Nota belanja

Zahra melempar tas ke sembarang arah. Ia buru-buru berlari ke dapur. Mengikat hijabnya ke belakang. Melipat baju hingga kesiku lalu membuka semua barang-barang yang ia beli tadi sepulang dari restoran. 

"Kenapa mas Aidin baru bilang kalau mau pulang jam empat sih?" Menggerutu. Menyiapkan bumbu yang ia butuhkan. Untung tadi Zahra sudah sholat di restoran dan bisa segera memasak. 

Sambil menggoreng, sesekali melihat jam yang menempel di dinding ruang makan. Berharap jarum yang terus berputar itu sedikit lambat. Takut jika ia terlambat menyiapkan makanan untuk sang suami.

Hampir satu jam, akhirnya Zahra mampu menyelesaikan masakannya. Masih ada sisa waktu lima belas menit. Zahra berlari untuk menyiapkan diri, tak mau menyambut Aidin dengan penampilannya yang berbau dapur. 

Zahra memakai baju gamis warna pastel dengan hijab yang senada. Meski baju itu sederhana, tetap saja tidak mengurangi kecantikan di wajahnya yang memang alami. Memakai parfum di beberapa bagian tubuhnya lalu keluar. 

Jam empat lebih tiga puluh menit,  namun belum ada tanda-tanda Aidin pulang. Zahra mengambil ponsel lalu menghubungi suaminya. 

Tersambung, namun tak diangkat. 

Zahra menilik makanan yang ada di meja makan. 

"Sudah hampir dingin, tapi kenapa mas Aidin belum pulang juga?"

Hati Zahra mulai gelisah, suara tawa yang ia dengar di balik ponsel tadi pagi seakan terngiang-ngiang membuatnya resah. 

Waktu terus bergulir. Aidin bilang pulang  jam empat, namun malam sudah larut pun pria itu belum menampakkan batang hidungnya. Zahra menguap. Ia menyalakan tv lalu membaringkan tubuhnya. Mengurai rasa lelah karena seharian bekerja.

Baru beberapa menit memejamkan mata, bunyi klakson menggema membuat Zahra terperanjat, merapikan hijabnya. Berlari membuka pintu. 

Nampak wajah lelah Aidin turun dari mobil. Jalannya sedikit sempoyongan dengan tangan yang memegang pelipis. 

"Kamu kenapa, Mas?" tanya Zahra khawatir, membantu Aidin untuk berjalan. 

"Gak kenapa-napa, cuma ngantuk." Mencengkal tangan Zahra yang menyentuh tubuhnya. 

"Aku sudah siapkan makanan," ucap Zahra mengunci pintu depan. 

Aidin duduk di kursi ruang makan. Tangannya mengulur mengambil secangkir kopi yang tersaji. Baru sekali menyesap, ia mengembalikan kopi dengan kasar hingga membuat Zahra kaget. 

"Kenapa kopinya sudah dingin? Kamu mau aku sakit perut?" bentak Aidin. 

"Maaf, Mas. Aku lupa, biar aku buatin lagi."

"Nggak usah," sergah Aidin beranjak pergi. Pria itu lalu menghempaskan tubuhnya di sofa, tanpa mengindahkan Zahra yang mengambil jas nya. 

"Katanya suruh nyiapin makanan, tapi kenapa nggak di makan?"

Zahra menghampiri Aidin. Membantu pria itu melepas sepatu dan membenarkan posisinya hingga nampak nyaman. 

"Kalau tahu begini, ngapain aku masak, mana uangku sudah habis buat belanja," gerutu Zahra menatap makanan yang tak disentuh suaminya sedikit pun. 

Zahra membalut tubuh Aidin dengan selimut. Meskipun diperlakukan tak begitu baik, ia tetap menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri, berharap hati Aidin luluh dan bisa menerimanya. 

