Ini sudah hari ketiga aku bekerja. Aku saat ini sendirian di ruangan Yusuf yang penuh buku engineering & analisa data.
Data yang diberikan oleh Yusuf via email kemarin lusa sudah kubaca 2 kali untuk hari ini & untuk membacanya yang ke-3 kalinya membuatku malas kalau mengingat isinya pasti seputar informasi yang entah perlu kuhafal atau tidak.
Yusuf berkata pada kalau aku diperbolehkan memakai ruangannya sebagai tempat kerjaku, tapi meskipun begitu aku tak bisa sembarangan meletakkan barang-barang pribadiku yang bersifat tak berhubungan dengan pekerjaan.
Merasa perlu penyegaran aku memutuskan untuk pergi ke pantry untuk membuat semacam minuman hangat supaya tenggorokanku terasa lebih rileks di ruangan ber-AC ini, kalau sebentar-sebentar memanggil office boy rasanya berlebihan.
Setelah aku melangkah keluar dari ruangan Yusuf aku bisa melihat jajaran kubikel para engineer yang menangani tentang Wiphone baik segi hardware maupun softwarenya. Karena pandanganku terhalang kubikel jadi aku kurang begitu tahu tepatnya ada berapa orang di ruangan tersebut tapi kemungkinan totalnya tak sampai 15 orang.
Aku pergi menuju pantry yang terletak di ujung dekat emergency exit. Ketika aku membuka pintu pantry sudah ada 2 orang lain yang juga sedang membuat minuman, satu seorang lelaki kurus yang kukenali adalah office boy yang membawakanku minuman & yang satunya seorang wanita berambut bob pendek yang otomatis memberikan perhatiannya padaku yang baru datang.
Aku memberi senyum sedikit canggung sambil sedikit menundukkan kepala untuk menyapa.
"Siang.. Mau bikin teh juga nih.." kataku memulai.
Yang office boy langsung menanggapiku setengah panik yang hanya formalitas.
"Aduh.. Mbak harusnya panggil saya aja, ntar saya bikinin. Kalo Pak Yusuf tau tamunya bikin teh sendiri, saya bisa dimarahi...!"
Kelihatannya di internal engineering Wiphone masih belum banyak yang tahu tentang aku sebagai Kika Wismail atau mungkin mereka belum tahu kabar eksekutif baru sebagai pengganti sementara atasan mereka, Pak Yusuf.
Aku mengangkat tangan kananku sebahu untuk menenangkannya
"Santai aja pak. Saya bukan tamu kok. Saya di sini baru. Pak Yusuf kan bakal sering nggak ada di tempat, jadi saya bertugas sebagai.."
"....semacam pelapor kalo ada situasi darurat.... Mungkin??" Kataku setengah bohong.
Entah apakah memang sudah mendarah daging atau gimana yang pasti aku sering menutup-nutupi statusku sebagai keluarga Wismail pada orang yang tidak tahu, soalnya aku malas berhubungan dengan orang yang kalau diajak bicara sungkan-sungkan resmi. Jadinya ngobrolnya kurang lepas & apa adanya gitu.
Si office boy manggut-manggut saja dengar penjelasanku
"Ooh gitu.. Anak-anak engineer yang lain pada penasaran sama mbak. Dirasanya tuh siapa kok ada di ruangannya Pak Yusuf terus 3 hari belakangan ini..."
"o-oh ya?" aku tertawa kecil mengetahui fakta tersebut.
Ada rasa deg-degan juga dalam hati, kira-kira apa yang para engineer tersebut pikirkan tentangku.
Apakah kami bisa bekerja sebagai teamwork yang baik?
Apakah aku bisa sebagai decision maker membuat keputusan yang tepat bagi mereka & lebih tepatnya bagi Wismail Grup secara keseluruhan?
Selagi otakku memikirkan hal-hal yang sedikit paranoid wanita yang berada satu ruangan denganku & si office boy membuka suaranya.
"Namanya siapa mbak?"
Aku mengulurkan tangan kananku menawarinya jabat tangan, "Saya Kika. Mbak ini..?"
"Panggil aja Julia."
Wanita itu memberi seulas senyum sambil menjabat tanganku dengan tegas penuh percaya diri.
Kata dosenku, orang yang jabat tangannya meyakinkan adalah salah satu tanda orang yang memiliki kualitas diri yang baik. Julia ini memberi impresi yang baik kalau berdasarkan nasehat dosenku.
Tidak ketinggalan si office boy ikut mengenalkan diri, namanya Dodik. Dia menyalami dengan kedua tangannya ditangkupkan seperti salaman saat bermaafan di waktu berlebaran. Membuatku sedikit kabur untuk menilai karakteristiknya berjabat tangan..
