Pertemuan Zahra dan Azka

Di rumah yang mewah dengan perabot yang serba mahal itu sangat sepi. Sering kali Zahra menghabiskan waktunya dengan bermain ponsel. Namun, kali ini ia jenuh dan memilih pergi menikmati indahnya pemandangan luar. Mengisi hatinya yang dipenuhi kekosongan. 

Tak jauh, Kirana dan Zahra berada di taman kota. Melihat anak-anak berlarian saja sudah menjadi pemandangan epik baginya. 

Seandainya aku dan mas Aidin punya anak, pasti dia bisa mencintaiku.

Mengelus perutnya. Membayangkan ada malaikat kecil di tengah-tengah keluarganya yang bisa mengeratkan hubungannya. Juga menjadi bukti atas ucapan sakral yang pernah diucapkan Aidin di depan penghulu. 

"Jangan pernah berpikir kamu punya anak, Za," sahut Kirana mengikuti ke mana arah mata Zahra memandang. Ia bisa membaca dari sorot mata sang sahabat yang menyimpan beberapa harapan. 

Zahra menggeser tubuhnya. Memberi ruang untuk sahabatnya duduk. Membantu Kirana meletakkan makanan yang dibawa. 

"Memangnya kamu tahu apa yang aku pikirkan?"

Zahra membuka eskrim rasa vanila. Mengaduk-aduk tanpa ingin menyuap. Sebab, teringat wejangan dokter yang tak memperbolehkannya makan sembarangan. 

"Kamu berhak bahagia, Za. Banyak laki-laki yang lebih baik dari Aidin, untuk apa kamu mempertahankan laki-laki yang jahat seperti dia." 

Zahra tersenyum, mengingat kebaikan Aidin sebelum pergi. 

"Aku mencintainya, dia satu-satunya laki-laki yang menerimaku tanpa melihat status mama. Mas Aidin tidak seburuk yang kamu kira."

Cinta, itulah yang membuat Zahra bertahan hingga saat ini. Meskipun tak mendapat balasan, tetap saja ingin berjuang dengan rumah tangganya. 

Sebuah bola menggelinding di kaki Zahra membuat sang empu mengalihkan pandangan. Zahra memungutnya lalu menatap anak kecil yang berlari ke arahnya. 

"Bola ini punya kamu?" Zahra merangkul bocah yang nampak malu-malu itu. 

Bocah itu mengangguk tanpa suara. Menerima bola dari tangan Zahra lalu kembali berlari menjauh. Melambaikan tangannya saat berada di pelukan sang ibu.

Suasana taman semakin ramai. Zahra melangkahkan kakinya. Menghampiri beberapa anak yang bermain ayunan, hatinya yang telah lama membeku kini mencair hanya dengan bercanda bersama mereka. 

Tak  sengaja, Zahra melihat seorang pria tampan sedang berjalan tak jauh dari tempat nya duduk. 

"Mas azka," panggil Zahra yang membuat sang pemilik nama menoleh ke arahnya. 

Sama seperti Zahra, Azka pun tersenyum renyah lalu menghampirinya.

"Kamu di sini juga?" tanya Azka berdiri di antara mereka yang ada di sisi Zahra. 

Zahra hanya menganggukkan kepalanya pelan.

Mata Azka tak terlihkan dari wajah Zahra yang tampak cantik dengan make up tipisnya. Hijabnya yang berwarna coklat matang itu terlihat kontras dengan warna pipinya yang sangat putih. Ini adalah pertemuan kedua mereka setelah sekian lama putus hubungan. Zahra maupun Azka tak saling bertemu dikarenakan sibuk dengan urusan masing-masing. Kedua orang tua Azka mengirim pria itu ke luar negeri untuk melanjutkan kuliah, sedangkan setelah Zahra memberi keputusan memilih Aidin pun tak pernah menghubungi Azka. 

Zahra masih terlihat canggung. Terus menundukkan kepalanya menghindari tatapan dari pria lain yang bukan mahram. 

