Kacau

''Jangan mengganggu kehidupan Amera! Kalau kau masih melakukannya, aku akan __"

"Akan apa?" sergah Zahra sembari menarik tangannya dari cengkeraman Aidin. Ia sudah terlalu lelah untuk mengalah dan kali ini tidak ingin sumainya itu berbuat semena-mena padanya. 

Bukan durhaka, tapi mengingatkan pada Aidin bahwa posisinya itu lebih terhormat daripada orang yang dibela mati-matian. 

"Mas, aku sudah capek menghadapi sikap kamu, dan aku ingin kita berpisah."

"Tidak!" tolak Aidin seketika, entah kenapa hatinya terlalu berat untuk mengatakan iya. Padahal, permintaan Zahra adalah kesempatan emas baginya untuk bisa bersama wanita yang dicintai. Namun nyata nya, Aidin masih merasa ingin menggenggam pernikahan yang disahkan setahun lalu oleh agama dan negara. 

"Kalau begitu sekarang kamu pilih aku atau Amera?"  

"Aku tidak akan menceraikan kamu sampai papa menyetujui hubunganku dengan Amera."  

"Bagaimana kalau papa tidak pernah menyetujui hubunganmu dengan Amera, apa kamu akan tetap mempertahankan pernikahan ini. Apa kamu rela hidup denganku sampai tua?"

"Papa pasti akan menyetujuinya."

"Lalu kapan, Mas?" pekik Zahra. "Apa menunggu sampai aku tua dan tidak bisa menikah lagi." Suara Zahra semakin lirih. Geram dengan Aidin yang terus mengulur waktu.

"Aku juga butuh kebahagian dengan orang yang benar-benar mencintaiku, Mas. Bukan orang yang hanya memanfaatkanku demi kesenangannya sendiri. Satu tahun kita menikah, tapi kamu tidak pernah memberikan apa yang seharusnya aku dapat."

Meskipun air matanya sudah siap tumpah, ia tahan kuat-kuat untuk tidak terlihat lemah. 

Dering ponsel membuyarkan perdebatan keduanya. 

Zahra segera masuk ke kamar dan mengambil benda pipihnya yang masih ada di dalam tas. 

''Mama, ngapain dia menelponku?" 

Zahra menatap Aidin yang tertunduk lesu lalu mengangkat teleponnya. 

"Halo, Ma. Ada apa?" sapa Zahra. 

"Za, sekarang kamu tinggal di mana, Nak?" tanya bu Lilian dengan nada cemas. Sebab, wanita itu khawatir setelah melihat perampokan atas korban bernama Zahra yang masih simpang siur. 

Zahra tersenyum mendengar suara mamanya yang nampak khawatir. 

''Mama tenang saja, aku baik kok, Ma. Sekarang mas Aidin ada di sini."

Mendengar namanya disebut, Aidin menoleh ke arah kamar. Menatap punggung Zahra yang menghadap ke arah dinding. 

''Ngapain, apa dia menyakitimu lagi?" 

"Tidak, Ma," jawab Zahra seketika, meskipun kedatangan Aidin hanya ingin menegurnya, tetap saja ia tak mau merenggangkan hubungan antara ibu dan anak. 

"Mas Aidin hanya main, mungkin dia mau membahas tentang perceraian kami."

Aidin kembali duduk. Menggigit jari-jarinya, ia pun tak mengerti dengan dirinya sendiri yang terus menjerat Zahra. Sementara ia menjanjikan pernikahan kepada wanita lain. 

"Za, Kak Keysa mengharapkan kehadiranmu, dia ingin meminta doa dari kamu atas anak  yang di kandungnya, kamu datang ya."

Mata Zahra berkaca-kaca mengingat kasih sayang seluruh keluarga Aidin. Mereka satu-satunya yang membuat Zahra tangguh dan kuat. 

"Iya, Ma. Aku akan datang, aku sudah siapkan kado untuk kak Keysa."