"Nanti makan siang sama-sama aja yuk." ajak Julia padaku.
"Nanti akan kukenalkan sama sebagian anak engineer yang lain. Soalnya biasanya sih ada yang pada misah. Sebagian makan di kantin & sebagian makan di luar."
Tawaran yang terlalu bagus untuk kulewatkan & langsung kuberi tanda oke.
Kemarin-kemarin, 2 hari sebelumnya, aku pergi ke kantin sedikit telat karena di ruangan Yusuf, yang luas & berjendela dalam tebal, suara bel cuma terdengar sayup-sayup bila pintunya ditutup. Aku bahkan datang 5 menit sebelum waktu makan siang selesai jadi tidak sempat berbaur.
Untung hari ini berbeda & sempat mengenal karyawan yang ramah. Di 2 hari pertamaku ngantor aku melewatkan momen pengenalan diriku. Julia menawariku untuk mengenalkanku dengan para engineer yang lain pula.
Aku kembali ke ruangan Yusuf dengan hati berdebar menunggu jam makan siang sampai tak punya niat untuk membaca materi-materi yang kemungkinan lebih penting untuk kuberikan konsentrasiku. Sengaja pula pintunya kubuka lebar-lebar agar bisa mendengar dengan jelas suara bel makan siang yang selalu kulewatkan.
Dan ketika bel istirahat berbunyi aku dengan semangat berdiri dari kursi, yang dari tadi cuma kubuat main putar-putar, untuk menyalurkan rasa bersemangatku.
Aku keluar ruangan & mataku langsung tertuju pada sosok Julia yang berambut bob berkilau bak artis duta shampo. Julia yang posisinya berdiri dari kubikelnya melambaikan tangan padaku & memberi isyarat untukku menunggu di tempatku saat ini berdiri. Aku mengangguk sambil memberi kode telunjuk bersatu dengan jempolku membentuk lingkaran dengan sisa jari lain terangkat.
Selama aku menunggu di depan pintu ruang kantornya Yusuf beberapa karyawan berlalu melewatiku, mayoritas melihatku penasaran tapi tak ada yang dengan terang-terangan bertanya langsung di tempat.
Kemudian Julia bersama seorang wanita yang lebih mungil mendatangiku.
Kami berjalan bertiga menyusuri koridor yang dipenuhi arus manusia yang mengalir ke arah yang sama dengan kami.
Wanita mungil yang dibawa Julia mengenalkan diri sebagai Yani yang menempati posisi sebagai staff engineer. Sedangkan Julia sendiri merupakan engineer yang sudah naik menjadi kelas supervisor.
Di departemen engineering Wiphone, atau mungkin berlaku juga di departemen engineering yang dimiliki Wismail, jabatan staff & supervisor memiliki jobdesk yang tak berbeda jauh. Hanya saja biasanya supervisor memiliki masa bakti kerja lebih banyak & pastinya punya lebih banyak pengalaman.
Kantin yang kami datangi cukup ramai karena banyak engineer Wismail Grup yang makan siang di kantin yang telah disediakan di dalam gedung. Engineer Wismail Grup memenuhi 2 lantai gedung utama perkantoran Wismail yang berasal dari berbagai bussiness track yang dikuasai grup besar ini sehingga saat makan siang berlangsung suasana seperti sedang antri sembako di kampung-kampung.
Isi kantin dipenuhi oleh manusia yang mayoritas laki-laki, mungkin karena posisi engineer didominasi oleh kaum adam. Kondisinya mirip dengan suasana kampusku yang perbandingan perempuan & laki-lakinya 3:7. Ini pun masih mendingan karena bidang IT masih memiliki banyak peminat dari kaum hawa.
Yang paling ekstrim adalah jurusan seperti Mechanical atau Electrical Engineering yang para wanitanya bahkan bisa dihitung dengan jari untuk satu angkatan.
Aku mengantri di belakang Yani untuk menunggu giliran mengambil makanan. Selama menunggu Julia & Yani banyak menanyaiku tentang asal-usulku, yang banyak harus kubelokkan untuk menutupi faktaku sebagai Wismail.
Setelah masing-masing dari kami mendapatkan porsi makan siangnya Julia seperti mengenali seseorang yang duduk di suatu meja yang balik memberi kode lambaian tangan. Kami bertiga mendatangi orang tersebut & duduk bersama berlima.
