Marah tanpa sebab

"Kamu yakin kita akan pulang sekarang?" tanya Amera memastikan. Memasukkan baju-bajunya kedalam koper milik sang kekasih.

"Iya," jawab Aidin singkat. 

Seharusnya mereka pulang lima hari lagi,  namun pertemuannya dengan tante Delia membuat hati Aidin terus dirundung rasa gelisah, ia sedikit takut wanita itu akan mengatakan pada Zahra, pasti semua akan runyam. Sementara ia belum siap untuk kehilangan semuanya, termasuk jabatan yang diidam-idamkan semua orang.

Tak henti-hentinya Amera memasang wajah cemberut karena keputusan Aidin. Ia duduk di tepi ranjang. Menatap pria itu menutup koper. Masih tak rela harus kembali secepat itu. Padahal, masih banyak tempat yang belum ia kunjungi. 

Acara liburan kali ini benar-benar kacau, namun Amera tak bisa berbuat apa-apa selain menurut.

"Apa ini karena Zahra?"

"Tidak." Aidin merapikan penampilannya lalu menyeret koper diikuti Amera dari belakang. 

Mereka meninggalkan hotel dan langsung menuju bandara. Bagi Aidin lebih cepat lebih baik. Apalagi beberapa kali pak Herman sempat menghubungi nya dan membicarakan tentang pekerjaan. Dan itu yang membuat Aidin ingin segera pulang. 

Di dalam pesawat, Aidin lebih banyak diam. Matanya terus memandang ke arah luar, menikmati indahnya kota dari atas.

Hampir dua jam, akhirnya mereka tiba di kota tujuan. Aidin terus menggandeng tangan Amera yang berjalan sedikit lambat. Entah, ia ingin segera bertemu dengan Zahra, jika mengingat ucapan tante Delia dadanya terasa mau meledak dan ingin meluapkan emosi yang menggebu.

"Kapan-kapan kita akan berlibur lagi. Aku janji nanti akan lebih lama," ucap Aidin menggenggam kedua tangan Amera. 

Sebuah ciuman mendarat di bibir Amera dengan lembut sebelum mereka berpisah. 

Pintu depan terbuka dengan kerasnya. Zahra yang baru saja melepas mukena segera menyambar hijab dan memakainya asal. Ia keluar dari kamar menatap gerangan yang mematung di ambang pintu. 

"Mas Aidin," seru Zahra terkejut. Ia segera berlari kecil untuk menyambut kedatangan suaminya. 

"Kamu sudah pulang, Mas?" tanya Zahra mengulurkan tangannya. Seperti biasa, Aidin tak menerima tangan itu melainkan langsung menepisnya. 

"Mulai sekarang jangan berhubungan lagi dengan mama Delia," ucap Aidin meninggalkan Zahra yang tampak bingung. Tidak biasanya Aidin melarangnya, bahkan seringkali ia mendengar jika pria itu akan mengantarkannya ke rumah mamanya. Tapi, sekarang justru sebaliknya. 

"Memangnya kenapa, Mas?" tanya Zahra mengikuti langkah Aidin menuju ruang tengah. 

"Jangan banyak tanya! Lakukan saja apa yang aku perintahkan!" Aidin berbicara dengan nada tinggi. Jika sebelumnya  Zahra diam dan menerima begitu saja, kali ini ia ingin sebuah penjelasan yang detail. 

"Tapi aku ingin tahu alasannya. Kalau kamu gak mau jelasin, aku akan tetap berhubungan dengan mama."

Aidin mengepalkan kedua tangannya. Darahnya semakin mendidih mendengar Zahra yang terus berbicara. 

"Kamu berani melawanku!" Aidin beranjak mendekati Zahra lalu mencengkram dagu nya kuat-kuat hingga sang empu meringis kesakitan. 

"Sekali lagi kamu membantah, aku tidak segan-segan melukaimu." Tatapan Aidin terasa menusuk hingga ke ulu hati, tidak ada sedikitpun sisi kelembutan pria itu untuk Zahra. 

