Berulang kali Kirana menghubungi nomor Aidin setelah dokter menyarankan Zahra untuk dirawat. Namun, ponsel pria tak bisa dihubungi. Tak ada jalan lain, Kirana pun membuat keputusan, setuju dengan saran dokter.
"Aku harus menghubungi siapa lagi?" Bingung melanda. Ia mondar-mandir di depan ruang gawat darurat. Sesekali menatap ke arah dalam, di mana Zahra belum sadarkan diri dan masih ditangani.
Semoga lekas sembuh, Ra.
Kirana beralih duduk di kursi besi yang menjulur panjang. Mengabsen setiap nama yang bisa membantunya. Namun, ia tak menemukan nama yang tepat.
Tidak mungkin memberitahu Ayah Dinata, pria itu sangat membenci Zahra karena fitnah dari saudara dan ibu tirinya. Nomor Aidin pun tak aktif. Mama Delia, harus berpikir ulang melihat hubungan Zahra dan wanita itu yang tak akrab. Atau kedua mertuanya, jika tahu Zahra pun tidak akan setuju karena takut pada Aidin yang selalu mengancamnya.
"Apa aku hubungi tante Delia saja, tapi kalau Zahra marah gimana. Aku gak punya uang untuk membayar biaya perawatannya." Berbicara sendiri membuat beberapa suster yang melintas di depannya itu menghendikkan bahu.
Dokter keluar dari ruangan. Kirana langsung berlari menghampiri dokter itu dan menanyakan keadaan Zahra.
"Asam Lambung pasien naik, harus diperhatikan dari pola makannya dan jangan banyak pikiran. Jika asam lambung naik lebih dari dua kali seminggu dapat mengindikasikan GERD."
Kirana mengangguk dan mengucapkan terima kasih.
Setelah punggung Dokter itu menjauh, Kirana membuka pintu menatap sang sahabat yang berbaring tak berdaya. Matanya berkaca mengingat nasib yang menimpa. Bukan setelah menikah, saat masih tinggal di rumah ayah nya pun Zahra sering sakit, hanya saja wanita itu menutupinya dari semua orang hanya dengan satu alasan. Tidak ingin menjadi beban orang lain.
Allah akan sayang pada orang yang sabar seperti kamu.
Menyeka air matanya lalu menghampiri Zahra. Mengusap punggung tangannya yang masih terasa dingin.
Meskipun tak pernah bercerita tentang rumah tangganya yang kacau, Kirana bisa membaca dari sikap Zahra yang sering melamun saat bekerja.
"Permisi…"
Kirana menghampiri suster yang menyapa nya.
"Silakan mengurus administrasi nya, Mbak." Menyodorkan lampiran kertas di depan Kirana.
"Baik, Sus," jawab Kirana langsung membaca nominal yang tertera.
Tidak ada jalan lain, Kirana tidak mungkin diam saja saat sahabatnya itu terkapar. Ia merogoh ponselnya lagi lalu keluar menghubungi tante Delia.
Maafkan aku, Za. Semoga kamu bisa menerima tante Delia.
"Halo Kirana, ada apa?" tanya seorang wanita dari seberang sana.
"Halo tante, Zahra dirawat di rumah sakit. Asam lambungnya naik, aku butuh bantuan tante," ucap Kirana ragu. Ia tahu itu salah, tapi tidak ada pilihan lain. Daripada menelpon Aidin yang menjengkelkan.
"Suaminya ke mana?" tanya tante Delia panik. Membelah suara alunan musik yang terdengar nyaring.
"Tadi aku sudah coba menghubungi nya, tapi hp nya gak aktif."
"Ya sudah, tante ke sana sekarang."
Sambungan terputus.
Kirana lega, setidaknya ada orang yang bisa membantu biaya perawatan Zahra.
Setelah menghubungi tante Delia, Kirana masuk menghampiri Zahra yang ternyata sudah membuka mata.
"Makasih ya, Ki. Kamu sudah membawaku kesini," ucap Zahra lirih sembari meraih tangan Kirana.
"Gak papa, lain kali kamu jangan ceroboh, jangan sepelekan penyakit kamu."
"Aku mau Sholat." Zahra mengalihkan pembicaraan, ia tak mau membahas tentang penyakitnya.
Kirana menuntun Zahra ke kamar mandi. Wajah wanita itu nampak baik-baik saja, meskipun matanya sembab karena tangis, faktanya Zahra tetap terlihat tegar dan tidak seburuk yang ia kira.