Julia mengenalkan dua orang yang lebih dulu duduk di meja kantin. Yang pertama adalah salah satu dokter klinik di gedung Wismail yang saat ini sedang dapat giliran makan siang jadi tak heran jika dia sedikit berbau antiseptic yang khas, dia dipanggil oleh Julia dengan nama panggilan Dini.
Seorang lagi adalah satu-satunya engineer wanita di sektor firewall & antivirus development, namanya Putri. Karena membidangi sektor yang berhubungan dengan sekuritas di bidang IT jadi selain bertanggung jawab pada Yusuf dia juga harus menulis laporan bulanan pada Indra yang merupakan top bos sekuritas Wismail.
"Kamu lulusan mana, Ka?" Julia menanyaiku sambil menyendok nasinya yang masih panas.
"Aku dari ITS, Institut Teknologi Sunda Empire.." aku memutuskan untuk memanggil semua rekan kerja pakai mas/mbak kalo dia belum nikah & pak/bu kalo udah nikah, meskipun ada juga yang bangkotan tapi belum nikah.
"Wah, pinter dong kamu." Dini menyeletuk.
"Susah sekali masuk kampus itu. Lulusnya malah lebih susah lagi." sambil memandangku kagum. "Denger-denger kampus itu kuotanya 60% untuk beasiswa mahasiswa tak mampu. Jadi buat 'yang mampu' kalo nggak yang pinter banget, susah."
Tatapan Dini mengiba. Mungkin di matanya aku bagian dari mahasiswa mayoritas kampus yang akhirnya memetik buah kesuksesan dengan bekerja di perusahaan sebesar Wismail. Biarlah imajinasinya bermain.
"Tapi entar Kika baru di sini sebentar tau-tau perusahaan kita udah terlanjur bankrut lagi.." Yani terkekeh miris.
Namun ada suara hushing dari meja sebelah yang dihuni para lelaki.
"HEiSH! Jangan ngomong gitu! Pamali! Cicilan motor ninjaku masi panjang!"
Seorang pria berbadan subur nan gempal ikut nimbrung obrolan kami. Dia & 5 laki-laki yang semeja dengannya memberikan atensinya pada kami.
"Eh.. Anak baru nih! Namanya siapa mbak?"
Seorang laki-laki yang berlesung pipit manis mengganti topik dengan seenaknya dengan cengiran tanpa dosa.
Aku pun memperkenalkan namaku & keenam orang di meja sebelah mengenalkan namanya satu-satu, 5 dari mereka berada di engineering Wiphone & yang seorang lagi dari bagian yang sama seperti Putri.
Si pria subur itu bernama Bima & yang menanyaiku barusan dipanggil Junet oleh yang lain.
"Eh, tapi si Yani ada benernya lho. Ni Wismail lagi kacau sekarang. Temen-temen di departemen engineer lain banyak yang mulai ancang-ancang resign & cari lowongan karena takut kena PHK duluan."
Seorang laki-laki yang tadi mengenalkan diri sebagai Yudi ikut angkat suara.
Terusik dengan kabar yang menurutku cukup berbahaya bagi Wismail Grup aku menanggapi sambil mencoba tetap tenang.
"Tapi apa nggak kecepetan tuh? Kan baru 2 hari terakhir Wismail Grup nilai sahamnya jatuh, 3 hari yang lalu masih nggak apa-apa kan? Siapa tau emang lagi apesnya aja.."
"Meskipun gitu para karyawan udah pada paranoid duluan." lelaki yang tadi mengenalkan namanya sebagai Dewa bicara.
"Apalagi desas-desusnya ada korupsi besar-besaran di internal. Kalau beneran ada & ketauan bisa-bisa stock holdernya pada lari."
"Jangankan waktu sekarang, sebelum ada kasus ini juga nggak sedikit engineer yang resign kan?"
Putri menimpali sambil mengunyah kerupuknya yang tinggal secuil.
"Paling repot itu kalo yang udah jam terbang tinggi yang pergi jadinya kita harus training penggantinya yang masi newbie, trus kalo ada error repotnya berlipat-lipat karena kurang tenaga experience. Jadinya yang tersisa ya kawula muda kayak kita-kita gini."
Putri mengayun-ayun tangannya menunjuk meja di depanku & meja sebelah yang ikut media gosip kami.
Pria yang bernama Nakul yang duduk di sebelah Dewa bersorak senang dianggap masih muda.
Memang sih semua anggota gosip saat ini menurutku terbilang muda, setidaknya rentang usia mereka berkisar antara 24-29 tahun. Bahkan faktanya di antara kita baru 4 orang yang sudah menikah yaitu Dini, Yani, Yudi & Bima.
"Emangnya kenapa kok banyak yang keluar? Standard gajinya kecil? Bosnya jahat?"