"Aku ingin melihat kamu tersenyum padaku, Mas. Tapi kenapa setiap kita bertemu, kamu selalu marah-marah. Sebenarnya apa salahku. Jika kamu tidak mencintaiku, kenapa kamu melamar dan menikahi ku?"

Air mata Zahra luruh. Semenjak menikah tak pernah merasakan kehangatan dari sang suami, bahkan akhir-akhir ini Aidin cenderung menjauhinya. Mereka hanya terlihat mesra jika datang ke rumah mertua. 

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Zahra melepas mukena. Seperti setiap pagi, ia mengambil baju kotor yang ada di keranjang. 

Beberapa baju terangkat. Zahra menemukan beberapa kertas yang tercecer di bawah, dan itu berasal dari jas Aidin yang dipakai semalam.

"Apa ini?" Memungutnya satu-persatu lalu membacanya. Dadanya terasa sesak melihat beberapa brosur dan nota belanja itu. Bukan jumlahnya yang fantastis, namun nama barang-barang yang dibeli Aidin yang membuat dada Zahra meletup-letup. 

Zahra keluar menghampiri Aidin yang masih terlelap. 

"Mas bangun! Sudah subuh," bisik Zahra dengan suara lembut. Menggoyang-goyangkan lengan sang suami. 

Hingga beberapa kali, akhirnya Aidin membuka mata. 

"Apa sih, gangguin aja," ucap Aidin memiringkan tubuhnya tanpa ingin bangun. 

"Tapi ini sudah subuh, Mas. Bangun!" Suara Zahra terdengar menderu hingga Aidin merasa risih dan akhirnya terbangun. 

Aidin menatap Zahra dengan tatapan tajam. "Lain Kali  bisa kan, kamu gak ganggu aku. Nanti juga bangun sendiri." 

Aidin meninggalkan Zahra. 

"Oh iya, bikinin aku sarapan," ucap Aidin yang sudah sedikit menjauh. 

"Tapi uangku habis buat belanja kemarin, dan bulan ini aku belum gajian," ucap Zahra lantang. 

Aidin membalikkan tubuhnya. "Bukankah kamu mendapatkan uang dari papa setiap bulan? Lalu untuk apa uang itu?"

"Selama ini aku gak pernah terima uang dari papa. Aku gak mau melibatkan orang lain dalam rumah tangga kita. Aku hanya ingin uang dari kamu."

"Aku belum ambil uang."

Zahra mendekati Aidin dan menunjukkan beberapa nota belanja yang ia temukan dari saku sang suami. 

"Lalu apa ini? Kamu belanja menghabiskan berpuluh-puluh juta hanya untuk orang lain, sedangkan untuk aku, kamu tidak pernah memberikan uang untukku sedikit saja."

"Dari mana kamu dapat itu?" Aidin terlihat gugup. Ia merebut kertas yang ada di tangan Zahra. 

"Kamu gak perlu tahu aku dapat dari mana. Sebenarnya kamu belanja itu semua untuk siapa? Apa kamu memiliki wanita lain?"

"Kamu ngomong apa sih. Ini belanja buat keperluan kantor," elak Aidin meninggalkan Zahra. Menghindari tatapan wanita itu yang tampak mengintimidasi.

Dilihat dari barang-barang yang ada di tulisan itu memang ada keperluan kantor, namun tetap saja Zahra tak percaya begitu saja dengan ucapan Aidin. Sebab, ia menemukan tulisan barang wanita, bahkan beberapa adalah nama tas branded.

Zahra duduk di sofa. Mengusap setiap cairan bening yang mengalir membasahi pipinya. 

Aku punya kesabaran yang terbatas. Dan aku bisa menyerah jika kamu terus seperti ini. 

Beberapa Menit kemudian, Aidin keluar menghampiri Zahra yang masih berada di ruang tengah.

Pria itu nampak rapi. Memakai jas dan juga membawa map di tangannya.