Aku sudah terluka, Mas. Sejak awal kita menikah kamu sudah menorehkan luka untukku. Kamu menyakitiku berulang kali, dan aku rasa ini sudah cukup. 

Air mata Zahra lolos begitu saja. Sakit karena tangan Aidin tak seberapa dibanding sakit hatinya yang selalu menerima perlakuan buruk pria itu. 

"Sebenarnya apa salahku?" tanya Zahra dengan bibir bergetar. 

Aidin melepaskan cengkramannya lalu mendorong tubuh Zahra hingga jatuh tersungkur. Hijab yang membalut kepalanya lepas hingga menampakkan rambut panjang Zahra yang terurai.

Aidin terpaku melihat sesuatu yang ada di balik hijab sang istri. Selama ini ia tak pernah peduli apapun yang bersangkutan dengan Zahra, bahkan saat berhubungan pun memilih di ruangan yang gelap dan tak pernah melihat tubuh polos Zahra secara intens.

Ia segera membalikkan tubuhnya, memunggungi istrinya yang mencoba untuk bangkit.

Zahra meraih hijabnya dan kembali memakainya. Maju satu langkah mendekati Aidin.

"Kalau aku punya salah, tolong katakan! Aku akan berubah dan menjadi istri yang lebih baik lagi. Tapi jangan perlakukan aku seperti ini."

Sekuat hati bertahan demi ucapan yang pernah ia buat pada diri sendiri, akan menerima Aidin baik dari kebaikan dan keburukannya.

Akan tetapi, ia hampir runtuh. Lelah, mungkin itulah kata yang tepat untuk Zahra. Hampir satu tahun bersama, ia tak pernah mendapatkan kasih sayang seperti yang dijanjikan Aidin dulu. Bahkan pria itu semakin hari semakin menunjukkan kekejamannya. 

Aidin berkacak pinggang. Sebenarnya ia tahu jika wanita yang ada di belakang nya itu tak bersalah apapun. Namun, ia tetap ingin melampiaskan kekesalan padanya. 

"Sekarang pergi dari hadapanku, aku muak melihat muka kamu." Aidin menunjuk kamar belakang. 

Tak ada pergerakan, Zahra diam di tempat dan sibuk menumpahkan air matanya. Dadanya terasa sesak mengingat dirinya yang tak pernah dihargai. 

"Kalau kamu memang sudah bosan denganku, lebih baik kita bercerai saja."

Deg 

Jantung Aidin seakan berhenti berdetak, ia tak percaya Zahra berani mengucapkan itu. Pasalnya, setiap kali mereka berdebat, pasti wanita itu akan memilih mengalah dan pergi, namun kali ini seolah-olah Zahra menantangnya. 

"Apa kamu bilang, cerai?" tanya Aidin balik. 

"Iya, ceraikan aku. Pulangkan aku ke rumah ayah."

Meskipun tempat itu tak kalah mengerikan, Zahra tak punya pilihan lain. Hatinya sudah terlalu sakit untuk menampung beban hidupnya, dan ingin bebas. 

"Tidak semudah itu." Suara Aidin  terdengar lirih. Entah apa yang dipikirkan sekarang, pria itu terlihat gusar dan menjambak rambutnya. 

"Kenapa? Apa tujuan kamu menikahiku memang ingin memanfaatkan aku demi kedudukanmu di kantor?" pekik Zahra.

Aidin tak berani menatap Zahra yang pasti saat ini bermandikan air mata. Ia tak menjawab dan  memilih pergi ke kamar. 

Zahra menumpahkan sisa air matanya, meratapi nasibnya yang tragis. 

Ya Allah, kuatkanlah imanku. Bukalah pintu hati mas Aidin. Jadikan dia laki-laki yang lebih baik lagi. Jika dia memang jodohku dunia akhirat, dekatkan kami seperti Sayyidah Fatimah dan Sayyidina Ali. 