Aku mencoba mengorek semakin penasaran dengan gosip antar karyawan ini.
Putri berpikir, "..enggak juga sih.. Gaji di sini masih terbilang rata-rata atas dibandingkan perusahaan lain... Hanya..."
Berusaha mencari kata-kata yang tepat ia masih terus memutar matanya disertai banyak menutup mata juga.
Pria yang dari tadi paling diam melengkapi kata-kata Putri.
"Kalau menurutku sih mungkin karena kerjaannya banyak & monoton. Orang yang tipikalnya inovatif seperti engineer kan banyak yang nggak betah kerja begitu." Karna berbicara dengan serius membuat suasana bergosip ini tiba-tiba sedikit menegang.
"Yah.. Jadi IT engineer kan emang udah resiko pasti monoton di depan komputer melulu. Beda dengan architect atau field engineer." Bima menanggapi komentar Karna.
"Tapi kita mayoritas udah nyontek teknologi yang udah ada kan?"
Karna mencoba memperjelas.
"Biasanya kita beli lisensi teknologi tertentu trus sedikit modifikasi dicodingannya supaya cocok dengan Wiphone. Udah beres.. Jam kerja kita habis cuma buat ngoding yang bikin mata juling liat huruf kecil-kecil, banyak pula."
Tak ada yang membantah Karna, mungkin memang itu yang sedang terjadi di internal engineering saat ini. Bahkan bisa jadi departemen lain juga menghadapi hal yang serupa.
"Tapi di perusahaan lain juga engineer IT banyak decodingnya juga kan?" Julia mengupas. "Itu udah resiko kita yang kerja di balik meja. Sekalipun pindah perusahaan, ujung-ujungnya tetap juling di depan monitor."
"Belum tentu, Jul. Tergantung perusahaannya juga." Kini Yudi terlihat punya suara yang menyetujui pendapat Karna.
"Kalau di perusahaanku yang dulu engineer IT tugasnya mengurusi ***** bengek elektronik komputer. Ya pasang komputer baru. Ya update antivirus. Ya update homepage. Ya trial program baru. Jadi ada gabungan antara duduk di belakang meja & tugas lapangan. Yah, namanya juga perusahaan pabrik ban mobil. Kebutuhan engineer ITnya sederhana tapi banyak tugasnya."
Aku mulai menangkap maksud perkataan Yudi yang ada benarnya itu. Bisa dibilang tugas engineer Wiphone membutuhkan kerja otak yang tinggi & banyak perusahaan lain yang menawarkan jobdesk lebih simple meskipun lebih banyak.
Percakapan makan siang di tutup dengan bel tanda makan siang berakhir berbunyi nyaring membuat kesebelasan anggota bergosip hari ini bubar teratur. Aku kembali ke ruangan Yusuf & mengintip lagi data yang dikirimkan ke emailku. Selain itu aku juga mendatangi ruang berkas untuk mencari arsip-arsip yang ingin kulihat yang sekiranya mungkin bisa menjawab beberapa rasa penasaranku yang belum terjawab. Berkat sesi gosip barusan kini aku tahu apa yang harus kulakukan.
.
.
.
Hari-hariku bekerja kini jadi lebih berwarna dibandingkan 3 hari pertamaku. Setidaknya aku sekarang memiliki fokus untuk dikerjakan saat jam kerja & saat jam istirahat kuhabiskan bergaul bersama rekan kerja yang asyik, meskipun tiap personal punya sifat dasar yang berbeda.
Julia sang primadona dengan kepribadiannya yang super pede & gemar bergosip hampir selalu jadi pemantik topik-topik untuk dibicarakan.
Yani agak pendiam tapi pandai membaca situasi & mood.
Putri tipikal manusia yang seperti angin, susah ditebak, sering punya pendapat atau ide yang out of the box.
Dini yang bukan berasal dari kaum engineer sering membawa gosip & tema baru yang di luar wawasan kami.
Belum lagi para laki-lakinya dengan Yudi yang kelihatan seperti figur pemimpin bijak.
Bima yang humoris, banyak makan & mudah terharu kalau nonton film korea mirip sosok kakak laki-laki idaman para adik perempuan.
Junet yang sering tebar pesona, entah wanita entah pria, mungkin berkat itu dia sering mendapat informasi yang tak hanya tentang internal departemen engineer atau Wismail Grup.
Nakul bisa dikatakan yang paling ganteng di antara para pria yang kusebutkan. Dia tinggi, muka mulus & perut six pack. Cuma satu kekurangannya sebagai makhluk tampan, dia botak. 😂
Si Dewa yang paling muda di antara 6 lelaki adalah yang paling periang & paling bisa memfollow up guyonan yang dicetuskan Bima.
