Curiga

Hampir seharian penuh Zahra memilih membisu. Ia bekerja tanpa ingin berbincang dengan siapapun. Isi kepalanya sudah dipenuhi rasa marah dan benci pada Aidin dan perempuan yang bersama suaminya. Ia juga cenderung menyendiri daripada harus bergabung dengan yang lain.

Seakan permasalahan yang dihadapi tiada ujung. Silih berganti terus mengiringi setiap harinya yang membuat Zahra harus sekuat baja.

"Kamu gak pulang, Za?" seru Kirana yang tiba-tiba berdiri di belakang Zahra. Entah sejak kapan datangnya wanita itu, Zahra pun tak menyadarinya.

Zahra mengusap air matanya lalu tersenyum paksa melihat jam yang melingkar di tangannya. Ternyata sudah terlambat lima menit dari waktu yang ditentukan.

"Kayaknya sudah lama kita gak jalan," ucap Zahra merangkul pundak Kirana. Mereka masuk ke ruangan lalu mengambil tas masing-masing.

Kirana dan Zahra duduk saling bersejajar di sebuah tempat wisata yang ada di pusat kota. Menikmati indahnya langit yang hampir tenggelam sembari menunggu waktu Maghrib. Setelah melihat foto tadi, ia enggan untuk bertemu dengan Aidin.

"Kamu ada masalah apalagi?" Kirana menepuk bahu Zahra. "Apa Aidin masih bersikap kasar lagi?"

Aku gak boleh cerita pada Kirana, itu adalah aib mas Aidin yang harus aku tutupi.

"Gak kok, akhir-akhir ini mas Aidin baik, dia perhatian padaku, juga sering mengingatkanku untuk selalu meminum obat."

Meskipun berusaha meyakinkan, Kirana tetap tak percaya dengan ucapan Zahra.

"Lalu, kenapa seharian ini kamu diam?" tanya Kirana lagi.

"Gak papa, lagi gak pengen ngomong aja."

Kirana bukan orang bodoh. Ia tahu antara orang yang memendam masalah dan tidak, dan di balik sikap Zahra pasti menyimpan masalah, hanya saja terkadang tidak semua orang berhak tahu apa yang menimpanya.

Matahari sepenuhnya tenggelam, namun Zahra masih tidak ingin pulang. Ia memilih duduk di serambi masjid setelah menjalankan kewajibannya.

Kirana yang baru saja selesai menyusul dan duduk di samping sang sahabat yang nampak merenung. Keduanya menatap ke arah bintang yang bersinar diantara kegelapan.

"Sebenarnya kamu dan Aidin ada masalah apa? Siapa tahu aku punya solusi?" tanya Kirana untuk yang kesekian kali.

"Kalau kamu tidak ingin pulang, tidur saja di rumah ku," ajak Kirana.

Zahra menggeleng berat. "Baru jam enam, biasanya mas Aidin belum pulang, dan aku malas di rumah sendirian."

Lagi-lagi Zahra enggan bercerita apa yang mengendap di dadanya saat ini.

"Tapi ini sudah malam, kita harus pulang."

Terpaksa Zahra beranjak, ia tak mau membuat Kirana semakin curiga dengan hubungannya dan Aidin yang terus dirundung kekacauan.

Seperti yang dikatakan tadi, rumah masih gelap gulita. Hanya lampu penerang jalan yang menyala otomatis, itu artinya Aidin belum pulang. Ia berjalan pelan memasuki rumah lalu menyalakan semua lampu ruangan. Ucapan mama Delia terus terngiang-ngiang membuatnya semakin cemas.

Zahra pergi ke dapur untuk menyiapkan makan malam. Meskipun sering kali tak di makan oleh Aidin, ia ingin tetap menyajikannya.

Dering ponsel Zahra berbunyi menghentikan aktivitasnya. Wanita itu mematikan kompor, berlari kecil ke arah ruang tengah untuk mengambil benda pipihnya.

"Mama Lilian."

Ternyata itu adalah mama mertuanya.

"Assalamualaikum, Ma. Tumben mama telepon?" sapa Zahra ramah.

"Mama cuma mau kasih tahu kamu, minggu depan kak Keysa mau merayakan ulang tahunnya secara besar-besaran sekalian syukuran kehamilannya, kamu datang ya," pinta Mama Lilian penuh harap.

"Iya, Ma. Nanti aku bilang pada mas Aidin."

"Lho, memangnya belum pulang?"

Mama Lilian yang ada di seberang sana melihat pak Herman yang sibuk dengan ponsel di tangannya.

"Belum, Ma," jawab Zahra sembari memeriksa kamar lagi, takut dirinya yang tak melihat suaminya.

Mama Lilian hanya manggut-manggut lalu memutuskan sambungannya.

Setelah berbicara dengan Zahra, Mama Lilian menghampiri pak Herman yang ada di ruang keluarga.

"Pa, memangnya Aidin lembur? Kenapa dia belum pulang?" tanya mama Lilian pada suaminya.

"Tidak ada yang lembur. Mungkin Aidin belum sampai. Tadi sore aku lihat dia sudah keluar dari kantor."

