Zahra sadar dengan mobil alphard yang mengikutinya dari belakang. Mobil mewah seharga miliaran itu berjalan tak jauh dari motornya. Dadanya bergemuruh, sedikit takut. Namun, karena jalanan yang sangat ramai membuatnya berusaha tenang dan fokus pada kendaraan yang melintas.
Dalam hati terus berdoa dijauhkan dari marabahaya.
Seperti mobil papa Herman, tapi gak mungkin beliau, untuk apa mengikutiku. Lagipula ini kan bukan jalan ke kantor.
Zahra membelokkan motornya ke arah jalanan yang lumayan sempit. Ingin menghindari mobil itu, takut seseorang berencana jahat padanya.
Beberapa meter memasuki gang, Zahra menghentikan motornya dan menoleh ke belakang. Benar saja, mobil itu tidak bisa masuk. Ia memilih jalan pintas untuk bisa sampai ke restoran. Meskipun sedikit terjal, harus ditempuh demi tidak bertemu lagi dengan mobil tadi.
Namun nahas, nasib baik tak berpihak pada Zahra. Saat dirinya hampir melaju di jalan lain, mobil tadi sudah berhenti di depan motornya, bahkan menghalangi jalannya. Seolah-olah sudah paham dengan jalan yang ingin ia lewati.
Seorang pria berseragam biru keluar menghampirinya. Dilihat dari wajahnya bukan tipe penculik, badannya kurus dan kulitnya sedikit keriput. Namun, Zahra tetap waspada dan mencoba untuk mencari pertolongan.
"Kamu siapa?" tanya Zahra terputus-putus. Berjalan mundur hingga punggungnya membentur pagar di belakangnya.
"Saya sopirnya nyonya Delia, beliau ingin bertemu dengan, Anda."
"Mama?" pekik Zahra terkejut. Matanya melihat ke arah mobil. Dimana mamanya masih duduk di dalamnya.
"Aku gak mau bertemu mama," ucap Zahra menoleh, meraih helmnya kembali, namun pergerakannya tercekat saat sopir itu mengambil kunci kontaknya.
"Kembalikan kuncinya, atau aku akan berteriak maling." Zahra menengadahkan tangannya di depan supir itu, namun tak dipedulikan malah kembali berjalan mendekati mobil.
Terpaksa Zahra mengikuti sopir itu demi mendapatkan kontaknya kembali. Berteriak pun percuma, karena jalanan itu sangat sepi, dan tidak ada satu orang pun yang melintas.
Delia turun dari mobil. Matanya berkaca-kaca melihat putrinya yang kini sudah dewasa. Putri kecil yang ia serahkan pada sang suami kini sudah menjadi wanita cantik bak bidadari.
Ingin memeluk, namun tak ada keberanian, meskipun lahir dari rahimnya. Mereka bagaikan langit dan bumi. Zahra bagaikan berlian yang pasti dipuja-puja semua orang, sedangkan dirinya bak kerikil yang memang sepantasnya diinjak-injak.
Zahra menatap mama Delia sekilas lalu memalingkan pandangannya ke arah lain.
"Kita bicara di dalam mobil saja." Menggeser tubuhnya memberi ruang untuk Zahra masuk.
"Nggak, di sini saja." Mama Delia tersenyum tipis. Alasan Zahra tidak mau menerimanya sudah jelas, pasti karena semua yang dimilikinya didapat dari uang haram. Dan ia tak mungkin memaksakan kehendak putrinya.
Tante Delia membuka tas tangannya lalu merogoh ponsel miliknya. Tak hanya itu, wanita yang memakai dres hitam berlengan pendek itu juga memegang amplop coklat di tangannya.
"Ini tentang Aidin."
Zahra menatap mamanya dengan penuh pertanyaan. Tapi seperti biasa, wanita itu memilih diam seribu bahasa.
"Empat hari yang lalu mama melihat dia di Bali bersama perempuan lain."
Sekujur tubuh Zahra membeku. Wajahnya datar tanpa ekspresi, rasa benci kian memuncak mendengar tante Delia menjelekkan suaminya.
Empat hari yang lalu, itu artinya hari pertama Aidin ke luar kota. Ia tak tahu ke mana tujuan sang suami, yang pastinya pria itu pamit untuk bekerja.
"Mungkin saja itu temen kerja mas Aidin. Mama tidak boleh berprasangka buruk padanya," bantah Zahra dengan bibir bergetar.
"Teman kerja tidak mungkin ke pantai bersama. Mereka juga terlihat mesra dan tidur satu kamar."
Diam-diam tante Delia pun menyelidiki saat Amera tidur di kamar Aidin.