Yang terakhir & yang tertua, Karna, cenderung pendiam & serius. Ia sering terlihat bersama Yudi.
Kami bersebelas secara tak resmi membentuk grup saat makan siang tiba, meskipun kadang ada juga engineer lain yang datang & pergi bergabung sekedar ikut mengobrol dengan kami.
Intinya aku menilai team work departemen engineering di sektor Wiphone disolidkan dengan adanya orang-orang yang berpikiran terbuka seperti mereka.
Selain itu, beberapa kali aku mendapat kesempatan berdiskusi dengan Yusuf melalui chatting atau teleconference via internet kantor. Tak setiap hari beliau punya waktu untukku saling padatnya jadwalnya, saking sibuknya bahkan Yusuf baru bisa datang lagi ke kantor pusat di minggu ke-3 bulan depan.
Umumnya aku sering pulang kerja jam 18.00, meskipun resminya jam kerjaku pukul 07.00-16.00. Seringnya aku mengulur waktu pulang untuk berdiskusi personal pada beberapa engineer, karena melihat beberapa jobdesk mereka yang banyak aku sungkan untuk menginterupsi saat jam kerja.
Sesampainya di rumah pun aku jarang bertemu Djati. Dari jawaban footman & maid Djati mulai jarang pulang karena banyak meeting luar kota yang harus ia datangi, kebanyakan ditemani Handa.
Sedangkan mamaku, Mila, biasanya sih di rumah tapi tak jarang juga ia ada kegiatan seperti menghadiri pesta, arisan atau sekedar shopping dengan para sosialita yang akrab dengannya. Dia beralasan untuk tetap menjalin hubungan baik dengan kaum wanita papan atas, supaya kalau suatu hari kita butuh bantuan mereka mau menolong.
Dalam hati, aku sih nggak yakin mereka mau menolong seandainya kita, keluarga Wismail, beneran jatuh miskin. Tapi kalau kegiatan Mila ini bisa mengalihkan kesepiannya karena sering ditinggal Djati berdinas, aku maklum saja, asalkan saat shopping tagihannya jangan ter-la-lu.
Saat di rumah aku masih belum bisa santai, karena ada banyak PR yang disiapkan oleh Handa menunggu di ruang kerja Djati. Wawasan tentang leadership, manajemen, softskill, basic marketing & informasi bisnis yang update harus kuterima setiap harinya sampai larut malam.
Kadang aku menerimanya dalam bentuk bacaan berlembar-lembar, puluhan file video atau tutor berlisensi tertentu dikhususkan datang untuk memberi pengarahan secara langsung.
Menurut Djati aku perlu dipersiapkan untuk bisa membaca secara garis besar tentang bisnis yang digeluti oleh Wismail Grup agar bisa diketahui minat & bakatku yang bisa jadi tak hanya di bidang engineering saja. Setiap hari aku bisa tidur pulas paling banyak cuma 4 jam, tak heran berat badanku turun 2 kilo hanya dalam sebulan.
Semua yang kulakukan sebulan terakhir memang sangat melelahkan. Lebih melelahkan lagi saat aku mengikuti perkembangan kondisi Wismail Grup yang masih belum bisa stabil di pasar saham. Beberapa kali nilai kita memang naik tapi secara garis besar valuenya menurun, fluktuasi yang tidak pasti ini yang membuat kerepotan Djati & para eksekutif lainnya makin tak pernah terlihat di kantor pusat. Mereka sibuk meyakinkan para rekan bisnis bahwa Wismail Grup akan tetap kuat & bertahan, bahkan eksekutif HRD & Sekuritas pun diberdayakan sebagai sales representative. Tidak masalah sih, karena para eksekutif memang pada dasarnya adalah pihak manajemen global.
Penyelidikan dari kepolisian tentang dugaan korupsi atau segala jenis kriminalitas yang terjadi di internal juga masih berlangsung & dilakukan secara terselubung atas permintaan Wismail Grup agar tidak mengganggu jalannya sistem kerja yang sudah terbangun. Sebisa mungkin jangan sampai menyulut pemberitaan wartawan daripada jadi semakin runyam seperti terakhir kalinya sehingga memunculkan spekulasi-spekulasi konyol yang tidak perlu. Dugaan korupsi juga awalnya muncul gara-gara wartawan mengendus jatuhnya nilai saham Wismail Grup, yang memang sengaja ditutupi, lalu mengomporinya dengan disangkutpautkan dengan hal-hal seperti korupsi, sengketa kepemimpinan internal, bisnis terselubung & hal-hal tak masuk akal lain yang bikin nama baik Wismail miring.
