Hilangnya Zahra

Aidin menjambak rambutnya, frustasi. Memalingkan pandangannya ke arah luar jendela, dimana air masih terus mengguyur diiringi dengan petir dan kilat. 

"Ayolah, Sayang! Jangan pikirkan Zahra. Biarkan saja dia tahu semuanya, itu lebih bagus." Amera meraih dagu Aidin lalu menciumnya dengan lembut. Tangannya mengulur membuka kancing baju sang kekasih. 

Namun, Setibanya di kancing ketiga, Aidin menahan tangannya. Turun dari ranjang dan membuka jendela lebar-lebar. Hatinya mulai dirundung rasa gelisah yang tak menantu. 

Apa Zahra langsung pulang, atau dia masih di bawah. 

Dari lubuk hati terdalam ingin mengetahui tentang keadaan Zahra, namun di tepisnya lagi dan memilih acuh.

Ia yang berada di dalam kamar mewah berdinding rapat saja merasakan hawa dingin, bagaimana dengan Zahra yang saat ini ada di luar. Begitu pikirnya. 

Amera menghampiri dan memeluk Aidin dari belakang. Mengecup bahu lebar pria itu dengan lembut. Meskipun suasana berbeda dengan saat Zahra belum datang, ia mencoba untuk mencairkan hati Aidin.

"Malam ini aku akan memuaskanmu," bisik Amera yang sudah memasukkan tangannya kedalam baju Aidin. Merayap di sana memberikan sentuhan yang mengundang hasrat sang kekasih. 

Bibirnya pun tak kalah lihai, dan terus mengelilingi setiap tubuh kekar Aidin. Tak henti-hentinya untuk memberi rang sangan pada pria itu yang sudah mulai terpancing. 

Bukan Amera jika tak bisa merayu dan meruntuhkan pertahanan Aidin, faktanya dalam hitungan menit pria itu sudah menggiring Amera ke ranjang. Melucuti semua bajunya hingga kini nampak tubuh polos keduanya. 

Maaf, Za. Dengan begini aku bisa menjerat suami kamu. 

Malam ini kemenangan benar-benar ada di pihaknya saat penyatuan itu terjadi. Seakan pintu mulai terbuka lebar bagi dirinya untuk bisa masuk ke keluarga Adijaya. 

Tiga jam kemudian, Aidin membuka matanya yang sempat terpejam. Menoleh ke arah Amera yang terlelap dengan nafas teratur. Ia memunguti bajunya yang teronggok di lantai dan memakainya. Setelah itu ia meletakkan beberapa lembar uang di atas nakas lalu pergi, dan itu memang selalu dilakukan setelah tidur dengan Amera. 

Hujan sudah reda menyisakan gerimis kecil. Selama perjalanan pulang, Aidin memikirkan cara untuk menghadapi Zahra yang pasti akan marah besar padanya. 

Dia tidak mungkin berani cerita kepada mama dan papa. Yakin kalau semua akan baik-baik saja seperti biasanya. 

Mata Aidin terbelalak saat menghentikan mobilnya di depan rumah. Bukan hantu atau polisi yang akan menangkapnya, melainkan kedua orang tuanya yang sudah berada di teras. 

"Papa, Mama, ngapain mereka kesini malam-malam?" Jantung Aidin berdetak dengan kencang. Rasa takut mulai menyeruak mengiringi langkahnya. 

"Dari mana saja kamu?" tanya Bu Lilian mengintimidasi. Matanya menggambarkan  seorang ibu yang sedang marah pada putranya. 

"Dari…  dari itu, Ma," jawab Aidin panik. Keringat dingin mulai bercucuran menembus pori-pori. 

"Jawab yang jujur atau papa yang akan mengatakannya," imbuh pak Herman tegas. Sama seperti bu Lilian, pria itu juga murka setelah mendapatkan pesan dari nomor yang tak dikenal.

Pesan itu memberi tahu bu Lilian jika Mirza berada di hotel dengan wanita lain. Meskipun tidak menjelaskan apa-apa, Pak Herman yakin ada sesuatu yang tidak beres. 

Apa jangan-jangan Zahra mengadu, kurang ajar. Siap-siap saja kamu menerima hukuman dariku. 

"Dari hotel," jawab Aidin singkat. Ia tak mungkin berbohong ataupun menutupi yang sebenarnya. Pasti kedua orang tuanya akan lebih marah padanya.

Bu Lilian mendekati Aidin lalu menamparnya dengan keras hingga membuat sang empu meringis. 

"Apa yang kamu lakukan, hah?" geram bu Lilian. Sebagai seorang ibu, ia ikut tercoreng dengan kelakuan bejat putranya. 

"Tidak puaskah kamu sudah memiliki Zahra, dia itu perempuan yang sempurna. Baik, dan juga pilihanmu sendiri."

Aidin mengelus pipinya yang terasa perih akibat tangan Bu Lilian. Sedikitpun tidak ingin membantah karena semua itu nyata.  Zahra adalah wanita yang ia pilih saat pak Herman mendesaknya untuk menikah. 

"Sekarang di mana Zahra?" tanya pak Herman dengan nada tinggi. 