"Mas Azka di sini dengan siapa?" Zahra mengawali pembicaraan. Kedua tangannya yang saling terpaut menunjukkan gadis itu masih malu-malu. 

"Seperti yang kau lihat, aku sendirian," jawab Azka melangkahkan kakinya lalu duduk di kursi yang ada di bawah pohon beringin.

"Duduk sini, Za. Aku gak akan ngapa-ngapain kamu, kok."

Zahra menatap Kirana lalu menghampiri Azka. Mereka duduk saling berhadapan. 

"Kamu belum punya anak?" tanya Azka. 

Zahra menggeleng. 

"Maaf, aku gak tahu." 

Hening

Keduanya tak saling bicara, jika Azka takut salah mengajukan pertanyaan, Zahra lebih takut dengan pertemuannya. Takut kalau keluarga Azka melihat mereka pasti akan marah dan menganggapnya wanita murahan seperti yang pernah terlontar dari sudut bibir ibunya. 

"Apa kamu bahagia menikah dengan Aidin?" 

Kenapa mas Azka bertanya seperti itu? Zahra hanya mengucap dalam hati. Ia tak ingin berbicara yang ujung-ujungnya akan menyangkut tentang rumah tangganya. 

"Bahagia, Mas Aidin itu baik. Dia tidak pernah sekali pun marah ataupun kasar padaku. Tapi bukan cuma itu yang membuatku nyaman berada di keluarga Adijaya." 

"Lalu?" selak Azka dengan cepat. 

"Kedua orang tua mas Aidin sangat menyayangiku. Papa dan mama tidak pernah membedakan aku dengan kak Keysa. Mereka tidak mempermasalahkan tentang pekerjaan mama." 

Azka membius bibirnya. Mencerna setiap kata yang meluncur dari bibir Zahra. 

"Maaf, Mas. Aku harus pulang, sudah sore." Zahra pergi meninggalkan Azka yang masih dipenuhi tanda tanya. 

Ucapan Zahra seperti sebuah sindiran baginya. Mengingat ibunya yang pernah mengatakan padanya kalau Zahra itu anak dari seorang pe lacur. 

Azka segera meninggalkan taman. Melajukan mobilnya menuju rumah. 

Tin tin

Suara klakson memburu membuat sang penjaga gugup. Mereka berbondong-bondong membuka gerbang saat melihat mobil mewah berhenti di depannya. 

Pak satpam sampai mengucap istighfar saat melihat mobil Azka melesat masuk dengan gegabah, bahkan hampir menyerempet tubuhnya. 

Azka bergegas masuk menghampiri mamanya yang ada di ruang tengah. 

"Apa mama yang menyuruh Zahra untuk memutuskan aku?" tanya Azka tiba-tiba. 

Bu tyas tersenyum, itu bukan lagi hal yang penting karena hanya masa lalu, sedangkan saat ini Azka sudah memiliki tunangan dari putri orang terpandang. 

"Tidak, mungkin dia sadar diri. Dia itu dilahirkan dari perempuan gak bener, dan mama yakin buah tak akan jatuh dari pohonnya. Dia hanya mengenakan hijab sebagai topeng untuk mengelabui setiap laki-laki, termasuk kamu." 

Bu tyas pergi melintasi tubuh tegap Azka yang mematung di samping kursi. 

"Tapi, Ma __" Seketika itu bu Tyas membalikkan tubuhnya. Mengangkat satu tangannya memberikan kode pada Azka untuk diam. 

"Jangan pernah membahas dia lagi. Mama  tidak suka. Kalau Zahra benar-benar mencintaimu, pasti dia akan berjuang. Tapi apa, dia malah memilih laki-laki lain. Itu artinya dia memang tergiur dengan harta, bukan kebaikan kamu." Bu tyas kembali meyakinkan.

Benar juga apa kata mama, jika Zahra mencintaiku, pasti dia tidak akan memilih Aidin. 