Zahra mengusap air matanya. Mengayunkan kakinya menuju kamar belakang.

Hampir tiga puluh menit, Aidin mengabsen lantai. Dadanya terus berdebar-debar tak karuan. Seperti ada yang salah dengan dirinya.

"Kenapa jantungku tidak normal begini, apa sebaiknya aku periksa saja," gumamnya kecil.

Menempelkan telapak tangan nya di dada. Terus merasakan detakan jantung yang berirama lebih cepat. Ia membuka pintu. Matanya berkeliling menyusuri ruangan yang kosong.

Zahra di mana, apa dia benar-benar ke kamar belakang.

"Ngapain aku memikirkan dia, tidak ada gunanya."

Aidin kembali menutup pintu dan membaringkan tubuhnya. Tak lama kemudian ia memejamkan matanya. Ingin melupakan sesuatu yang membuat pikirannya kacau.

Terpopuler

Comments

Truely Jm Manoppo

Truely Jm Manoppo

Aidin ... apa yang kamu tabur itu yang akan kamu tuai ... alias karma

2024-01-26

0

Sukliang

Sukliang

hei anjing aiden, jgn lupa diri ya, nanti karma otw

2022-08-29

0

Toto Suharto

Toto Suharto

keliatan aidin tuh orang baik cuma buta sama cinta dan mudah kerayu sama amera jadi plin plan hatinya..pengin nonjok tuh aidin

2022-08-07

3

lihat semua
Episodes
1 Jarang pulang
2 Nota belanja
3 Kenyataan pahit
4 Sakit perut
5 Dirawat
6 Ke luar kota
7 Kepergok
8 Pertemuan Zahra dan Azka
9 Marah tanpa sebab
10 Penyatuan
11 Bukti dari Delia
12 Curiga
13 Fakta yang menyakitkan
14 Hilangnya Zahra
15 Mencari Zahra
16 Ancaman pak Herman
17 Rencana Zahra dan Bu Lilian
18 Ulah Amera
19 Mengadu
20 Kacau
21 Menjemput Zahra
22 Kalah telak
23 Permintaan pak Herman
24 Kemarahan Darren
25 Permintaan pak Herman 2
26 Memberikan kekuasaan
27 Ide baru
28 Pembohong ulung
29 Tinggal di rumah Aidin
30 Positif
31 Sikap Zahra yang berbeda
32 Perubahan mama Delia
33 Ketakutan Aidin
34 Menjalankan misi
35 Cemburu
36 Perubahan Zahra
37 Menyerah
38 Seperti mimpi
39 Tak sengaja bertemu
40 Rasa sesal
41 Bimbang
42 Membeli kado
43 Putus dan mundur
44 Kepergian Zahra
45 Mencari Zahra
46 Mengambil alih
47 Aneh
48 Kehamilan simpatik
49 Kabar kehamilan
50 Siasat Aidin
51 Terkapar
52 Perjuangan
53 Ke rumah sakit
54 Hampir saja
55 Pergi Ke Australia
56 Petunjuk
57 Persalinan
58 Kekuatan cinta
59 Ujian lagi
60 Pantang menyerah
61 Rencana mama Delia
62 Negatif
63 Mengungkap masa lalu
64 Hampir salah paham
65 Restu Delia
66 Uang tahun
67 Usil
68 Pendapat
69 Kado dari ayah
70 Pak Herman pulang
71 Menumpahkan susu kental
72 Dugaan yang salah
73 Selalu ketahuan
74 Pulang
75 Berkunjung ke rumah Adinata
76 Tertunda lagi
77 Akhirnya lembur juga
78 Salah paham
79 Percaya
80 Ujian baru
81 Siasat
82 Detik-detik kehancuran Amera
83 Kehancuran
84 Kembali aman
85 Perasaan Abg
86 Makin cemas
87 Cerewet
88 Cemburu
89 Kagum
90 Rencana pesta
91 Pup
92 20 tahun yang lalu
93 Mulai misi
94 Titik terang
95 Pesta 1
96 Pesta 2
97 Pesta 3
98 Keberanian Zahra
99 Pengumuman
100 Hukuman yang tertunda
101 Tanda-tanda
102 Terungkap
103 Ragu
104 Terima
105 Kemarahan di pagi buta
106 Saling berbohong
107 Perjodohan
108 Rencana Cherly
109 Pamit
110 Zada Kamila
111 Ditunda
112 Awal pertemuan
113 Pesta 2Z
114 Kepergian Cherly
115 Insya Allah amanah
116 Sahabat adiknya
117 Akhir cerita
Episodes