"Aku mau ke kantor, dan sepertinya hari ini akan pulang agak malam."  

"Ini hari minggu, Mas. Apa kamu lupa?"

"Gak, aku memang ada kerjaan yang harus aku urus sekarang juga."

Membantah seperti apapun, Zahra tetap kalah saat berdebat dengan Aidin yang memiliki seribu alasan untuk bisa keluar. 

"Aku akan bilang ke papa, kalau hari ini aku butuh kamu di rumah."

Aidin mencengkram erat lengan Zahra hingga membuat sang empu meringis. 

"Kalau kamu berani bilang pada papa, aku akan meminta mama Delia untuk menjemputmu dan menjualmu, apa kamu mau seperti dia. Menjadi wanita malam yang setiap hari harus melayani laki-laki hidung belang."

Zahra menggeleng cepat, ketakutan yang tak pernah berujung membuatnya selalu patuh pada Aidin. Kehidupan mamanya yang bertolak belakang menjadi pemicu Zahra menjadi wanita yang penurut pada sang suami.

Terpopuler

Comments

Truely Jm Manoppo

Truely Jm Manoppo

Zahra ... jangan menyerah.
Betul kesabaran ada batasnya.

2024-01-26

0

Sur Anastasya

Sur Anastasya

dasarr kejam bikin ada laki2 lain yang LBH mncintai Zahra biar yaho aidin

2023-12-30

0

Ul Faa

Ul Faa

dinginnnn

2023-02-07

0

lihat semua
Episodes
1 Jarang pulang
2 Nota belanja
3 Kenyataan pahit
4 Sakit perut
5 Dirawat
6 Ke luar kota
7 Kepergok
8 Pertemuan Zahra dan Azka
9 Marah tanpa sebab
10 Penyatuan
11 Bukti dari Delia
12 Curiga
13 Fakta yang menyakitkan
14 Hilangnya Zahra
15 Mencari Zahra
16 Ancaman pak Herman
17 Rencana Zahra dan Bu Lilian
18 Ulah Amera
19 Mengadu
20 Kacau
21 Menjemput Zahra
22 Kalah telak
23 Permintaan pak Herman
24 Kemarahan Darren
25 Permintaan pak Herman 2
26 Memberikan kekuasaan
27 Ide baru
28 Pembohong ulung
29 Tinggal di rumah Aidin
30 Positif
31 Sikap Zahra yang berbeda
32 Perubahan mama Delia
33 Ketakutan Aidin
34 Menjalankan misi
35 Cemburu
36 Perubahan Zahra
37 Menyerah
38 Seperti mimpi
39 Tak sengaja bertemu
40 Rasa sesal
41 Bimbang
42 Membeli kado
43 Putus dan mundur
44 Kepergian Zahra
45 Mencari Zahra
46 Mengambil alih
47 Aneh
48 Kehamilan simpatik
49 Kabar kehamilan
50 Siasat Aidin
51 Terkapar
52 Perjuangan
53 Ke rumah sakit
54 Hampir saja
55 Pergi Ke Australia
56 Petunjuk
57 Persalinan
58 Kekuatan cinta
59 Ujian lagi
60 Pantang menyerah
61 Rencana mama Delia
62 Negatif
63 Mengungkap masa lalu
64 Hampir salah paham
65 Restu Delia
66 Uang tahun
67 Usil
68 Pendapat
69 Kado dari ayah
70 Pak Herman pulang
71 Menumpahkan susu kental
72 Dugaan yang salah
73 Selalu ketahuan
74 Pulang
75 Berkunjung ke rumah Adinata
76 Tertunda lagi
77 Akhirnya lembur juga
78 Salah paham
79 Percaya
80 Ujian baru
81 Siasat
82 Detik-detik kehancuran Amera
83 Kehancuran
84 Kembali aman
85 Perasaan Abg
86 Makin cemas
87 Cerewet
88 Cemburu
89 Kagum
90 Rencana pesta
91 Pup
92 20 tahun yang lalu
93 Mulai misi
94 Titik terang
95 Pesta 1
96 Pesta 2
97 Pesta 3
98 Keberanian Zahra
99 Pengumuman
100 Hukuman yang tertunda
101 Tanda-tanda
102 Terungkap
103 Ragu
104 Terima
105 Kemarahan di pagi buta
106 Saling berbohong
107 Perjodohan
108 Rencana Cherly
109 Pamit
110 Zada Kamila
111 Ditunda
112 Awal pertemuan
113 Pesta 2Z
114 Kepergian Cherly
115 Insya Allah amanah
116 Sahabat adiknya
117 Akhir cerita
Episodes

