Ke luar kota

Kirana berhamburan memeluk Zahra. Gadis itu sesenggukan di pelukan sang sahabat. Air matanya luruh begitu saja saat melihat perlakuan Aidin yang tak berperikemanusiaan. 

"Kenapa kamu yang nangis?" Zahra mengusap-usap punggung Kirana yang bergetar hebat. 

Meskipun hatinya sendiri terasa sakit, Zahra masih mampu membalutnya dengan senyuman indah. Air matanya ia simpan rapat untuk tidak terlihat lemah di mata Kirana. 

"Kamu jangan tutupi kebusukan Aidin, Ra. Apa setiap hari dia memperlakukanmu seperti tadi?" tanya Kirana menekankan. Menatap manik mata Zahra yang tampak memerah. 

"Tidak, dia baik padaku, aku saja yang terlalu manja," jawab Zahra santai. Gadis itu memang pintar menyembunyikan masalahnya dari semua orang. Hingga Kirana pun terkadang terkecoh dan percaya dengan Zahra. Namun, kejadian tadi adalah bukti watak Aidin yang sesungguhnya. 

"Jangan bohong!" pekik Kirana. 

Zahra menunduk. Ingin sekali ia mengucapkan yang sejujurnya, namun sepertinya Kirana tidak berhak tahu apa yang terjadi dalam rumah tangganya. 

"Mas Aidin memang orangnya seperti itu, dan aku sudah biasa. Lagipula ini salahku."

Kirana menggeleng. Tidak mengerti dengan Zahra yang terus menutupi keburukan Aidin yang jelas-jelas arogan. 

"Ra, aku ini sahabat kamu, jika kamu ada masalah cerita padaku."

Zahra menghela nafas dalam-dalam. Dari lubuk hati terdalam ia ingin meluapkan keluh kesahnya pada Kirana, namun ia tidak boleh membuka aib suaminya di depan orang lain. 

"Maaf ya, Ki. Untuk masalah ini kamu tidak perlu tahu, Aku mau tidur."

Hampir saja Zahra berbaring, Kirana menarik tangannya dari belakang. Keduanya kembali saling tatap.

"Menangislah, Ra. Jangan kamu simpan kesedihanmu sendiri," ucap Kirana merengkuh tubuh Zahra. 

Seketika itu juga Zahra menumpahkan air matanya. Mungkin dengan itu bisa mengurai masalah yang menyesakkan dada. Sekuat apapun, ia akan terlihat lemah jika menyangkut tentang hati dan perasaan. 

Mas Aidin pilihanku. Aku menikah dengannya bukan karena paksaan orang lain. Bagaimanapun sifatnya aku akan terima, sampai hatiku sendiri yang lelah untuk bertahan.

Jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam, Zahra meminta Kirana untuk pulang, ia tak mau merepotkan gadis itu yang pasti lelah karena seharian bekerja. 

"Kamu yakin di sini sendirian?" tanya Kirana memastikan. 

"Aku yakin. Lagipula besok aku sudah pulang. Kamu jangan khawatir."

Mentari belum sepenuhnya terbit. Zahra terus tersenyum saat suster datang dan mengatakan jika biaya rumah sakit sudah dibayar oleh Aidin. 

Ternyata kamu masih peduli padaku, Mas. 

Wanita itu bergegas keluar dari ruangannya. Meninggalkan rumah sakit seperti permintaan Aidin semalam. 

Setibanya di halaman rumah, langkah Zahra berhenti saat melihat Aidin keluar dari pintu depan. Bukan karena orang nya, melainkan tampilannya yang rapi serta koper di tangannya. 

Zahra menghampiri Aidin yang nampak tercengang dengan kedatangannya. 

"Kamu mau ke mana, Mas?" tanya Zahra menyelidik. Pasalnya, Aidin tak memakai baju kantor melainkan jaket dan celana jeans. 

"Aku mau ke luar kota," jawab Aidin lirih. 

"Aku baru pulang, tapi kenapa kamu harus pergi lagi."