Djati memaklumi karena memang ada sebagian wartawan yang tak senang dengan Wismail Grup bahkan tidak menuntut beberapa surat kabar yang memberi tuduhan keras tanpa bukti. Beliau meyakini semua spekulasi murahan itu bisa dibantah telak melalui segudang prestasi untuk bangkit & membuktikannya secara langsung pada masyarakat melalui investigasi kepolisian.
.
.
.
Aku menunggu datangnya makan siang setelah selesai teleconference dengan Yusuf yang kulakukan selama 3 jam non stop dalam rangka mematangkan projectku. Aku berpikir mungkin sudah saatnya aku memberitahukan pada orang-orang yang menganggapku teman tentangku sebagai anggota keluarga Wismail yang notabene atasan mereka. Rasanya tak nyaman harus selalu menjawab sedikit rancu pada beberapa pertanyaan Julia ketika sedang membahas perkara keluarga lalu terkena pertanyaan, semacam dengan siapa aku tinggal atau punya berapa saudarakah aku, meskipun aku tahu dia bertanya hanya untuk sekedar mengenalku saja.
Cepat atau lambat mereka akan mengetahuinya juga, hanya saja aku ingin mereka mengetahuinya dari mulutku sendiri daripada nanti menimbulkan persepsi negatif yang tak diinginkan.
Yang membuatku sedikit gelisah juga, selain tentang 'pengakuanku', itu karena pakaian yang kukenakan hari ini. Mila, yang begitu tahu aku memilah-milah baju pilihannya, sengaja menyembunyikan setelan celana & kemejaku lalu menggantinya dengan setumpuk rok & dress kerja formal.
Jadi hari ini aku memakai busana yang di luar wajarku, berupa kemeja kerah rendah yang kira-kira 1 cm lagi bisa memperlihatkan belahan dadaku dipadu pencil skirt sepaha & blazer lengan panjang tanpa kancing sehingga tidak bisa kupakai untuk menutupi kemeja kerah rendahku.
Di ruang ber-AC non stop ini sungguh membuat paha & betisku semriwing sambil berdoa semoga aku tak masuk angin nantinya. (Tolak angin, I'm counting on you)
Tiba-tiba aku mendengar pintu ruang diketuk & bahkan sebelum aku menjawab pintu yang tak tertutup sepenuhnya itu menganga.
"Hai Kika! Makan siang yuk!"
Figur playboy yang kukenali melangkah masuk tanpa diminta.
Aku melihat Dodik sang office boy terlihat bingung yang kutebak dia mengarahkan Johanh ke ruanganku, ruangannya Yusuf sih, tapi tak menduga si tamu langsung nyelonong tanpa pamit.
Aku memberi gestur 'tidak apa-apa' pada Dodik agar dia menyerahkan masalah 'tamu tiba-tiba' ini padaku.
"Ada apa Kak Johanh ke sini?"
Aku sok sibuk membuka-buka notesku & menulis hal-hal yang perlu kulakukan sesudah makan siang nanti.
"Bukannya harusnya VOA lagi sibuk mempersiapkan konser artis internasional minggu depan?" menanyainya sinis.
Johanh terlihat tak gentar dengan kesinisanku. Dia mondar mandir memperhatikan ruangan & buku-buku milik Yusuf yang tertata di rak.
"Yang kuurusi di VOA kan nggak cuma bisnis promotor & agensi aja. Aku di sini karena mau meeting dengan Papamu."
Johanh memberi lirikan sekilas lalu melanjutkan mondar mandirnya.
"Papa ada di kantor sekarang?"
Tanyaku sedikit kaget. Sudah lebih dari 4 minggu beliau lalu lalang dari kota ke kota untuk meeting, baru sekarang aku dengar kabar bahwa Djati menginjakkan kakinya di main office Wismail lagi.
"Kata sekertarisnya sih sekarang lagi perjalanan dari bandara. Aku & Papamu meeting sehabis makan siang."
Yang dia maksud sekertaris nih pasti Handa. Puas berkeliling Johanh menduduki kursi di sebelahku sambil menghela nafas panjang sesantai-santainya.
"Gimana rasanya kerja? Betah?"
" Yah.. Lumayan." Aku menutup notesku & memandang langsung pada Johanh.
"Orang-orang di sini baik-baik. Jadi adaptasinya gampang. Tapi kenapa Kak Johanh sok akrab begini hari ini?" aku memincingkan mata curiga.