Di sisi Lain

Sebuah tamparan mendarat di pipi mulus Zahra. Ia tak bisa menghindar dari amukan wanita cantik yang ada di depannya. 

"Kamu siapa?" tanya  Zahra yang memang tidak tahu. Menahan rasa sakit akibat tangan wanita itu. 

Wanita itu menyunggingkan bibirnya lalu melipat kedua tangannya. 

"Kamu tidak perlu tahu siapa aku. Tapi jangan harap bisa mendekati Azka lagi, dia adalah tunangan ku." 

Zahra semakin bingung dengan ucapan wanita itu, tak pernah sedikitpun terselip ingin kembali atau mendekati Azka seperti yang diucapkan wanita itu. 

"Maaf, Nona. Aku hanya mengobrol dengan dia, itu saja. Lagipula kami tidak membahas apa-apa." 

"Aku peringatkan sekali lagi, jangan pernah mendekati Azka, atau kamu akan berurusan denganku."

Percuma berdebat dengan orang yang salah paham. Zahra memilih pergi, tak menghiraukan teriakan wanita itu. 

Terpopuler

Comments

Tri Puji Hastuti

Tri Puji Hastuti

semoga beda sama yg lain ...endingnya Azka dan Zahra bersatu dng bahagia dan meninggalkan luka bagi yg mereka yg menyakiti...

2022-11-19

0

Yen Margaret Purba

Yen Margaret Purba

nasibe Zahra ya ngenes

2022-10-05

0

Sukliang

Sukliang

bapa thor buat critazahra di mana2 di tabok

2022-08-29

0

lihat semua
Episodes
1 Jarang pulang
2 Nota belanja
3 Kenyataan pahit
4 Sakit perut
5 Dirawat
6 Ke luar kota
7 Kepergok
8 Pertemuan Zahra dan Azka
9 Marah tanpa sebab
10 Penyatuan
11 Bukti dari Delia
12 Curiga
13 Fakta yang menyakitkan
14 Hilangnya Zahra
15 Mencari Zahra
16 Ancaman pak Herman
17 Rencana Zahra dan Bu Lilian
18 Ulah Amera
19 Mengadu
20 Kacau
21 Menjemput Zahra
22 Kalah telak
23 Permintaan pak Herman
24 Kemarahan Darren
25 Permintaan pak Herman 2
26 Memberikan kekuasaan
27 Ide baru
28 Pembohong ulung
29 Tinggal di rumah Aidin
30 Positif
31 Sikap Zahra yang berbeda
32 Perubahan mama Delia
33 Ketakutan Aidin
34 Menjalankan misi
35 Cemburu
36 Perubahan Zahra
37 Menyerah
38 Seperti mimpi
39 Tak sengaja bertemu
40 Rasa sesal
41 Bimbang
42 Membeli kado
43 Putus dan mundur
44 Kepergian Zahra
45 Mencari Zahra
46 Mengambil alih
47 Aneh
48 Kehamilan simpatik
49 Kabar kehamilan
50 Siasat Aidin
51 Terkapar
52 Perjuangan
53 Ke rumah sakit
54 Hampir saja
55 Pergi Ke Australia
56 Petunjuk
57 Persalinan
58 Kekuatan cinta
59 Ujian lagi
60 Pantang menyerah
61 Rencana mama Delia
62 Negatif
63 Mengungkap masa lalu
64 Hampir salah paham
65 Restu Delia
66 Uang tahun
67 Usil
68 Pendapat
69 Kado dari ayah
70 Pak Herman pulang
71 Menumpahkan susu kental
72 Dugaan yang salah
73 Selalu ketahuan
74 Pulang
75 Berkunjung ke rumah Adinata
76 Tertunda lagi
77 Akhirnya lembur juga
78 Salah paham
79 Percaya
80 Ujian baru
81 Siasat
82 Detik-detik kehancuran Amera
83 Kehancuran
84 Kembali aman
85 Perasaan Abg
86 Makin cemas
87 Cerewet
88 Cemburu
89 Kagum
90 Rencana pesta
91 Pup
92 20 tahun yang lalu
93 Mulai misi
94 Titik terang
95 Pesta 1
96 Pesta 2
97 Pesta 3
98 Keberanian Zahra
99 Pengumuman
100 Hukuman yang tertunda
101 Tanda-tanda
102 Terungkap
103 Ragu
104 Terima
105 Kemarahan di pagi buta
106 Saling berbohong
107 Perjodohan
108 Rencana Cherly
109 Pamit
110 Zada Kamila
111 Ditunda
112 Awal pertemuan
113 Pesta 2Z
114 Kepergian Cherly
115 Insya Allah amanah
116 Sahabat adiknya
117 Akhir cerita
Episodes

