Gorgeous Jewel
Seorang gadis dengan tampak angkuh berjalan menuju sebuah ruangan. Dengan gaun panjang berwarna merah maron, sedikit dilengkapi rumbai kecil dan kerlap-kerlip perhiasaan di beberapa bagian tubuhnya, gadis itu tampak elegan dan mewah. Tatapan matanya yang merendahkan orang di sekitarnya, membuat perasaan menjadi lirih. Pelayan yang melihat sosoknya tak berani untuk menatap langsung matanya melainkan hanya bisa menunduk sembari menyambut kedatangannya.
Gadis itu tidak lain adalah putri sulung dari kediaman duke Strongfort.
Dia bukanlah jenius, orang cerdas atau memiliki keterampilan khusus lainnya. Gadis itu sendiri adalah sebuah ancaman atau beban bagi keluarga Strongfort. Sombong, tamak, licik, hedonis adalah sedikit kata untuk menggambarkan dirinya.
Alicia Lein Strongfort, satu-satunya yang membuatnya istimewa, hanya status yang ia pegang saat ini yaitu sebagai putri dari keluarga duke Strongfort yang terkenal.
Alicia berjalan melewati pintu menuju ruang makan yang megah dari kediaman Strongfort. Ayah, ibu dan adik perempuannya telah duduk di kursi mereka masing-masing dan sudah siap untuk menyantap hidangan sarapan.
Seperti biasa, Alicia dengan tingkahnya yang kurang sopan santun dan tak mencerminkan seorang putri bangsawan sebagaimana mestinya berjalan menuju kursinya. Ia bahkan tak ingin repot untuk menyapa kedua orang tuanya.
" Alice. " Begitulah panggilannya. " Jangan lupa untuk menghadiri kelas etika mu siang nanti. Ku dengar kau telah berkali-kali absen. " Lanjut Ayahnya, Ernard Lein Strongfort.
Merasa jenuh dan malas untuk membalas ucapan ayahnya. Alice menarik nafas panjang sambil memutar bola matanya. " Tapi Yah, nanti siang aku ingin pergi ke kediaman Lilia. Dia mengundangku dalam acara pesta teh. "
Melihat sikap putrinya, Liana hanya bisa menghela nafasnya perlahan, sementara itu Ernard mengernyitkan alisnya merasa kesal dengan tingkah Alice .
Ernard yang berkali-kali dan berhari-hari telah menasehati Alice merasa semakin putus asa. Usianya sudah menginjak angka 15 tapi perilakunya bahkan lebih buruk dari pada seorang anak-anak. Padahal setahun lagi adalah pesta debutnya.
" Baiklah jika itu maumu." Ucap Ernard setelah menghela nafas panjangnya. " Tapi ingat! Ini yang terakhir. Berikutnya kau tidak boleh absen lagi dari kelas etika mu. " Ernard merasa bahwa nafasnya hanya akan semakin memendek ketika ia menghadapi putrinya yang satu ini.
" Iya Iya. " Dengan tampak malas Alice menjawabnya. Waktu terus berputar dan keadaan hening berlanjut hingga sarapan mereka selesai.
Setelah mengelap mulutnya dengan sehelai kain. Alice meninggalkan ruangan tersebut begitu saja tanpa sepatah kata.
Dalam benaknya, Alice sendiri berpikir bahwa pelajaran etika itu adalah hal yang paling merepotkan. Sedikit-sedikit harus inilah harus itulah, tidak boleh inilah tidak boleh itulah.
Dengan banyaknya peraturan mengenai tingkah seorang wanita bangsawan, Alice merasa terbebani. Ia terkekang, ia ingin bebas dan menikmati hidupnya sepenuh hati. Toh apalagi yang tidak ia miliki, menurutnya. Wajah rupawan, kekayaan begitu banyak, pamor sudah pasti, kekuatan? Jangan ditanya. Dengan semua hartanya itu Alice hanya ingin berfoya-foya.
Saat waktu pesta teh tiba. Dengan dandanannya yang terbilang 'Wah' Alice melangkah dari pintu kamarnya.
Para pelayan wanita telah ia buat repot kiri-kanan.
Dari ketika mereka harus menyiapkan bak mandi hingga gaun dan riasan. Alice tiada henti-hentinya melemparkan umpatan, cemoohan dan kekesalannya pada mereka.
Telah banyak pelayan yang meninggalkan kediaman Strongfort, utamanya bagian pelayan wanita. Salah sedikit saja atau suasana hati Alice sedang buruk, maka bisa dipastikan akan ada keributan yang terjadi akibat gadis itu. Namun, beruntungnya, Alice tak pernah main tangan atau kekerasan pada pelayan rumahnya, hanya ucapan pedas yang pas menusuk hati atau perabotan yang ia lempar berantakan ke lantai atau dinding.