Johanh menanggapi tantanganku den memajukan tubuhnya sambil masih tetap duduk.
"Bukannya dari dulu aku peduli sama Kika? Kika aja yang nggak sadar." senyum yang biasanya dia pakai untuk menjerat wanita dengan gombalan ia pasang sedemikian natural membuatku susah memahami tujuannya yang kuyakini pasti bukan sembarang rayuan.
"Kita kan sudah kenal lama, wajar dong aku memberikan perhatian."
Benar juga sih, aku mengenal Johanh di awa-awal aku menjadi anak keluarga Wismail. Dia putra tunggal Presdir VOA grup adalah langganan sebagai tamu yang hadir jika ada pesta & acara yang diadakan kalangan jetset.
Awal pertemuanku dengannya adalah saat ia, yang kala itu berusia 18 tahun, sudah tenar dengan prestasinya mengencani banyak wanita di sana sini. Tua atau muda, gadis atau janda baginya tak masalah yang penting ikhlas suka sama suka.
Irza & aku tentu tak jarang bertegur sapa dengannya meskipun mayoritas tak lebih dari sekedar basa basi. Irza sering sekali menasehatiku untuk tidak mudah terpengaruh rayuan pria-pria macam Johanh, yang tentu saja pasti kuturuti nasehatnya tanpa diminta.
Suara bel makan siang yang sempat kulupakan berbunyi membuatku langsung berdiri. Johanh ikut berdiri & dengan riang dia bertanya.
"Nah, mau makan siang di mana kita?"
Aku memberikan pandangan & pose meminta maaf,
"Duh.. Maaf ya Kak Johanh. Aku sudah ada janji makan siang sama temen. Kakak makan sendiri aja ya."
Sudah ancang-ancang untuk pergi meninggalkan Johanh tapi yang bersangkutan malah membuntutiku.
Aku menoleh padanya yang cuma senyam senyum di belakangku.
"Ada apa lagi ya?"
"Yasudah, aku makan siang juga saja sama temen-temenmu."
Johanh dengan semangat merangkul bahuku sok akrab & menyegerakan jalanku keluar ruangannya Yusuf menuju kantin. Bisa ditebak Julia & para engineer yang lain memandangku dengan heran dengan situasi tak biasa ini.
Aku tak punya ide untuk menyingkirkan Johanh dari makan siangku bersama para engineer jadinya kami kedatangan tamu baru bernama Johanh Astin.
Julia yang masih lajang kegirangan bukan main saat kukenalkan padanya & dia tak malu mengungkapkannya di hadapan publik, aka Johanh. Semakin menambah parah Johanh menjabat tangan Julia sambil memberikan pujian manis & bisa kurasakan dari kilauan di matanya membuat Julia melayang senang.
Begitu juga saat menggenggam tangan Yani & Dini, kedua wanita itu menanggapi sambil tersipu malu saat Johanh memberi mereka senyum aktor iklan pasta giginya.
Putri, yang meskipun juga masih lajang, biasa saja menerima pujian & senyum diskonan dari Johanh membuat pria itu sedikit merasa drop harga dirinya sebagai playboy beken. Tak ada yang khusus saat Johanh berkenalan dengan para engineer laki-laki, yang pasti dia sudah merasa tak ingin buang-buang tenaga dengan memberi rayuan pada sekumpulan pria-pria.
"Wah.. Senang sekali kerja di Wismail Grup. Makan siangnya enak begini." Johanh berkomentar setelah mengunyah sesendok sup & langsung melahap lagi ke sendok berikutnya.
Melihat Johanh bertingkah kekanakan membuat Bima tertawa tergelitik.
"Memangnya Pak Johanh kerja di mana?"
Johanh menoleh pada Bima,
"Saya kerja di VOA yang di Jalan Juanda. Siang ini mau ada meeting dengan papanya Kika di lantai 47."
"Lho? Aku baru tahu Papamu kerja di sini juga.." Julia menoleh ke arahku, sambil meminum gelas yang berisi teh manis hangat. Para engineer yang lain masih kalem saja sibuk dengan menu makan siang masing-masing.
Merasa sudah salah ngomong, tingkah Johanh jadi agak canggung & tatapannya yang melebar saat memandang Julia mengatakan kalimatnya yang terakhir berlanjut melirikku dengan tatapan meminta maaf.
"Aku belum bilang ya?"
Aku membuat pembukaan yang kuusahakan senatural mungkin.
"Pak Djati itu papaku.."
Nakul memandangku heran, "Pak Djatiluhur yang satpam itu papamu? Pak Johanh & papamu mau meeting apaan??"
