Rencana Zahra dan Bu Lilian

''Penghuni baru, Neng?'' sapa ibu-ibu berdaster saat melihat Zahra menyapu di teras. 

Mereka menatap Zahra seraya berbisik-bisik dengan yang lainnya.

Zahra tersenyum, ''Iya Bu, baru semalam saya pindah di sini,'' jawab Zahra ramah. Menyapa tetangga yang berkumpul di samping tempatnya saat ini.

''Janda?'' terka yang lainnya. Sebab, mereka tidak melihat seorang pria yang tinggal bersama Zahra. 

Zahra bingung harus menjawab apa, tidak mungkin ia berkata iya, sedangkan saat ini masih punya suami, lagi pula setiap ucapan adalah doa, dan dari lubuk hati terdalam, ia tidak ingin status itu tersemat padanya. 

''Maaf, Bu. Masakan saya gosong.'' 

Zahra segera masuk menghindari pertanyaan yang tak bisa dijawab. Menyandarkan punggungnya di belakang pintu dan mengelus dadanya, setidaknya hari ini ia selamat dari pertanyaan tetangga yang memberondong.

Setelah keluar dari rumah Azka, Zahra terus mengayunkan kakinya yang terasa lentur.  Ia tidak menghubungi siapapun termasuk Kirana dan mama Delia. Baginya harus bisa berdiri sendiri tanpa bantuan orang lain, Zahra juga tidak ingin dikasihani. Akhirnya ia menemukan kos murah dan bisa membayar di akhir bulan. 

''Aku tidak bisa diam seperti ini. Mas Aidin sudah berzina dan aku harus menyadarkan dia sebelum benar-benar meninggalkannya.'' 

Cinta, rasa itu memang mulai surut, namun Zahra tidak bisa mengabaikan perbuatan Aidin yang terlewat batas. Ia mencari cara untuk menyadarkan suami nya setelah itu bisa pergi dengan bebas tanpa beban. 

''Permisi, Neng,'' teriak seseorang dari luar membuyarkan Zahra yang melamun. Ia membuka pintu. Ternyata itu adalah ibu kos. 

''Iya Bu, ada apa?"

''Saya cuma mau bilang kalau di tempat ini ada beberapa peraturan yang harus dipatuhi oleh semua warga.'' 

Zahra mengangguk tanpa bertanya. 

''Pertama, tidak boleh membawa laki-laki yang bukan mahram. Kedua, tidak boleh saling bertengkar, harus berdamai. Kalau ada masalah dengan tetangga, cepat selesaikan. Ketiga, tidak boleh melakukan kejahatan, baik pada sesama manusia maupun makhluk lain, paham.'' 

Lucu juga peraturan yang ketiga.

''Paham, Bu. Dan Insya Allah saya akan selalu mengingat pesan ibu. Sekali lagi terima kasih sudah mengizinkan saya tinggal di sini.''  

''Baiklah, kalau begitu saya permisi, ingat juga, kamu baru membayar sewa satu bulan ya.''

''Iya, Bu.'' 

Zahra menggeleng pelan, menatap punggung ibu kos yang hampir menjauh. 

''Aku harus bekerja, tidak mungkin aku diam di rumah, siapa yang akan membiayai hidupku.'' 

Setelah membereskan pekerjaan rumah, Zahra pergi ke restoran dengan naik angkot.

''Di sini, Non,'' sapa sang sopir sambil membaca tulisan yang terpampang di sisi jalan.

''Iya Pak, terima kasih.''

Setelah membayar ongkosnya, Zahra turun. Ternyata ia sudah disambut sang sahabat yang menunggu digerbang masuk. 

Kirana berhamburan memeluk Zahra. Ia khawatir dengan wanita itu setelah mendapat kabar bahwa Zahra tidak pulang ke rumah. 

''Kamu tinggal di mana, Za?'' tanya Kirana terputus-putus. Sebagai sahabat, ia ikut prihatin dengan keadaan Zahra yang jauh dari kata bahagia. 