Tubuh Zahra lemas seketika, namun ia mencoba untuk tidak runtuh dan tetap kuat. Tidak ingin terlihat lemah saat di depan mamanya.
"Apa mama punya bukti?" tanya Zahra dengan mata yang sudah digenangi cairan bening.
Tante Delia membuka amplop di tangannya dan memberikan beberapa foto cetak pada Zahra.
Benar saja, di dalam foto itu terlihat jelas saat Aidin mencium wanita di depannya. Mereka juga tampak mesra dengan baju yang tak layak pakai. Sangat menjijikkan di mata Zahra.
Seketika itu air mata Zahra luruh mengiringi hatinya yang hancur berkeping-keping. Tak menyangka Aidin melakukan itu padanya. Orang yang ia cintai, kini kembali meremas hatinya hingga tak berbentuk. Kembali menorehkan luka dalam.
Tante Delia ikut meneteskan air mata. Ia tak bisa berbuat apa-apa selain memberi semangat pada putrinya.
Kasihan Zahra, pasti dia sangat tersiksa dengan pernikahan ini. Tapi aku bisa apa, Tidak mungkin dia mau menerima bantuanku.
Tante Delia bisa saja memberi pelajaran pada Aidin, tapi harus dengan persetujuan dari Zahra, ia takut salah langkah dan membuat wanita itu semakin benci padanya. Ia mengusap air matanya. Tanpa meminta izin, lalu merengkuh tubuh Zahra yang nampak tak berdaya.
"Kamu yang sabar, Mama tahu bagaimana rasanya dikhianati, jika kamu tidak tahan dengan Aidin, pulanglah ke rumah mama."
Untuk yang kesekian kali tante Delia menawarkan kebaikannya, namun dengan cepat Zahra menolaknya.
"Aku gak mau tinggal dengan mama." Mencoba melepaskan diri dari pelukan mamanya. Menutup wajahnya dengan kedua tangan lalu merobek foto Aidin yang membuat dadanya nyeri.
Kali ini tante Delia tak menyerah begitu saja. Ia terus membujuk Zahra supaya bertindak. "Mama seperti ini juga karena ayahmu yang tak mau bertanggung jawab. Jangan mengulangi apa yang pernah mama alami. Ingat, Za. Hidup itu tidak hanya untuk mengalah, tapi untuk memperjuangkan kebenaran."
Zahra tersenyum kecut, menyeka air matanya yang masih tumpah.
"Jangan bicara tentang kebenaran. Mama sendiri sudah meninggalkan ayah demi kepuasan mama. Apa itu sebuah kebenaran? Mama juga meninggalkan aku dan memilih hidup bersama laki-laki hidung belang, apa itu sebuah kebenaran juga?"
Zahra meraih tangan mamanya. Dari lubuk hati terdalam, tak ingin menanam kebencian. Hanya saja, ia tak tahu bagaimana caranya untuk mengubah jalan hidup tante Delia yang terlanjur tersesat.
"Mama itu cantik, tapi akan lebih cantik jika mama mau menutup aurat mama, jangan biarkan mereka menyentuh tubuh mama."
Tante Delia melepas tangan Zahra lalu masuk ke mobil, jika membahas tentang itu, ia memilih menghindar. Otaknya sudah buntu dan tidak pernah berpikir untuk berubah seperti yang Zahra inginkan.
"Ingat kata mama, selidiki Aidin."
Sang sopir mengulurkan tangannya dan memberikan kontak motor milik Zahra.
Setelah mobil tante Delia berlalu, Zahra kembali berjalan menuju motornya.
Berhenti sejenak mengingat ucapan tante Delia.
"Bagaimana jika mas Aidin benar-benar selingkuh. Apa yang harus aku lakukan?"
Sekilas terbesit ingin pergi jauh jika itu benar terjadi, namun Zahra pun masih menimbang sebelum mengambil langkah selanjutnya.
Zahra kembali melajukan motornya menuju restoran. Menguatkan hati yang sebenarnya sudah lebur.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
Endang Oke
zahra mebding jaya tante delia hrgnya mahal. kamu pynya suami tdk di kasih nafkah!! eh malah nyerahin perawannya dgn cuma2 sidin cuma modal ijab kabul. yg tsk punya harga diri itu dirimu. tdkda harganya.
2022-09-19
1
Noni Kartika Wati
cepetan cerai sebelum hamil
2022-09-05
0
ιda leѕтary
Sudah jelas² ada bukti laki nya selingkuh masih aja ngenyel si anak setan stu ini, gobloknya ga ketolong sumpah
2022-09-03
3