Kalimat Nakul membuat Johanh yang tengah meminum air mineralnya jd keselek & terkikik batuk-batuk. Melihat tingkah Johanh yang nggak biasa atensi para engineer jadi lebih intens ke arah pembahasan tentang tema 'papaku' ini.
"Bukan Pak Djati yang itu. Papaku yang Djati Wismail."
Aku membuka kartu & memandang wajah para engineer satu-satu sambil tetap berusaha tenang.
"Haaaah?!!"
"OH YA?!"
"BENERAN?!"
"ya ampuuun.."
"Kok nggak dari dulu kamu bilang. Kenapa baru sekarang??!!"
"Aku nggak keceplosan jelek-jelekin pihak manajemen kan? Bisa disunat gajiku! Jangan doooonk..."
Suara terkejut & pertanyaan dilemparkan padaku sekaligus sampai membuat orang-orang lain di kantin menoleh di grup kami. Bahkan saking bertumpuknya suara sampai aku kurang jelas juga siapa nanyanya apa & siapa yang mengomeliku. Namun saat suara gaduh protes mereda, ada yang menanggapi secara tak kuduga.
"Lho? Kalian kok pada baru tahu?" Putri menoleh ke seluruh teman makan siangnya & kami pun memandang Putri dengan wajah yang sama bingungnya.
"Kalian nggak lihat TV? Waktu Pak Djati konferensi pers dia kan ngumumin kalo anaknya yang perempuan bakal masuk ke departemen engineering Wiphone." berkata dengan santainya si Putri sambil mulai memakan sop buah kesukaannya.
"Aku & Yudi juga tahu kok." Kini Karna yang bicara.
"Kebetulan kita nonton via internet di Yotoube. Di situ ada Kika berdiri di belakangnya para eksekutif yang hadir. Meskipun lebih mirip nyempil."
"Gitu kok nggak bilang kita sih?" Dewa memprotes.
"Lho? Mana kutahu kalau pada nggak tahu.. Kupikir semua udah tahu.." Yudi membela diri.
"Iya.. Itu salahmu sendiri nggak liat berita di TV. Nontonmu sinetron melulu sih, Wa!"
Dini menimpali protesnya Dewa. Dewa semakin memprotes dirinya dituduh sinetron mania. Dan tema tentang 'papaku' belok dengan smooth jadi tema membully si Dewa.
Keributan karena aku membuka kedok berakhir lancar seperti yang kuharapkan.
Saat makan siang berakhir & kami kembali ke post masing-masing. Johanh yang bersiap untuk menuju ruang pertemuan untuk meeting dengan Djati tiba-tiba menanyaiku,
"Nanti makan malam bareng yuk."
"Kenapa?" tanyaku datar.
"Kan kita tadi sudah makan siang bareng. Sudah cukuplah tebar pesonamu padaku.."
Johanh mendekatkan posisi badannya ke arahku dengan senyum manja minta diperhatikan seperti bocah.
"Tadi kan kamu udah kenalin aku ke teman-temanmu, sekarang giliranku kenalin kamu ke teman-temanku."
Johanh menjadi persuasif & kelihatannya nggak akan berhenti kalau aku nggak mengiyakan.
"Lagipula teman-teman yang mau kuundang ini para eksekutif muda yang sedang berkembang lho. Pasti Kika bakal belajar banyak hal dari mereka."
Kata-kata Johanh barusan membuatku goyah, yang semula tak punya minat kencan di hari-hari sibuk jadi mulai mempertimbangkan banyak hal.
Aku tahu Johanh yang meskipun playboy cap nyamuk tapi sebagai bussinessman dia berada di level atas. Djati bahkan pernah memuji kemampuannya saat beliau sehabis baca koran yang memberitakan bahwa Grup VOA mulai merambah pasar ke timur tengah berkat terobosan yang dilakukan pria berambut coklat ini. Mungkin ada bagusnya kalau aku punya banyak kenalan bussinessman berbakat untuk diajak bertukar pikiran.
Aku mengiyakan ajakan Johanh dengan anggukan dan kata-kata persetujuan yang mantap. Johanh memasuki lift dengan puas setelah ia menyuruhku untuk menunggunya di ruangan Yusuf sepulang kerja nanti.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 166 Episodes
Comments
🐾Ocheng🐾
ganteng tapi botak dong ngakak 😁
2020-10-22
0
just.Ryn
johanh beraksi....
btw, baca nama johanh ni gmn sih?
johan trus diakhiri dg mendesah gt kah?
2020-05-12
3
Die-din
u know...kok aku seneng ya sama johan wkwkkw kaya mondmond 🥰
2020-05-06
1