''Tenang saja, aku baik dan sudah mendapatkan tempat tinggal yang aman.'' 

''Yakin?'' tanya Kirana memastikan. 

Zahra mengangguk tanpa suara. Berjalan bersejajar masuk ke restoran. 

''Oh iya Ki, aku pinjam baju mu ya, kapan-kapan aku balikin lagi.'' 

Kirana langsung mengangguk cepat. 

Aku tidak mungkin pulang ke rumah. Bagaimana kalau mas Aidin marah padaku. Lebih baik aku hidup sendiri sampai waktu yang aku nanti datang. 

Kirana yang sudah hampir mengelap meja kembali menghampiri Zahra yang nampak cemas. 

''Kemarin Aidin mencarimu di rumahku.''

Zahra tidak terkejut sedikitpun. Sebab, ia tahu tujuan Aidin mencarinya. Pasti karena takut kedudukannya digeser oleh pak Herman. 

''Dia bilang apa?'' Zahra berbicara datar. 

''Dia cuma tanya, apa Zahra tidak menginap di sini?'' Kirana menirukan gaya Aidin saat berbicara. 

''Wajahnya kacau, bajunya juga amburadul, sepertinya dia gak mandi.''

Dia kacau bukan karena aku, tapi takut kehilangan jabatannya.

Jika mengingat malam itu, hati Zahra tersayat. Ia tidak tahu lagi jalan pikiran Aidin saat ini yang tega berbuat seperti itu. 

''Sebenarnya kamu dan dia ada masalah apa sampai pergi dari rumah.'' 

''Tidak ada, hanya masalah kecil. Aku cuma ingin hidup sendiri.'' 

Zahra menumpuk piring bersih karena restoran sudah mulai dibuka, chef yang bertugas pun sudah menyiapkan masakan mereka. 

''Zahra, di depan ada yang mencarimu,'' ucap salah satu waitres yang berjaga di depan. 

''Baiklah, aku akan keluar,'' jawab Zahra. Dalam hati menerka-nerka siapa yang datang. Padahal, selama ini tidak ada yang peduli dengan apa yang ia lakukan, apalagi mencarinya. Apa mungkin itu Aidin? Ia tidak takut pada siapapun, sekalipun itu adalah suaminya, ia siap menghadapinya. 

Zahra berjalan pelan menatap punggung wanita cantik yang duduk di kursi bagian depan. Senyumnya  mengembang melihat wanita yang tak asing baginya. 

''Mama,'' teriak Zahra yang membuat wanita itu menoleh. Ternyata itu adalah bu Lilian. 

Tangis keduanya pecah saat Zahra memeluk mama mertuanya. Menumpahkan air matanya yang ia tahan di pelupuk. 

''Kamu yang sabar ya, Za.'' 

Zahra menarik kursi mempersilakan mamanya duduk. 

Bu Lilian meraih tangan Zahra dan menggenggamnya. ''Maafkan Aidin, dia sudah menghancurkan hidupmu. Merenggut masa mudamu dan juga mas dapanmu, sekarang mama tidak akan melarang kamu untuk berpisah dengan dia. Kamu berhak bahagia, Nak.'' 

Zahra menunduk. Dari lubuk hati terdalam, ada rasa berat yang menyelimuti. Namun, ia pun tak bisa mengikat Aidin untuk bisa bertahan dengan sebuah pernikahan. 

''Aku akan berpisah dengan mas Aidin, tapi dengan dua syarat.'' 

''Apa?'' tanya bu Lilian antusias. 

''Syarat yang pertama, mama tidak boleh mengambil apapun dari mas Aidin, termasuk posisinya sebagai direktur utama. Dan syarat yang kedua, Mama sadarkan mas Aidin bahwa berzina itu adalah dosa besar, selalu ingatkan dia untuk tidak melakukan itu lagi. Restui hubungan mas Aidin dan kekasihnya, dengan begitu mereka akan lepas dari dosa.'' 

Bu Lilian membius bibirnya. Sebenarnya ia pun tidak berhak memutuskan apapun pada Aidin, namun demi menenangkan hati Zahra, bu Lilian tetap mengangguk. 