Sambungan terputus. Zahra menyeka air matanya yang sempat lolos membasahi pipi. Lalu ia menatap Aidin yang masih setia di ruang tamu. 

"Pulang lah, Mas. Sudah malam. Kalau tujuan kamu ke sini hanya ingin memintaku untuk tidak mengganggu Amera, baik. Aku akan melakukannya, dan satu hal lagi, cepat ceraikan aku." 

Merasa terusir, Aidin langsung keluar tanpa menjawab ucapan Zahra. 

Dari jauh, Aidin menatap rumah Zahra, nampak dengan jelas wanita itu menutup pintu setelah dirinya pergi. Setelah itu semua lampu padam meninggalkan lampu penerang jalan. 

Bibirnya masih membisu dan tidak ingin berbicara. Seperti terkunci hingga tak bisa terbuka. 

Entah kali ini, Aidin tidak bisa berpikir jernih. Ia melajukan mobilnya menuju klub setelah sebelumnya menghubungi Agha, salah satu sahabat tongkrongannya. Mungkin dengan begitu akan meringankan beban di otaknya. 

Seorang pria gagah menepuk bahu Aidin  dari belakang. 

Aidin yang sudah setengah mabuk hanya tersenyum melihat pria itu. 

"Eh, kamu baru datang, Ga." Ya, pria itu adalah Agha yang baru saja tiba.

"Istri kamu itu sholehah dan berhijab, tapi kamu masih saja suka maksiat," selorohnya dengan lantang. Membelah alunan musik yang menggema. 

Agha duduk di samping Aidin dan menuangkan minuman ke dalam gelas lalu menegaknya. 

"Dia meminta cerai, Ga."  

Agha menyemburkan minuman yang hampir masuk ke kerongkongannya mendengar ucapan Aidin yang sudah sedikit ngelantur. 

Meletakkan gelas lalu mengangkat kepala Aidin yang dari tadi sudah ambruk. 

"Kamu bilang apa? Cerai?" tanya Agha memastikan. Sekian lama yang ia tahu Zahra wanita penyabar, dan rasanya tak percaya dengan pernyataan Aidin.  

Aidin mengangguk pelan. Matanya terpejam, namun telinganya masih lumayan normal dan bisa mendengar setiap kata dari Agha. 

''Memangnya kenapa? Apa dia sudah tahu hubungaanmu dengan Amera?"

Aidin mulai tak sadarkan diri. Kepalanya terasa pusing dengan pandangan yang mulai buram. Tangannya mengulur, menangkup rahang Agha yang terlihat bertumpuk-tumpuk. 

"Kamu punya kembaran?" tanya Aidin mulai ngawur. Mencubit hidung mancung Agha. 

"Punya, sepuluh." Mengangkat sepuluh jarinya ke atas. 

Aidin kembali menyandarkan kepalanya yang kian terasa sakit. Ia mendesis lalu mengerang. 

"Kamu gak papa, Din?" tanya Agha khawatir. Merangkul tubuh kekar Aidin yang terasa berat. 

Aidin tertawa dan mencoba membuka matanya yang terasa berat. Ia beranjak dari duduknya. Mengeluarkan beberapa lembar uang dan meletakkannya di depan bartender. 

''Anterin aku pulang,'' pinta Aidin pada Agha yang masih menikmati minumannya. 

Ia membelah orang yang yang menari di bawah lampu remang-remang, karena penglihatannya yang tak terlalu jelas dan tubuhnya yang terasa lemas membuatnya sedikit sempoyongan dan hampir jatuh. 

Agha mengambil kunci dari tangan Aidin. Membantu sang sahabat untuk membukakan pintu. Membiarkan Aidin di belakang supaya bisa berbaring nyaman. Lalu melajukan mobilnya  ke arah rumah Aidin tanpa bertanya. 