"Mungkin sudah ada di dalam." 

"Mungkin?" pekik pek Herman. "Memangnya dia ke mana? Kalau kamu sudah gak sanggup untuk membahagiakannya. Biarkan dia bersama kami. Setidaknya bisa hidup dengan layak." 

"Dia __"  Aidin tak melanjutkan ucapannya dan memilih untuk membuka pintu. 

Kalau Zahra yang bilang ke papa dan mama, kenapa mereka tidak tahu Zahra memergoki ku di hotel, atau ada orang lain yang sengaja mengadu ke mereka? Tapi siapa? 

Pak Herman dan Bu Lilian masuk. Mereka langsung berteriak memanggil nama Zahra. 

"Zahra, ini mama, Nak!" Bu Lilian membuka pintu kamar Aidin, sedang pak Herman mencari ke lantai dua. Aidin ke kamar belakang, karena biasanya wanita itu akan tidur di kamar pembantu saat sakit hati. 

Mereka bertiga sudah menyusuri setiap sudut rumah hingga ke taman belakang dan kolam. Namun, tidak ada tanda-tanda Zahra di rumah. 

Di mana dia?

Aidin berlari kecil menuju garasi. Motor Zahra tidak ada di sana. 

Apa jangan-jangan dia pulang ke rumah ayah. 

Pak Herman mencoba untuk menghubungi nomor ponsel Zahra yang ternyata tidak aktif. 

Kamu ke mana, Za?

Tubuh bu Lilian lemas. Menyesal karena selama ini terlalu percaya pada Aidin. Dan tidak pernah peduli dengan rumah tangga mereka. 

"Gimana, Pa?" 

Pak Herman menggeleng tanpa suara. Raut wajahnya pun nampak lesu. Menatap Aidin yang baru saja masuk dari pintu samping. 

Bu Lilian beranjak, menyeret kakinya yang terasa berat untuk tiba di dekat Aidin yang ada di ruang makan. 

"Cari Zahra sampai ketemu, jangan datang  ke rumah kalau kamu tidak menemukan dia." Wanita cantik dengan hijab berwarna putih itu murka dan terus menyudutkan Aidin. 

Pintu tertutup dengan kerasnya. Suara mobil pun terdengar mendesing menandakan jika kedua orang tua Mirza sudah pergi. 

Aidin menggebrak meja. "Awas kamu, Za, gara-gara kamu mama menamparku. Aku tidak akan tinggal diam."

Aidin memilih pergi untuk mencari Zahra daripada harus menanggung resiko yang tidak diinginkan.

Pertama kali Aidin datang ke hotel, di mana terakhir kali ia dan Zahra bertemu. Setelah bertanya pada penjaga yang bertugas, seorang pria menunjukkan motor matic putih yang masih terparkir rapi.

"Apa bapak tahu, dia pergi ke arah mana?"

Penjaga itu menunjuk jalan ke kiri. "Tadi Nona itu menangis dan sempat jahut juga di sana. Menunjuk lagi ke arah ujung jalan.

Setelah mendapat petunjuk, Aidin melajukan mobilnya lagi. Matanya terus menyisir setiap ruas jalan yang nampak sepi.

Ini bukan jalan rumah ayah dan bukan ke rumah mama Delia, lalu Zahra ke mana?

Aidin memukul setir nya, kesal. Namun, tetap melanjutkan pencariannya, meskipun kemungkinan besar belum tentu bisa menemukan Zahra malam ini.

Terpopuler

Comments

Truely Jm Manoppo

Truely Jm Manoppo

thor 😢😢😢😢

2024-01-26

1

Atun Ismiyatun

Atun Ismiyatun

jangan biarkan zahra sama orang yg hobi selingkuh thor,,jijik q bacanya,ada ya suami kang celub,klu q sih thor tk sudi klu pnya suami kaya gitu,,dunia tk selebar daun kelor masih banyak pria diluaran sana yg baik dan beradab