Updated 117 Episodes

1
Jarang pulang
2
Nota belanja
3
Kenyataan pahit
4
Sakit perut
5
Dirawat
6
Ke luar kota
7
Kepergok
8
Pertemuan Zahra dan Azka
9
Marah tanpa sebab
10
Penyatuan
11
Bukti dari Delia
12
Curiga
13
Fakta yang menyakitkan
14
Hilangnya Zahra
15
Mencari Zahra
16
Ancaman pak Herman
17
Rencana Zahra dan Bu Lilian
18
Ulah Amera
19
Mengadu
20
Kacau
21
Menjemput Zahra
22
Kalah telak
23
Permintaan pak Herman
24
Kemarahan Darren
25
Permintaan pak Herman 2
26
Memberikan kekuasaan
27
Ide baru
28
Pembohong ulung
29
Tinggal di rumah Aidin
30
Positif
31
Sikap Zahra yang berbeda
32
Perubahan mama Delia
33
Ketakutan Aidin
34
Menjalankan misi
35
Cemburu
36
Perubahan Zahra
37
Menyerah
38
Seperti mimpi
39
Tak sengaja bertemu
40
Rasa sesal
41
Bimbang
42
Membeli kado
43
Putus dan mundur
44
Kepergian Zahra
45
Mencari Zahra
46
Mengambil alih
47
Aneh
48
Kehamilan simpatik
49
Kabar kehamilan
50
Siasat Aidin
51
Terkapar
52
Perjuangan
53
Ke rumah sakit
54
Hampir saja
55
Pergi Ke Australia
56
Petunjuk
57
Persalinan
58
Kekuatan cinta
59
Ujian lagi
60
Pantang menyerah
61
Rencana mama Delia
62
Negatif
63
Mengungkap masa lalu
64
Hampir salah paham
65
Restu Delia
66
Uang tahun
67
Usil
68
Pendapat
69
Kado dari ayah
70
Pak Herman pulang
71
Menumpahkan susu kental
72
Dugaan yang salah
73
Selalu ketahuan
74
Pulang
75
Berkunjung ke rumah Adinata
76
Tertunda lagi
77
Akhirnya lembur juga
78
Salah paham
79
Percaya
80
Ujian baru
81
Siasat
82
Detik-detik kehancuran Amera
83
Kehancuran
84
Kembali aman
85
Perasaan Abg
86
Makin cemas
87
Cerewet
88
Cemburu
89
Kagum
90
Rencana pesta
91
Pup
92
20 tahun yang lalu
93
Mulai misi
94
Titik terang
95
Pesta 1
96
Pesta 2
97
Pesta 3
98
Keberanian Zahra
99
Pengumuman
100
Hukuman yang tertunda
101
Tanda-tanda
102
Terungkap
103
Ragu
104
Terima
105
Kemarahan di pagi buta
106
Saling berbohong
107
Perjodohan
108
Rencana Cherly
109
Pamit
110
Zada Kamila
111
Ditunda
112
Awal pertemuan
113
Pesta 2Z
114
Kepergian Cherly
115
Insya Allah amanah
116
Sahabat adiknya
117
Akhir cerita

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!