''Berulang kali kamu bilang tidak mencintai Zahra, tapi kenapa saat dia meminta cerai kamu sekacau ini.'' Agha melihat Aidin dari pantulan spion yang menggantung. 

Aidin bangun dan memuntahkan isi perutnya yang terasa mual. Lalu kembali berbaring. 

''Kamu minum berapa botol?'' tanya Agha yang tetap fokus dengan setir nya. 

''Dua,'' jawab Aidin yang mulai sadar, namun masih memejamkan mata untuk mengurai rasa pusing yang kian menyeruak. 

''Kenapa kamu gak datang ke klub mertua mu, di sana juga ramai, banyak anak baru. Cantik dan seksi. Bahkan aku lebih tertarik dengan tante Delia daripada yang lain, kayaknya dia menarik.'' 

Heh 

Aidin menyunggingkan bibirnya. Memukul jok dari arah belakang. 

''Aku  memang gila, tapi gak segila yang kamu kira. Mama Delia membenciku karena aku berselingkuh, dia tidak akan membiarkanku bebas begitu saja.''

Ternyata nyali Aidin kecil dan tidak berani dengan mama mertuamu yang cantik itu,  gumam Agha dalam hati. 

Terpopuler

Comments

fandha

fandha

ini baru..bagus zahra..melawan jgn bisanya nangis dan ngalah

2022-09-13

2

Idah Rosidah

Idah Rosidah

dasar laki"cemen

2022-08-26

1

Rahma Inayah

Rahma Inayah

ni crt msh lnjut gk sih pdhl bgus crtny gk up2 sdh lm

2022-08-03

0

lihat semua
Episodes
1 Jarang pulang
2 Nota belanja
3 Kenyataan pahit
4 Sakit perut
5 Dirawat
6 Ke luar kota
7 Kepergok
8 Pertemuan Zahra dan Azka
9 Marah tanpa sebab
10 Penyatuan
11 Bukti dari Delia
12 Curiga
13 Fakta yang menyakitkan
14 Hilangnya Zahra
15 Mencari Zahra
16 Ancaman pak Herman
17 Rencana Zahra dan Bu Lilian
18 Ulah Amera
19 Mengadu
20 Kacau
21 Menjemput Zahra
22 Kalah telak
23 Permintaan pak Herman
24 Kemarahan Darren
25 Permintaan pak Herman 2
26 Memberikan kekuasaan
27 Ide baru
28 Pembohong ulung
29 Tinggal di rumah Aidin
30 Positif
31 Sikap Zahra yang berbeda
32 Perubahan mama Delia
33 Ketakutan Aidin
34 Menjalankan misi
35 Cemburu
36 Perubahan Zahra
37 Menyerah
38 Seperti mimpi
39 Tak sengaja bertemu
40 Rasa sesal
41 Bimbang
42 Membeli kado
43 Putus dan mundur
44 Kepergian Zahra
45 Mencari Zahra
46 Mengambil alih
47 Aneh
48 Kehamilan simpatik
49 Kabar kehamilan
50 Siasat Aidin
51 Terkapar
52 Perjuangan
53 Ke rumah sakit
54 Hampir saja
55 Pergi Ke Australia
56 Petunjuk
57 Persalinan
58 Kekuatan cinta
59 Ujian lagi
60 Pantang menyerah
61 Rencana mama Delia
62 Negatif
63 Mengungkap masa lalu
64 Hampir salah paham
65 Restu Delia
66 Uang tahun
67 Usil
68 Pendapat
69 Kado dari ayah
70 Pak Herman pulang
71 Menumpahkan susu kental
72 Dugaan yang salah
73 Selalu ketahuan
74 Pulang
75 Berkunjung ke rumah Adinata
76 Tertunda lagi
77 Akhirnya lembur juga
78 Salah paham
79 Percaya
80 Ujian baru
81 Siasat
82 Detik-detik kehancuran Amera
83 Kehancuran
84 Kembali aman
85 Perasaan Abg
86 Makin cemas
87 Cerewet
88 Cemburu
89 Kagum
90 Rencana pesta
91 Pup
92 20 tahun yang lalu
93 Mulai misi
94 Titik terang
95 Pesta 1
96 Pesta 2
97 Pesta 3
98 Keberanian Zahra
99 Pengumuman
100 Hukuman yang tertunda
101 Tanda-tanda
102 Terungkap
103 Ragu
104 Terima
105 Kemarahan di pagi buta
106 Saling berbohong
107 Perjodohan
108 Rencana Cherly
109 Pamit
110 Zada Kamila
111 Ditunda
112 Awal pertemuan
113 Pesta 2Z
114 Kepergian Cherly
115 Insya Allah amanah
116 Sahabat adiknya
117 Akhir cerita
Episodes