Updated 117 Episodes

1
Jarang pulang
2
Nota belanja
3
Kenyataan pahit
4
Sakit perut
5
Dirawat
6
Ke luar kota
7
Kepergok
8
Pertemuan Zahra dan Azka
9
Marah tanpa sebab
10
Penyatuan
11
Bukti dari Delia
12
Curiga
13
Fakta yang menyakitkan
14
Hilangnya Zahra
15
Mencari Zahra
16
Ancaman pak Herman
17
Rencana Zahra dan Bu Lilian
18
Ulah Amera
19
Mengadu
20
Kacau
21
Menjemput Zahra
22
Kalah telak
23
Permintaan pak Herman
24
Kemarahan Darren
25
Permintaan pak Herman 2
26
Memberikan kekuasaan
27
Ide baru
28
Pembohong ulung
29
Tinggal di rumah Aidin
30
Positif
31
Sikap Zahra yang berbeda
32
Perubahan mama Delia
33
Ketakutan Aidin
34
Menjalankan misi
35
Cemburu
36
Perubahan Zahra
37
Menyerah
38
Seperti mimpi
39
Tak sengaja bertemu
40
Rasa sesal
41
Bimbang
42
Membeli kado
43
Putus dan mundur
44
Kepergian Zahra
45
Mencari Zahra
46
Mengambil alih
47
Aneh
48
Kehamilan simpatik
49
Kabar kehamilan
50
Siasat Aidin
51
Terkapar
52
Perjuangan
53
Ke rumah sakit
54
Hampir saja
55
Pergi Ke Australia
56
Petunjuk
57
Persalinan
58
Kekuatan cinta
59
Ujian lagi
60
Pantang menyerah
61
Rencana mama Delia
62
Negatif
63
Mengungkap masa lalu
64
Hampir salah paham
65
Restu Delia
66
Uang tahun
67
Usil
68
Pendapat
69
Kado dari ayah
70
Pak Herman pulang
71
Menumpahkan susu kental
72
Dugaan yang salah
73
Selalu ketahuan
74
Pulang
75
Berkunjung ke rumah Adinata
76
Tertunda lagi
77
Akhirnya lembur juga
78
Salah paham
79
Percaya
80
Ujian baru
81
Siasat
82
Detik-detik kehancuran Amera
83
Kehancuran
84
Kembali aman
85
Perasaan Abg
86
Makin cemas
87
Cerewet
88
Cemburu
89
Kagum
90
Rencana pesta
91
Pup
92
20 tahun yang lalu
93
Mulai misi
94
Titik terang
95
Pesta 1
96
Pesta 2
97
Pesta 3
98
Keberanian Zahra
99
Pengumuman
100
Hukuman yang tertunda
101
Tanda-tanda
102
Terungkap
103
Ragu
104
Terima
105
Kemarahan di pagi buta
106
Saling berbohong
107
Perjodohan
108
Rencana Cherly
109
Pamit
110
Zada Kamila
111
Ditunda
112
Awal pertemuan
113
Pesta 2Z
114
Kepergian Cherly
115
Insya Allah amanah
116
Sahabat adiknya
117
Akhir cerita

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!