2023-05-18

2

Sukliang

Sukliang

anjing kau aidin

2023-03-29

0

lihat semua
Episodes
1 Jarang pulang
2 Nota belanja
3 Kenyataan pahit
4 Sakit perut
5 Dirawat
6 Ke luar kota
7 Kepergok
8 Pertemuan Zahra dan Azka
9 Marah tanpa sebab
10 Penyatuan
11 Bukti dari Delia
12 Curiga
13 Fakta yang menyakitkan
14 Hilangnya Zahra
15 Mencari Zahra
16 Ancaman pak Herman
17 Rencana Zahra dan Bu Lilian
18 Ulah Amera
19 Mengadu
20 Kacau
21 Menjemput Zahra
22 Kalah telak
23 Permintaan pak Herman
24 Kemarahan Darren
25 Permintaan pak Herman 2
26 Memberikan kekuasaan
27 Ide baru
28 Pembohong ulung
29 Tinggal di rumah Aidin
30 Positif
31 Sikap Zahra yang berbeda
32 Perubahan mama Delia
33 Ketakutan Aidin
34 Menjalankan misi
35 Cemburu
36 Perubahan Zahra
37 Menyerah
38 Seperti mimpi
39 Tak sengaja bertemu
40 Rasa sesal
41 Bimbang
42 Membeli kado
43 Putus dan mundur
44 Kepergian Zahra
45 Mencari Zahra
46 Mengambil alih
47 Aneh
48 Kehamilan simpatik
49 Kabar kehamilan
50 Siasat Aidin
51 Terkapar
52 Perjuangan
53 Ke rumah sakit
54 Hampir saja
55 Pergi Ke Australia
56 Petunjuk
57 Persalinan
58 Kekuatan cinta
59 Ujian lagi
60 Pantang menyerah
61 Rencana mama Delia
62 Negatif
63 Mengungkap masa lalu
64 Hampir salah paham
65 Restu Delia
66 Uang tahun
67 Usil
68 Pendapat
69 Kado dari ayah
70 Pak Herman pulang
71 Menumpahkan susu kental
72 Dugaan yang salah
73 Selalu ketahuan
74 Pulang
75 Berkunjung ke rumah Adinata
76 Tertunda lagi
77 Akhirnya lembur juga
78 Salah paham
79 Percaya
80 Ujian baru
81 Siasat
82 Detik-detik kehancuran Amera
83 Kehancuran
84 Kembali aman
85 Perasaan Abg
86 Makin cemas
87 Cerewet
88 Cemburu
89 Kagum
90 Rencana pesta
91 Pup
92 20 tahun yang lalu
93 Mulai misi
94 Titik terang
95 Pesta 1
96 Pesta 2
97 Pesta 3
98 Keberanian Zahra
99 Pengumuman
100 Hukuman yang tertunda
101 Tanda-tanda
102 Terungkap
103 Ragu
104 Terima
105 Kemarahan di pagi buta
106 Saling berbohong
107 Perjodohan
108 Rencana Cherly
109 Pamit
110 Zada Kamila
111 Ditunda
112 Awal pertemuan
113 Pesta 2Z
114 Kepergian Cherly
115 Insya Allah amanah
116 Sahabat adiknya
117 Akhir cerita
Episodes

Updated 117 Episodes

1
Jarang pulang
2
Nota belanja
3
Kenyataan pahit
4
Sakit perut
5
Dirawat
6
Ke luar kota
7
Kepergok
8
Pertemuan Zahra dan Azka
9
Marah tanpa sebab
10
Penyatuan
11
Bukti dari Delia
12
Curiga
13
Fakta yang menyakitkan
14
Hilangnya Zahra
15
Mencari Zahra
16
Ancaman pak Herman
17
Rencana Zahra dan Bu Lilian
18
Ulah Amera
19
Mengadu
20
Kacau
21
Menjemput Zahra
22
Kalah telak
23
Permintaan pak Herman
24
Kemarahan Darren
25
Permintaan pak Herman 2
26
Memberikan kekuasaan
27
Ide baru
28
Pembohong ulung
29
Tinggal di rumah Aidin
30
Positif
31
Sikap Zahra yang berbeda
32
Perubahan mama Delia
33
Ketakutan Aidin
34
Menjalankan misi
35
Cemburu
36
Perubahan Zahra
37
Menyerah
38
Seperti mimpi
39
Tak sengaja bertemu
40
Rasa sesal
41
Bimbang
42
Membeli kado
43
Putus dan mundur
44
Kepergian Zahra
45
Mencari Zahra
46
Mengambil alih
47
Aneh
48
Kehamilan simpatik
49
Kabar kehamilan
50
Siasat Aidin
51
Terkapar
52
Perjuangan
53
Ke rumah sakit
54
Hampir saja
55
Pergi Ke Australia
56
Petunjuk
57
Persalinan
58
Kekuatan cinta
59
Ujian lagi
60
Pantang menyerah
61
Rencana mama Delia
62
Negatif
63
Mengungkap masa lalu
64
Hampir salah paham
65
Restu Delia
66
Uang tahun
67
Usil
68
Pendapat
69
Kado dari ayah
70
Pak Herman pulang
71
Menumpahkan susu kental
72
Dugaan yang salah
73
Selalu ketahuan
74
Pulang
75
Berkunjung ke rumah Adinata
76
Tertunda lagi
77
Akhirnya lembur juga
78
Salah paham
79
Percaya
80
Ujian baru
81
Siasat
82
Detik-detik kehancuran Amera
83
Kehancuran
84
Kembali aman
85
Perasaan Abg
86
Makin cemas
87
Cerewet
88
Cemburu
89
Kagum
90
Rencana pesta
91
Pup
92
20 tahun yang lalu
93
Mulai misi
94
Titik terang
95
Pesta 1
96
Pesta 2
97
Pesta 3
98
Keberanian Zahra
99
Pengumuman
100
Hukuman yang tertunda
101
Tanda-tanda
102
Terungkap
103
Ragu
104
Terima
105
Kemarahan di pagi buta
106
Saling berbohong
107
Perjodohan
108
Rencana Cherly
109
Pamit
110
Zada Kamila
111
Ditunda
112
Awal pertemuan
113
Pesta 2Z
114
Kepergian Cherly
115
Insya Allah amanah
116
Sahabat adiknya
117
Akhir cerita

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!