Hanya menghadap sang Ilahi Robbi bisa membantu Zahra melepas semua masalah yang membelenggu. Tak ada tempat yang paling indah selain di atas sajadah dengan menghadap kiblat. Menguatkan hatinya untuk bisa berdiri tanpa sandaran.
"Memangnya Aidin ke mana?" cetus Kirana saat Zahra sudah selesai berdoa.
Zahra tersenyum. "Mas Aidin lembur," jawab Zahra singkat. Demi apapun ia memang tak pernah bercerita pada orang lain tentang kelakuan suaminya, termasuk pada Kirana.
"Jangan bohong!"
Zahra berjalan pelan lalu duduk di samping Kirana yang terus mengintimidasinya.
"Untuk apa bohong, Ki. Mas Aidin itu sibuk, dan aku gak tega mengganggunya."
Tok tok tok
Ketukan pintu menghentikan Kirana yang hampir membuka suara.
Dari kaca transparan Zahra bisa melihat siapa yang datang. Wajahnya yang tadi ramah kini berubah pias. Ia kembali berbaring di atas brankar.
Dari mana mama tahu aku di sini.
Ya, itu adalah tante Delia, ibu kandung Zahra. Wanita yang sudah melahirkan Zahra, namun menyerahkannya pada sang ayah demi pekerjaan yang digelutinya.
Kirana membuka pintu dan menyuruh sang tamu masuk. "Selamat malam, Tante," sapa Kirana mencium punggung tangan wanita itu.
"Malam," jawabnya singkat.
Wanita yang memakai baju seksi dengan belahan dada rendah itu nampak cantik, rambutnya tergerai panjang. Aroma parfum menyeruak hingga memenuhi ruangan yang membuat Zahra mual.
"Kamu tidak apa-apa, Za?" Mencoba menyentuh tangan Zahra, namun segera di tepis wanita itu.
"Jangan sentuh aku!" ucap Zahra tegas. Wajahnya melengos ke arah lain, tidak sudi melihat penampilan mamanya yang pasti membangkitkan gairah pria hidung belang, menjijikkan.
"Tante Delia. Aku keluar dulu," pamit Kirana. Ia tak mau mendengar pembicaraan Zahra dan mamanya yang pasti sedikit sengit.
Kini di ruangan itu hanya ada Zahra dan tante Delia. Dari lubuk hati terdalam ingin memeluk putrinya. Namun apa daya, Zahra tidak mungkin mengizinkan tubuh kotornya itu saling bersentuhan.
"Za, mama khawatir sama kamu, Kirana bilang asam lambung kamu naik."
Zahra tidak menjawab.
"Apa Aidin tahu kamu dirawat?"
Seketika Zahra menatap mama nya tajam.
"Mama gak perlu tahu. Urus saja diri mama sendiri." Memejamkan matanya. Ulu hatinya terasa nyeri melihat buah dada mamanya yang hampir terekspos keseluruhan. Itu adalah hal yang paling memalukan bagi Zahra hingga ia sulit menerima mamanya.
"Mama ada uang untuk kamu."
"Aku gak butuh uang mama. Selama mama belum berubah dan mencari pekerjaan lain, Aku gak akan mau menerima uang dari mama," ucap Zahra menegaskan.
"Pintu rumah mama akan selalu terbuka untuk kamu. Pulanglah jika kamu tidak nyaman dengan Aidin."
Tante Delia meninggalkan Zahra. Sedikit pun tak terpengaruh dengan permintaan putrinya. Menatap Zahra dari luar ruangan dan berlalu.
Beberapa menit kemudian setelah kepergian tante delia, Aidin datang.
"Mas Aidin," Zahra terkejut melihat suaminya masuk ruangannya.
Aidin melipat kedua tangannya. "Aku tidak mau tahu, pokoknya besok kamu harus pulang."
"Tapi Zahra butuh perawatan," sahut Kirana yang sengaja mendengar penuturan Aidin.
"Jangan ikut campur urusanku dan dia." Menunjuk Zahra yang masih berbaring lemah.
Zahra mengangkat tangannya. Memberi kode pada Kirana yang hampir mengucap.
"Baik, Mas. Besok aku akan pulang."
Aidin keluar setelah mendapat jawaban dari Zahra.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
Truely Jm Manoppo
ihhh pengen tabok tuh suami nya Zahra
2024-01-26
0
Sur Anastasya
ih benci banget dgn sikaf s adin
2023-12-30
0
Bundanya Pandu Pharamadina
mungkin ibu nya bertahan kerja begitu krn keadaan, tp setidaknya ibu nya lah yg lebih perhatian, dr pd suaminya yg songgong
2022-11-17
0