Updated 117 Episodes

1
Jarang pulang
2
Nota belanja
3
Kenyataan pahit
4
Sakit perut
5
Dirawat
6
Ke luar kota
7
Kepergok
8
Pertemuan Zahra dan Azka
9
Marah tanpa sebab
10
Penyatuan
11
Bukti dari Delia
12
Curiga
13
Fakta yang menyakitkan
14
Hilangnya Zahra
15
Mencari Zahra
16
Ancaman pak Herman
17
Rencana Zahra dan Bu Lilian
18
Ulah Amera
19
Mengadu
20
Kacau
21
Menjemput Zahra
22
Kalah telak
23
Permintaan pak Herman
24
Kemarahan Darren
25
Permintaan pak Herman 2
26
Memberikan kekuasaan
27
Ide baru
28
Pembohong ulung
29
Tinggal di rumah Aidin
30
Positif
31
Sikap Zahra yang berbeda
32
Perubahan mama Delia
33
Ketakutan Aidin
34
Menjalankan misi
35
Cemburu
36
Perubahan Zahra
37
Menyerah
38
Seperti mimpi
39
Tak sengaja bertemu
40
Rasa sesal
41
Bimbang
42
Membeli kado
43
Putus dan mundur
44
Kepergian Zahra
45
Mencari Zahra
46
Mengambil alih
47
Aneh
48
Kehamilan simpatik
49
Kabar kehamilan
50
Siasat Aidin
51
Terkapar
52
Perjuangan
53
Ke rumah sakit
54
Hampir saja
55
Pergi Ke Australia
56
Petunjuk
57
Persalinan
58
Kekuatan cinta
59
Ujian lagi
60
Pantang menyerah
61
Rencana mama Delia
62
Negatif
63
Mengungkap masa lalu
64
Hampir salah paham
65
Restu Delia
66
Uang tahun
67
Usil
68
Pendapat
69
Kado dari ayah
70
Pak Herman pulang
71
Menumpahkan susu kental
72
Dugaan yang salah
73
Selalu ketahuan
74
Pulang
75
Berkunjung ke rumah Adinata
76
Tertunda lagi
77
Akhirnya lembur juga
78
Salah paham
79
Percaya
80
Ujian baru
81
Siasat
82
Detik-detik kehancuran Amera
83
Kehancuran
84
Kembali aman
85
Perasaan Abg
86
Makin cemas
87
Cerewet
88
Cemburu
89
Kagum
90
Rencana pesta
91
Pup
92
20 tahun yang lalu
93
Mulai misi
94
Titik terang
95
Pesta 1
96
Pesta 2
97
Pesta 3
98
Keberanian Zahra
99
Pengumuman
100
Hukuman yang tertunda
101
Tanda-tanda
102
Terungkap
103
Ragu
104
Terima
105
Kemarahan di pagi buta
106
Saling berbohong
107
Perjodohan
108
Rencana Cherly
109
Pamit
110
Zada Kamila
111
Ditunda
112
Awal pertemuan
113
Pesta 2Z
114
Kepergian Cherly
115
Insya Allah amanah
116
Sahabat adiknya
117
Akhir cerita

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!