Tak seperti biasanya yang langsung marah-marah, kali ini Aidin bersikap lembut saat berbicara. 

"Kita bicara di dalam." Meraih tangan Zahra dan mengajaknya masuk. 

Zahra mengikuti langkah Aidin menuju runag tamu. Keduanya duduk saling bersejajar. Entah, ada angin apa pria yang ada di depannya itu tiba-tiba bersikap baik. 

"Ini mendadak, Ra." 

"Ya  sudah, kamu hati-hati."

Aidin menatap wajah Zahra yang sedikit pucat lalu melihat kantong kresek yang ada di tangan wanita itu. Tiba-tiba saja hatinya merasa iba dengan Zahra. Wanita yang selama ini ia nikahi demi kedudukan.

Tanpa disadari, Aidin memeluk tubuh Zahra dengan erat hingga membuat wanita itu kesulitan untuk bernafas.

"Terima kasih, karena Mas sudah membayar biaya rumah sakit." 

Aidin membisu. Menerka apa yang diucapkan Zahra. Sebab, sepeser pun ia tak mengeluarkan uang untuk perawatan Zahra. Tapi kenapa wanita itu bilang ia yang membayarnya. 

Apa jangan-jangan ini kerjaan Kirana yang menggunakan namaku. Ah, sudahlah bodo amat. Siapapun yang membayar itu tidak penting. 

Aidin melepaskan pelukannya saat ponsel yang ada di saku jaketnya berbunyi. Pria itu hanya menatap nama yang berkelip lalu mematikannya. 

"Aku pergi dulu." Mengecup kening Zahra dengan lembut. 

Ada sesuatu yang terasa menjalar di hati Aidin. Lagi-lagi pria itu tak ingin terbawa oleh suasana dan langsung pergi meninggalkan Zahra yang pastinya akan kesepian setelah dirinya pergi. 

**°

°

°**

"Kenapa kamu tidak menjawab teleponku?" pekik seorang wanita saat Aidin turun dari mobil. Dia adalah Amera yang sudah menunggu Aidin sejak dua jam yang lalu.

Aidin tertawa mencubit hidung wanita itu lalu merangkulnya. 

"Tadi ada Zahra, gak mungkin dong aku bicara dengan kamu di depannya." 

Aidin membukakan pintu untuk Amera. Lalu dirinya duduk di depan kemudi. Mereka naik satu mobil untuk melanjutkan perjalanannya ke bandara. 

Hampir dua jam di dalam pesawat,   akhirnya Aidin dan Amera tiba di pulau yang pernah mereka idam-idamkan selama berpacaran dulu. 

Ia langsung naik mobil sewaan. Pergerakan Aidin kali ini memang tak terlalu bebas mengingat statusnya yang sudah memiliki istri, ia juga tak bisa menggunakan fasilitas ayahnya, takut hubungannya dengan Amera terbongkar. 

"Kenapa? Bukankah papa kamu punya villa yang mewah di sini?" pekik Amera tak terima. 

"Semua orang di sana mengenalku. Bagaimana kalau ada yang mengadu? Pasti papa bakalan marah kalau tahu aku datang ke sini bersama kamu," jawab Aidin menjelaskan. 

Terpaksa Amera setuju dengan keputusan Aidin. Meskipun tak sesuai yang diinginkan, tetap saja merasa bahagia bisa berlibur dengan orang yang dicintai. 

Mobil berhenti di depan hotel bintang lima. Meskipun tak bisa menempati villa papanya, ia tetap memberikan tempat ternyaman untuk sang kekasih. 

"Sayang…" Panggilan Amera menghentikan langkah Aidin yang hampir membuka pintu. 

Pria itu menoleh ke belakang. Di mana Amera berdiri. 

"Apa kamu butuh sesuatu?" tanya Aidin antusias. Takut Amera tak suka dengan tempat yang ia pilih. 

"Kapan kamu menceraikan Zahra?" tanya Amera yang membuat jantung Aidin seakan berhenti berdetak. 

