sepi." Zahra mengedarkan pandangannya di setiap kursi kosong yang sudah tertata rapi.

"Kamu yang berangkatnya terlalu pagi," cetus Kirana sambil mengelap kaca. 

"Suami kamu belum pulang?" imbuhnya. 

Zahra menggeleng tanpa suara. 

"Untuk apa punya suami kalau nggak pernah pulang, kamu nggak curiga? Jangan-jangan __" 

"Jangan-jangan apa? Nggak mungkin mas Aidin selingkuh. Dia itu baik, cuma sikapnya saja yang cuek. Lagi pula sebagai direktur utama itu tidak gampang, dan mas Aidin tidak mau posisi itu jatuh ke tangan orang lain," ucap Zahra seperti yang diucapkan Aidin padanya. 

"Kalau aku jadi kamu, aku akan kuliah. Biar bisa dapat kerjaan yang lebih baik."

Kirana mengikuti langkah Zahra menuju ruang ganti. Membantu Zahra untuk menyiapkan alat kerjanya. 

Zahra tersenyum, sedikitpun dalam benaknya tak pernah berpikir luas. Kehidupannya yang tertekan membuat pemikirannya tak bisa menjangkau apa yang dipikirkan Kirana. 

"Kamu tahu keluarga ku, kan? Ayah sangat membenciku, sedangkan ibu, dia lebih memilih pekerjaannya daripada aku. Aku anak yang tidak diinginkan kedua orang tua ku, dan aku hanya ingin memperbaiki hidupku, menjadi istri yang baik untuk mas Aidin, dan itu sudah cukup. Kalau sekarang aku harus kerja, itu bukan berarti mas Aidin tidak memberikan uang padaku. Aku hanya tidak ingin menjadi beban untuknya."

Zahra meraih sapu yang ada di tangan Kirana. 

"Yang sabar, Za. Aku yakin Aidin itu laki-laki yang baik kok."

Setelah punggung Kirana berlalu, air mata Zahra luruh. Ia tak sanggup membendung air mata yang menumpuk di pelupuk. 

Aku gak tahu sampai kapan akan bertahan dengan keadaan ini, tapi aku akan mencoba untuk meluluhkan hati mas Aidin. 

Hampir saja keluar, ponsel Zahra berdering. Ia segera mengambilnya lalu menarik lencana hijau saat melihat nama yang berkelip di layar. 

"Halo Mas," sapa Zahra dengan suara lembut. 

Suara tawa perempuan mampu meredupkan senyum Zahra yang hampir mengembang. 

"Hari ini aku pulang, kamu siapkan makanan untukku."

"Baik, Mas," jawab Zahra singkat. 

"Itu suara siapa, Mas?" tanya Zahra kemudian, ia tak bisa memendam rasa cemas yang menyelimutinya saat ini. 

"Bukan siapa-siapa, kamu jangan berpikir macam-macam. Dia klien ku."

Sambungan terputus. Dada Zahra terasa sesak, ia menepis segala perasaan yang negatif dan tetap percaya pada Aidin. 

Di seberang sana

Aidin tak henti-hentinya mencium pipi wanita cantik yang duduk di pangkuannya. Dia adalah Amera, pacar pertama Aidin. 

"Apa istri kamu gak curiga?" tanya Amera  sambil membelai pipi Aidin.

"Dia tidak akan curiga, kamu tenang saja," ucapnya menyandarkan kepalanya di dada wanita itu. Seolah-olah itu adalah tempat ternyaman baginya.

Wanita itu menangkup kedua pipi Aidin dan menatap manik matanya dengan lekat. 

"Maafkan aku, seandainya waktu itu aku setuju untuk menikah, pasti papa kamu tidak akan memaksamu untuk menikah dengan wanita lain. Dan kamu tidak memilih Zahra."

Aidin hanya menanggapi dengan senyuman. Ia tak menyalahkan Amera, namun juga tak bisa menerima begitu saja kehadiran Zahra yang hanya berstatus istri di atas kertas. 