Waktu terus bergulir, jam sudah menunjukkan pukul empat sore, dan sudah saatnya para pegawai pulang. Zahra merapikan penampilannya. Ia langsung mengambil tas dan keluar. Berjalan menyusuri ruas jalan menuju pangkalan ojek. 

''Ke mana, Neng?'' tanya kang ojek sembari memberikan helm pada Zahra. 

''Ke gang melayu, Kang,'' jawab Zahra lalu duduk di jok belakang.

Zahra turun lalu membayar ongkos. Ia melanjutkan jalannya ke arah rumah. Tanpa disadari, sebuah mobil mewah berhenti di tempat ojek saat menghentikan motornya. Seorang pria bertubuh kekar menatap punggung Zahra yang mulai menjauh, lalu menempelkan ponsel di telinganya. 

"Saya sudah menemukan Nona Zahra, Bos. Dia tinggal di gang melayu. Tepatnya di kos-kosan.'' 

Setelah berbicara dengan bos nya, pria itu kembali melajukan mobilnya. 

Terpopuler

Comments

Sarini Sadjam

Sarini Sadjam

Zahra bego...apa polos terlalu baik..males jadinya. kesan terlalu merendahkan..
diri sendiri

2022-11-03

1

Endang Oke

Endang Oke

ada perempuan aneh kata zahra. ky nsnudia jadu jadian. mana ada istri ky gitu. halu banget.

2022-09-19

2

Nurul Indarti

Nurul Indarti

maaf baru kali ini aku baca novel yg perempuannya itu tersakiti tp masih aja guoblok....lemah..mendzolimi diri sendiri..huhf

2022-09-16

0

lihat semua
Episodes
1 Jarang pulang
2 Nota belanja
3 Kenyataan pahit
4 Sakit perut
5 Dirawat
6 Ke luar kota
7 Kepergok
8 Pertemuan Zahra dan Azka
9 Marah tanpa sebab
10 Penyatuan
11 Bukti dari Delia
12 Curiga
13 Fakta yang menyakitkan
14 Hilangnya Zahra
15 Mencari Zahra
16 Ancaman pak Herman
17 Rencana Zahra dan Bu Lilian
18 Ulah Amera
19 Mengadu
20 Kacau
21 Menjemput Zahra
22 Kalah telak
23 Permintaan pak Herman
24 Kemarahan Darren
25 Permintaan pak Herman 2
26 Memberikan kekuasaan
27 Ide baru
28 Pembohong ulung
29 Tinggal di rumah Aidin
30 Positif
31 Sikap Zahra yang berbeda
32 Perubahan mama Delia
33 Ketakutan Aidin
34 Menjalankan misi
35 Cemburu
36 Perubahan Zahra
37 Menyerah
38 Seperti mimpi
39 Tak sengaja bertemu
40 Rasa sesal
41 Bimbang
42 Membeli kado
43 Putus dan mundur
44 Kepergian Zahra
45 Mencari Zahra
46 Mengambil alih
47 Aneh
48 Kehamilan simpatik
49 Kabar kehamilan
50 Siasat Aidin
51 Terkapar
52 Perjuangan
53 Ke rumah sakit
54 Hampir saja
55 Pergi Ke Australia
56 Petunjuk
57 Persalinan
58 Kekuatan cinta
59 Ujian lagi
60 Pantang menyerah
61 Rencana mama Delia
62 Negatif
63 Mengungkap masa lalu
64 Hampir salah paham
65 Restu Delia
66 Uang tahun
67 Usil
68 Pendapat
69 Kado dari ayah
70 Pak Herman pulang
71 Menumpahkan susu kental
72 Dugaan yang salah
73 Selalu ketahuan
74 Pulang
75 Berkunjung ke rumah Adinata
76 Tertunda lagi
77 Akhirnya lembur juga
78 Salah paham
79 Percaya
80 Ujian baru
81 Siasat
82 Detik-detik kehancuran Amera
83 Kehancuran
84 Kembali aman
85 Perasaan Abg
86 Makin cemas
87 Cerewet
88 Cemburu
89 Kagum
90 Rencana pesta
91 Pup
92 20 tahun yang lalu
93 Mulai misi
94 Titik terang
95 Pesta 1
96 Pesta 2
97 Pesta 3
98 Keberanian Zahra
99 Pengumuman
100 Hukuman yang tertunda
101 Tanda-tanda
102 Terungkap
103 Ragu
104 Terima
105 Kemarahan di pagi buta
106 Saling berbohong
107 Perjodohan
108 Rencana Cherly
109 Pamit
110 Zada Kamila
111 Ditunda
112 Awal pertemuan
113 Pesta 2Z
114 Kepergian Cherly
115 Insya Allah amanah
116 Sahabat adiknya
117 Akhir cerita
Episodes