Tidak ada cinta di hatinya untuk Zahra, itu memang benar. Namun, Aidin tidak pernah berpikir untuk mengakhiri pernikahannya secepat itu. Masih banyak hal yang harus ia pikirkan sebelum bisa lepas dari wanita itu, termasuk kedudukannya di keluarga Adijaya. 

"Tidak sekarang, aku masih butuh dia menjadi istriku."

"Tapi aku ingin memiliki hati kamu sepenuhnya. Aku tidak ingin berbagi dengan orang lain, termasuk istri kamu yang kampungan itu." 

Aidin tak bisa mengucap sepatah katapun. Ia masih sangat berat untuk mengambil keputusan baru, yang pasti nya akan bertolak belakang dengan keluarganya. 

"Kita pikirkan nanti. Aku capek, mau istirahat."

Aidin masuk ke kamarnya. Meninggalkan Amera yang masih nampak kesal. Ia menghempaskan tubuhnya dan menatap langit-langit kamarnya, masih bingung dengan dirinya sendiri. 

   

Terpopuler

Comments

Truely Jm Manoppo

Truely Jm Manoppo

selingkuh ... pengkhianat pasti kena karma cepat ato lambat

2024-01-26

0

Tati Aulia

Tati Aulia

knpa laki2 selalu egoes

2022-09-20

0

fandha

fandha

laki2 plin plan ga ada kejujuran
.ketegasan..mau enak nya sendiri.. pengem tetap ada istri..tp selingkuh jalan trs.. kesel liat laki2 kayak gini.... kalo emang ga suka dg Zahra..mending dilepas aja drpd di gantung..kesian kan zahra nya.. pengecut dan ga bertanggung jawab banget...

2022-09-13

0

lihat semua
Episodes
1 Jarang pulang
2 Nota belanja
3 Kenyataan pahit
4 Sakit perut
5 Dirawat
6 Ke luar kota
7 Kepergok
8 Pertemuan Zahra dan Azka
9 Marah tanpa sebab
10 Penyatuan
11 Bukti dari Delia
12 Curiga
13 Fakta yang menyakitkan
14 Hilangnya Zahra
15 Mencari Zahra
16 Ancaman pak Herman
17 Rencana Zahra dan Bu Lilian
18 Ulah Amera
19 Mengadu
20 Kacau
21 Menjemput Zahra
22 Kalah telak
23 Permintaan pak Herman
24 Kemarahan Darren
25 Permintaan pak Herman 2
26 Memberikan kekuasaan
27 Ide baru
28 Pembohong ulung
29 Tinggal di rumah Aidin
30 Positif
31 Sikap Zahra yang berbeda
32 Perubahan mama Delia
33 Ketakutan Aidin
34 Menjalankan misi
35 Cemburu
36 Perubahan Zahra
37 Menyerah
38 Seperti mimpi
39 Tak sengaja bertemu
40 Rasa sesal
41 Bimbang
42 Membeli kado
43 Putus dan mundur
44 Kepergian Zahra
45 Mencari Zahra
46 Mengambil alih
47 Aneh
48 Kehamilan simpatik
49 Kabar kehamilan
50 Siasat Aidin
51 Terkapar
52 Perjuangan
53 Ke rumah sakit
54 Hampir saja
55 Pergi Ke Australia
56 Petunjuk
57 Persalinan
58 Kekuatan cinta
59 Ujian lagi
60 Pantang menyerah
61 Rencana mama Delia
62 Negatif
63 Mengungkap masa lalu
64 Hampir salah paham
65 Restu Delia
66 Uang tahun
67 Usil
68 Pendapat
69 Kado dari ayah
70 Pak Herman pulang
71 Menumpahkan susu kental
72 Dugaan yang salah
73 Selalu ketahuan
74 Pulang
75 Berkunjung ke rumah Adinata
76 Tertunda lagi
77 Akhirnya lembur juga
78 Salah paham
79 Percaya
80 Ujian baru
81 Siasat
82 Detik-detik kehancuran Amera
83 Kehancuran
84 Kembali aman
85 Perasaan Abg
86 Makin cemas
87 Cerewet
88 Cemburu
89 Kagum
90 Rencana pesta
91 Pup
92 20 tahun yang lalu
93 Mulai misi
94 Titik terang
95 Pesta 1
96 Pesta 2
97 Pesta 3
98 Keberanian Zahra
99 Pengumuman
100 Hukuman yang tertunda
101 Tanda-tanda
102 Terungkap
103 Ragu
104 Terima
105 Kemarahan di pagi buta
106 Saling berbohong
107 Perjodohan
108 Rencana Cherly
109 Pamit
110 Zada Kamila
111 Ditunda
112 Awal pertemuan
113 Pesta 2Z
114 Kepergian Cherly
115 Insya Allah amanah
116 Sahabat adiknya
117 Akhir cerita
Episodes