Updated 117 Episodes

1
Jarang pulang
2
Nota belanja
3
Kenyataan pahit
4
Sakit perut
5
Dirawat
6
Ke luar kota
7
Kepergok
8
Pertemuan Zahra dan Azka
9
Marah tanpa sebab
10
Penyatuan
11
Bukti dari Delia
12
Curiga
13
Fakta yang menyakitkan
14
Hilangnya Zahra
15
Mencari Zahra
16
Ancaman pak Herman
17
Rencana Zahra dan Bu Lilian
18
Ulah Amera
19
Mengadu
20
Kacau
21
Menjemput Zahra
22
Kalah telak
23
Permintaan pak Herman
24
Kemarahan Darren
25
Permintaan pak Herman 2
26
Memberikan kekuasaan
27
Ide baru
28
Pembohong ulung
29
Tinggal di rumah Aidin
30
Positif
31
Sikap Zahra yang berbeda
32
Perubahan mama Delia
33
Ketakutan Aidin
34
Menjalankan misi
35
Cemburu
36
Perubahan Zahra
37
Menyerah
38
Seperti mimpi
39
Tak sengaja bertemu
40
Rasa sesal
41
Bimbang
42
Membeli kado
43
Putus dan mundur
44
Kepergian Zahra
45
Mencari Zahra
46
Mengambil alih
47
Aneh
48
Kehamilan simpatik
49
Kabar kehamilan
50
Siasat Aidin
51
Terkapar
52
Perjuangan
53
Ke rumah sakit
54
Hampir saja
55
Pergi Ke Australia
56
Petunjuk
57
Persalinan
58
Kekuatan cinta
59
Ujian lagi
60
Pantang menyerah
61
Rencana mama Delia
62
Negatif
63
Mengungkap masa lalu
64
Hampir salah paham
65
Restu Delia
66
Uang tahun
67
Usil
68
Pendapat
69
Kado dari ayah
70
Pak Herman pulang
71
Menumpahkan susu kental
72
Dugaan yang salah
73
Selalu ketahuan
74
Pulang
75
Berkunjung ke rumah Adinata
76
Tertunda lagi
77
Akhirnya lembur juga
78
Salah paham
79
Percaya
80
Ujian baru
81
Siasat
82
Detik-detik kehancuran Amera
83
Kehancuran
84
Kembali aman
85
Perasaan Abg
86
Makin cemas
87
Cerewet
88
Cemburu
89
Kagum
90
Rencana pesta
91
Pup
92
20 tahun yang lalu
93
Mulai misi
94
Titik terang
95
Pesta 1
96
Pesta 2
97
Pesta 3
98
Keberanian Zahra
99
Pengumuman
100
Hukuman yang tertunda
101
Tanda-tanda
102
Terungkap
103
Ragu
104
Terima
105
Kemarahan di pagi buta
106
Saling berbohong
107
Perjodohan
108
Rencana Cherly
109
Pamit
110
Zada Kamila
111
Ditunda
112
Awal pertemuan
113
Pesta 2Z
114
Kepergian Cherly
115
Insya Allah amanah
116
Sahabat adiknya
117
Akhir cerita

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!