Rumah Aidin memang lumayan jauh dari kantor. Pria itu sengaja membeli rumah yang jauh dari kediaman orang tuanya, supaya mereka tidak curiga dengan niatnya yang terselubung sejak menikah.

"Sudah hampir setahun mereka menikah, tapi kok Zahra belum hamil juga, apa kita suruh mereka ikut program kehamilan."

Pak Herman membuka kaca mata. Menepuk kursi disisinya yang masih kosong.

"Umur Zahra baru sembilan belas tahun, Ma. Biarkan mereka bersenang-senang menikmati pernikahannya, papa nggak mau memaksakan kehendak menantu kita."

Bu Lilian memilih diam, membantah pun percuma jika suaminya sudah bicara seperti itu.

Tin tin

Suara klakson menggema.

Zahra yang baru saja menyiapkan makanan pun langsung membuka pintu depan. Membalut kesedihannya dengan senyuman manis.

"Mau makan dulu atau mandi?" tanya Zahra mengikuti langkah Aidin dari belakang.

"Makan dulu." Melemparkan tas nya ke arah sofa. Setelah itu berjalan menuju ruang makan.

Tidak ada yang aneh dari seorang Aidin. Pria itu nampak lelah, wajahnya kusut dengan mata yang sedikit sayup. Tak ada kata yang keluar dari bibirnya, Aidin menikmati makanan yang Zahra masak tanpa protes.

"Tadi mama telpon." Ucapan Zahra menghentikan Aidin yang hampir saja menyuap nasi ke dalam mulut.

"Mama bilang kalau minggu depan ada acara di rumah kak Keysa. Kita disuruh datang."

"Kamu gak bicara apa-apa, kan?" tanya Aidin menyelidik. Melirik Zahra sekilas lalu kembali fokus dengan makanannya.

"Tidak," jawab Zahra singkat. Ia tak ingin membahas apapun saat ini dan memilih untuk berdamai dengan keadaan.

Sedikitpun tak pernah berpikir ingin mengadu pada orang lain tentang rumah tangganya yang tak harmonis. Dan bagi Zahra itu adalah ujian yang harus ia jalani.

Terdengar dering ponsel dari saku celana Aidin. Pria itu langsung meorogohnya dan menatap layarnya. Senyum melebar dari sudut bibirnya saat membaca pesan masuk.

Setelah itu, Aidin mengetik sesuatu dan meletakkan benda pipihnya di atas meja.

Tak lama kemudian, Aidin meninggalkan ruang makan tanpa menghabiskan makanannya. Pria itu masuk ke kamar. Sedangkan Zahra membersihkan piring bekas mereka makan.

Zahra memilih tidur di kamar belakang, takut menganggu Aidin. Baru beberapa menit memejamkan mata, terdengar suara tawa Aidin yang membuatnya kembali bangun.

Zahra mengintip suaminya yang ada di ruang tamu sambil berbicara dengan ponselnya. Entah dengan siapa, dan apa yang dibicarakan, pria itu nampak bahagia dan terus mengulas senyum.

Beberapa menit kemudian, Aidin keluar dari rumah.

Zahra teringat ucapan tante Delia yang menyuruhnya menyelidiki Aidin, tanpa pikir panjang ia pun ikut keluar meninggalkan rumah. Berharap malam ini akan mendapatkan titik terang dengan apa yang menjanggal di hatinya.

Semoga dugaan mama salah.