Updated 117 Episodes

1
Jarang pulang
2
Nota belanja
3
Kenyataan pahit
4
Sakit perut
5
Dirawat
6
Ke luar kota
7
Kepergok
8
Pertemuan Zahra dan Azka
9
Marah tanpa sebab
10
Penyatuan
11
Bukti dari Delia
12
Curiga
13
Fakta yang menyakitkan
14
Hilangnya Zahra
15
Mencari Zahra
16
Ancaman pak Herman
17
Rencana Zahra dan Bu Lilian
18
Ulah Amera
19
Mengadu
20
Kacau
21
Menjemput Zahra
22
Kalah telak
23
Permintaan pak Herman
24
Kemarahan Darren
25
Permintaan pak Herman 2
26
Memberikan kekuasaan
27
Ide baru
28
Pembohong ulung
29
Tinggal di rumah Aidin
30
Positif
31
Sikap Zahra yang berbeda
32
Perubahan mama Delia
33
Ketakutan Aidin
34
Menjalankan misi
35
Cemburu
36
Perubahan Zahra
37
Menyerah
38
Seperti mimpi
39
Tak sengaja bertemu
40
Rasa sesal
41
Bimbang
42
Membeli kado
43
Putus dan mundur
44
Kepergian Zahra
45
Mencari Zahra
46
Mengambil alih
47
Aneh
48
Kehamilan simpatik
49
Kabar kehamilan
50
Siasat Aidin
51
Terkapar
52
Perjuangan
53
Ke rumah sakit
54
Hampir saja
55
Pergi Ke Australia
56
Petunjuk
57
Persalinan
58
Kekuatan cinta
59
Ujian lagi
60
Pantang menyerah
61
Rencana mama Delia
62
Negatif
63
Mengungkap masa lalu
64
Hampir salah paham
65
Restu Delia
66
Uang tahun
67
Usil
68
Pendapat
69
Kado dari ayah
70
Pak Herman pulang
71
Menumpahkan susu kental
72
Dugaan yang salah
73
Selalu ketahuan
74
Pulang
75
Berkunjung ke rumah Adinata
76
Tertunda lagi
77
Akhirnya lembur juga
78
Salah paham
79
Percaya
80
Ujian baru
81
Siasat
82
Detik-detik kehancuran Amera
83
Kehancuran
84
Kembali aman
85
Perasaan Abg
86
Makin cemas
87
Cerewet
88
Cemburu
89
Kagum
90
Rencana pesta
91
Pup
92
20 tahun yang lalu
93
Mulai misi
94
Titik terang
95
Pesta 1
96
Pesta 2
97
Pesta 3
98
Keberanian Zahra
99
Pengumuman
100
Hukuman yang tertunda
101
Tanda-tanda
102
Terungkap
103
Ragu
104
Terima
105
Kemarahan di pagi buta
106
Saling berbohong
107
Perjodohan
108
Rencana Cherly
109
Pamit
110
Zada Kamila
111
Ditunda
112
Awal pertemuan
113
Pesta 2Z
114
Kepergian Cherly
115
Insya Allah amanah
116
Sahabat adiknya
117
Akhir cerita

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!