Terpopuler

Comments

Anonymous

Anonymous

keren

2024-03-29

0

Truely Jm Manoppo

Truely Jm Manoppo

ya ampun Zahra masa sih gak curiga ... terlalu polos

2024-01-26

1

Noval Hila

Noval Hila

bukan urusan kamu

2023-08-16

0

lihat semua
Episodes
1 Jarang pulang
2 Nota belanja
3 Kenyataan pahit
4 Sakit perut
5 Dirawat
6 Ke luar kota
7 Kepergok
8 Pertemuan Zahra dan Azka
9 Marah tanpa sebab
10 Penyatuan
11 Bukti dari Delia
12 Curiga
13 Fakta yang menyakitkan
14 Hilangnya Zahra
15 Mencari Zahra
16 Ancaman pak Herman
17 Rencana Zahra dan Bu Lilian
18 Ulah Amera
19 Mengadu
20 Kacau
21 Menjemput Zahra
22 Kalah telak
23 Permintaan pak Herman
24 Kemarahan Darren
25 Permintaan pak Herman 2
26 Memberikan kekuasaan
27 Ide baru
28 Pembohong ulung
29 Tinggal di rumah Aidin
30 Positif
31 Sikap Zahra yang berbeda
32 Perubahan mama Delia
33 Ketakutan Aidin
34 Menjalankan misi
35 Cemburu
36 Perubahan Zahra
37 Menyerah
38 Seperti mimpi
39 Tak sengaja bertemu
40 Rasa sesal
41 Bimbang
42 Membeli kado
43 Putus dan mundur
44 Kepergian Zahra
45 Mencari Zahra
46 Mengambil alih
47 Aneh
48 Kehamilan simpatik
49 Kabar kehamilan
50 Siasat Aidin
51 Terkapar
52 Perjuangan
53 Ke rumah sakit
54 Hampir saja
55 Pergi Ke Australia
56 Petunjuk
57 Persalinan
58 Kekuatan cinta
59 Ujian lagi
60 Pantang menyerah
61 Rencana mama Delia
62 Negatif
63 Mengungkap masa lalu
64 Hampir salah paham
65 Restu Delia
66 Uang tahun
67 Usil
68 Pendapat
69 Kado dari ayah
70 Pak Herman pulang
71 Menumpahkan susu kental
72 Dugaan yang salah
73 Selalu ketahuan
74 Pulang
75 Berkunjung ke rumah Adinata
76 Tertunda lagi
77 Akhirnya lembur juga
78 Salah paham
79 Percaya
80 Ujian baru
81 Siasat
82 Detik-detik kehancuran Amera
83 Kehancuran
84 Kembali aman
85 Perasaan Abg
86 Makin cemas
87 Cerewet
88 Cemburu
89 Kagum
90 Rencana pesta
91 Pup
92 20 tahun yang lalu
93 Mulai misi
94 Titik terang
95 Pesta 1
96 Pesta 2
97 Pesta 3
98 Keberanian Zahra
99 Pengumuman
100 Hukuman yang tertunda
101 Tanda-tanda
102 Terungkap
103 Ragu
104 Terima
105 Kemarahan di pagi buta
106 Saling berbohong
107 Perjodohan
108 Rencana Cherly
109 Pamit
110 Zada Kamila
111 Ditunda
112 Awal pertemuan
113 Pesta 2Z
114 Kepergian Cherly
115 Insya Allah amanah
116 Sahabat adiknya
117 Akhir cerita
Episodes

Updated 117 Episodes

1
Jarang pulang
2
Nota belanja
3
Kenyataan pahit
4
Sakit perut
5
Dirawat
6
Ke luar kota
7
Kepergok
8
Pertemuan Zahra dan Azka
9
Marah tanpa sebab
10
Penyatuan
11
Bukti dari Delia
12
Curiga
13
Fakta yang menyakitkan
14
Hilangnya Zahra
15
Mencari Zahra
16
Ancaman pak Herman
17
Rencana Zahra dan Bu Lilian
18
Ulah Amera
19
Mengadu
20
Kacau
21
Menjemput Zahra
22
Kalah telak
23
Permintaan pak Herman
24
Kemarahan Darren
25
Permintaan pak Herman 2
26
Memberikan kekuasaan
27
Ide baru
28
Pembohong ulung
29
Tinggal di rumah Aidin
30
Positif
31
Sikap Zahra yang berbeda
32
Perubahan mama Delia
33
Ketakutan Aidin
34
Menjalankan misi
35
Cemburu
36
Perubahan Zahra
37
Menyerah
38
Seperti mimpi
39
Tak sengaja bertemu
40
Rasa sesal
41
Bimbang
42
Membeli kado
43
Putus dan mundur
44
Kepergian Zahra
45
Mencari Zahra
46
Mengambil alih
47
Aneh
48
Kehamilan simpatik
49
Kabar kehamilan
50
Siasat Aidin
51
Terkapar
52
Perjuangan
53
Ke rumah sakit
54
Hampir saja
55
Pergi Ke Australia
56
Petunjuk
57
Persalinan
58
Kekuatan cinta
59
Ujian lagi
60
Pantang menyerah
61
Rencana mama Delia
62
Negatif
63
Mengungkap masa lalu
64
Hampir salah paham
65
Restu Delia
66
Uang tahun
67
Usil
68
Pendapat
69
Kado dari ayah
70
Pak Herman pulang
71
Menumpahkan susu kental
72
Dugaan yang salah
73
Selalu ketahuan
74
Pulang
75
Berkunjung ke rumah Adinata
76
Tertunda lagi
77
Akhirnya lembur juga
78
Salah paham
79
Percaya
80
Ujian baru
81
Siasat
82
Detik-detik kehancuran Amera
83
Kehancuran
84
Kembali aman
85
Perasaan Abg
86
Makin cemas
87
Cerewet
88
Cemburu
89
Kagum
90
Rencana pesta
91
Pup
92
20 tahun yang lalu
93
Mulai misi
94
Titik terang
95
Pesta 1
96
Pesta 2
97
Pesta 3
98
Keberanian Zahra
99
Pengumuman
100
Hukuman yang tertunda
101
Tanda-tanda
102
Terungkap
103
Ragu
104
Terima
105
Kemarahan di pagi buta
106
Saling berbohong
107
Perjodohan
108
Rencana Cherly
109
Pamit
110
Zada Kamila
111
Ditunda
112
Awal pertemuan
113
Pesta 2Z
114
Kepergian Cherly
115
Insya Allah amanah
116
Sahabat adiknya
117
Akhir cerita

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!