Terpopuler

Comments

Truely Jm Manoppo

Truely Jm Manoppo

🙄🙄🙄🙄🙄

2024-01-26

0

Bidadarinya Sajum Esbelfik

Bidadarinya Sajum Esbelfik

nasibmu Zahra 🥺🥺🥺🥺🥺

2022-12-19

0

Sarini Sadjam

Sarini Sadjam

msih nyesek aja critanya

2022-11-02

0

lihat semua
Episodes
1 Jarang pulang
2 Nota belanja
3 Kenyataan pahit
4 Sakit perut
5 Dirawat
6 Ke luar kota
7 Kepergok
8 Pertemuan Zahra dan Azka
9 Marah tanpa sebab
10 Penyatuan
11 Bukti dari Delia
12 Curiga
13 Fakta yang menyakitkan
14 Hilangnya Zahra
15 Mencari Zahra
16 Ancaman pak Herman
17 Rencana Zahra dan Bu Lilian
18 Ulah Amera
19 Mengadu
20 Kacau
21 Menjemput Zahra
22 Kalah telak
23 Permintaan pak Herman
24 Kemarahan Darren
25 Permintaan pak Herman 2
26 Memberikan kekuasaan
27 Ide baru
28 Pembohong ulung
29 Tinggal di rumah Aidin
30 Positif
31 Sikap Zahra yang berbeda
32 Perubahan mama Delia
33 Ketakutan Aidin
34 Menjalankan misi
35 Cemburu
36 Perubahan Zahra
37 Menyerah
38 Seperti mimpi
39 Tak sengaja bertemu
40 Rasa sesal
41 Bimbang
42 Membeli kado
43 Putus dan mundur
44 Kepergian Zahra
45 Mencari Zahra
46 Mengambil alih
47 Aneh
48 Kehamilan simpatik
49 Kabar kehamilan
50 Siasat Aidin
51 Terkapar
52 Perjuangan
53 Ke rumah sakit
54 Hampir saja
55 Pergi Ke Australia
56 Petunjuk
57 Persalinan
58 Kekuatan cinta
59 Ujian lagi
60 Pantang menyerah
61 Rencana mama Delia
62 Negatif
63 Mengungkap masa lalu
64 Hampir salah paham
65 Restu Delia
66 Uang tahun
67 Usil
68 Pendapat
69 Kado dari ayah
70 Pak Herman pulang
71 Menumpahkan susu kental
72 Dugaan yang salah
73 Selalu ketahuan
74 Pulang
75 Berkunjung ke rumah Adinata
76 Tertunda lagi
77 Akhirnya lembur juga
78 Salah paham
79 Percaya
80 Ujian baru
81 Siasat
82 Detik-detik kehancuran Amera
83 Kehancuran
84 Kembali aman
85 Perasaan Abg
86 Makin cemas
87 Cerewet
88 Cemburu
89 Kagum
90 Rencana pesta
91 Pup
92 20 tahun yang lalu
93 Mulai misi
94 Titik terang
95 Pesta 1
96 Pesta 2
97 Pesta 3
98 Keberanian Zahra
99 Pengumuman
100 Hukuman yang tertunda
101 Tanda-tanda
102 Terungkap
103 Ragu
104 Terima
105 Kemarahan di pagi buta
106 Saling berbohong
107 Perjodohan
108 Rencana Cherly
109 Pamit
110 Zada Kamila
111 Ditunda
112 Awal pertemuan
113 Pesta 2Z
114 Kepergian Cherly
115 Insya Allah amanah
116 Sahabat adiknya
117 Akhir cerita
Episodes

Updated 117 Episodes

1
Jarang pulang
2
Nota belanja
3
Kenyataan pahit
4
Sakit perut
5
Dirawat
6
Ke luar kota
7
Kepergok
8
Pertemuan Zahra dan Azka
9
Marah tanpa sebab
10
Penyatuan
11
Bukti dari Delia
12
Curiga
13
Fakta yang menyakitkan
14
Hilangnya Zahra
15
Mencari Zahra
16
Ancaman pak Herman
17
Rencana Zahra dan Bu Lilian
18
Ulah Amera
19
Mengadu
20
Kacau
21
Menjemput Zahra
22
Kalah telak
23
Permintaan pak Herman
24
Kemarahan Darren
25
Permintaan pak Herman 2
26
Memberikan kekuasaan
27
Ide baru
28
Pembohong ulung
29
Tinggal di rumah Aidin
30
Positif
31
Sikap Zahra yang berbeda
32
Perubahan mama Delia
33
Ketakutan Aidin
34
Menjalankan misi
35
Cemburu
36
Perubahan Zahra
37
Menyerah
38
Seperti mimpi
39
Tak sengaja bertemu
40
Rasa sesal
41
Bimbang
42
Membeli kado
43
Putus dan mundur
44
Kepergian Zahra
45
Mencari Zahra
46
Mengambil alih
47
Aneh
48
Kehamilan simpatik
49
Kabar kehamilan
50
Siasat Aidin
51
Terkapar
52
Perjuangan
53
Ke rumah sakit
54
Hampir saja
55
Pergi Ke Australia
56
Petunjuk
57
Persalinan
58
Kekuatan cinta
59
Ujian lagi
60
Pantang menyerah
61
Rencana mama Delia
62
Negatif
63
Mengungkap masa lalu
64
Hampir salah paham
65
Restu Delia
66
Uang tahun
67
Usil
68
Pendapat
69
Kado dari ayah
70
Pak Herman pulang
71
Menumpahkan susu kental
72
Dugaan yang salah
73
Selalu ketahuan
74
Pulang
75
Berkunjung ke rumah Adinata
76
Tertunda lagi
77
Akhirnya lembur juga
78
Salah paham
79
Percaya
80
Ujian baru
81
Siasat
82
Detik-detik kehancuran Amera
83
Kehancuran
84
Kembali aman
85
Perasaan Abg
86
Makin cemas
87
Cerewet
88
Cemburu
89
Kagum
90
Rencana pesta
91
Pup
92
20 tahun yang lalu
93
Mulai misi
94
Titik terang
95
Pesta 1
96
Pesta 2
97
Pesta 3
98
Keberanian Zahra
99
Pengumuman
100
Hukuman yang tertunda
101
Tanda-tanda
102
Terungkap
103
Ragu
104
Terima
105
Kemarahan di pagi buta
106
Saling berbohong
107
Perjodohan
108
Rencana Cherly
109
Pamit
110
Zada Kamila
111
Ditunda
112
Awal pertemuan
113
Pesta 2Z
114
Kepergian Cherly
115
Insya Allah amanah
116
Sahabat adiknya
117
Akhir cerita

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!