Updated 117 Episodes

1
Jarang pulang
2
Nota belanja
3
Kenyataan pahit
4
Sakit perut
5
Dirawat
6
Ke luar kota
7
Kepergok
8
Pertemuan Zahra dan Azka
9
Marah tanpa sebab
10
Penyatuan
11
Bukti dari Delia
12
Curiga
13
Fakta yang menyakitkan
14
Hilangnya Zahra
15
Mencari Zahra
16
Ancaman pak Herman
17
Rencana Zahra dan Bu Lilian
18
Ulah Amera
19
Mengadu
20
Kacau
21
Menjemput Zahra
22
Kalah telak
23
Permintaan pak Herman
24
Kemarahan Darren
25
Permintaan pak Herman 2
26
Memberikan kekuasaan
27
Ide baru
28
Pembohong ulung
29
Tinggal di rumah Aidin
30
Positif
31
Sikap Zahra yang berbeda
32
Perubahan mama Delia
33
Ketakutan Aidin
34
Menjalankan misi
35
Cemburu
36
Perubahan Zahra
37
Menyerah
38
Seperti mimpi
39
Tak sengaja bertemu
40
Rasa sesal
41
Bimbang
42
Membeli kado
43
Putus dan mundur
44
Kepergian Zahra
45
Mencari Zahra
46
Mengambil alih
47
Aneh
48
Kehamilan simpatik
49
Kabar kehamilan
50
Siasat Aidin
51
Terkapar
52
Perjuangan
53
Ke rumah sakit
54
Hampir saja
55
Pergi Ke Australia
56
Petunjuk
57
Persalinan
58
Kekuatan cinta
59
Ujian lagi
60
Pantang menyerah
61
Rencana mama Delia
62
Negatif
63
Mengungkap masa lalu
64
Hampir salah paham
65
Restu Delia
66
Uang tahun
67
Usil
68
Pendapat
69
Kado dari ayah
70
Pak Herman pulang
71
Menumpahkan susu kental
72
Dugaan yang salah
73
Selalu ketahuan
74
Pulang
75
Berkunjung ke rumah Adinata
76
Tertunda lagi
77
Akhirnya lembur juga
78
Salah paham
79
Percaya
80
Ujian baru
81
Siasat
82
Detik-detik kehancuran Amera
83
Kehancuran
84
Kembali aman
85
Perasaan Abg
86
Makin cemas
87
Cerewet
88
Cemburu
89
Kagum
90
Rencana pesta
91
Pup
92
20 tahun yang lalu
93
Mulai misi
94
Titik terang
95
Pesta 1
96
Pesta 2
97
Pesta 3
98
Keberanian Zahra
99
Pengumuman
100
Hukuman yang tertunda
101
Tanda-tanda
102
Terungkap
103
Ragu
104
Terima
105
Kemarahan di pagi buta
106
Saling berbohong
107
Perjodohan
108
Rencana Cherly
109
Pamit
110
Zada Kamila
111
Ditunda
112
Awal pertemuan
113
Pesta 2Z
114
Kepergian Cherly
115
Insya Allah amanah
116
Sahabat adiknya
117
Akhir cerita

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!