Di temani oleh seorang pelayan wanita dan dua ksatria, Alice dengan kereta kudanya berangkat menuju kediaman Matilda.
~
Di rumah kediaman Matilda, dalam sebuah ruangan cukup luas, kumpulan muda mudi dari kalangan bangsawan saling bertukar kata. Ruangan tersebut langsung terhubung ke area taman keluarga Matilda membuat para tamu yang menghadiri pesta bisa langsung menikmati pemandangan taman bunga.
" Tau tidak, Beberapa hari yang lalu aku mendengar berita yang cukup menarik "
" Benarkah? Apa itu? "
Kelompok wanita tersebut tampak asik berbincang.
" Sepertinya putri sulung kediaman Strongfort kembali berulah. "
" Sungguh? Wah~wah~ keluarga Strongfort Sepertinya akan mempunyai masa depan yang kemilau dengan kehadirannya " sindirnya.
Kumpulan wanita tersebut tertawa pelan bersama.
Topik tentang Alice memang selalu hangat di telinga untuk dibicarakan.
Beberapa saat kemudian, kereta kuda yang ditumpangi Alice tiba di depan kediaman Matilda.
Penjaga gerbang yang melihat sosoknya sekejap terpana akan paras Alice
' Apakah dia adalah gadis tercantik di kerajaan Solis ini....'
Alicia yang tampak anggun berjalan menuju tempat pesta teh tersebut diadakan.
Wajah putih sedikit pucat dengan kulit halus dan bibir kecil berwarna merah muda itu menarik perhatian begitu banyak orang. Tidak hanya lelaki, begitu juga dengan para wanita yang hadir dan melihatnya. Hidung mancung dan mata birunya yang cerah seperti lautan membuat orang merasa nyaman ketika melihatnya tak hanya itu. Rambut pirang keemasannya yang panjang membuat orang iri akan betapa lembut dan indahnya saat mereka terbelai angin.
Ya, seharusnya jika dia bersikap lebih baik dari pada rumor itu, maka orang-orang mungkin akan mengaguminya saat melihat kecantikannya tapi mengetahui tempramen dan sifat lainnya. Mereka tahu untuk tidak begitu lama meletakkan mata itu pada Alice.
" Alice! " Liliana menegur Alice saat melihatnya. " Kau datang rupanya. Bagaimana perjalananmu?"
" Terima kasih telah mengundangku Lilia " Balas Alice dengan sopan dan lembut. Meski ia sendiri malas belajar etika tapi terima kasih dengan pengulangan yang begitu banyak dari gurunya sehingga ia bisa mengingat beberapa hal mengenai tata krama.
Alice dan Lilia berjalan dan berbincang dengan akrabnya.
" Jadi, bagaimana kabarmu dengan pangeran Kevin? " Tanya Lilia pada Alice.
" Hmm... Ku rasa baik-baik saja. Tapi... Aku tidak tahu akhir-akhir pangeran selalu sibuk dan tak bisa ku temui" Jelas Alice mengerutkan alisnya karena kesal.
' Sibuk? Sungguh? Aku tahu dia adalah putra mahkota tapi... bukankah ia sebenarnya hanya tidak ingin bertemu denganmu ' Pikir Lilia menggelengkan kepalanya melihat Alice.
" Sebaiknya kau perbaiki saja sikapmu itu, jika kau berniat ingin menjadi tunangannya " Terang Lilia sembari menawarkan cemilan manis.
Alice menghela nafas panjangnya. Kenapa orang-orang selalu menyuruhnya berubah? Bukankah ia lebih menikmati hidupnya saat ini, ia lebih bahagia. Begitulah pikir Alice.
Sifat Egois inilah yang membuat orang lain membencinya.
Sembari berjalan, Lilia tersenyum dan sesekali melambaikan tangannya untuk menyapa para tamu yang ia temui.
" Yah... Pokoknya, kau harus berubah itu saja. Terlebih lagi jangan terlalu mudah untuk dekat dengan pria lain." Jelas Lilia seperti seorang ibu pada anaknya.
Sungguh beruntungnya Alice memiliki sahabat seperti Lilia.
" Eh Tunggu! " Alice tiba-tiba berhenti saat melihat kumpulan gadis bangsawan disisi kirinya.
Melihat seringai Alice, lilia meletakkan telapak tangannya di dahinya sambil menggelengkan kepalanya.
' Mulai lagi '
Dengan membusungkan dadanya. Alice menghampiri para gadis tersebut.
" Apa yang sedang terjadi? "
Para gadis spontan menoleh ke asal suara tersebut. Mereka menahan nafasnya sejenak melihat Alice.
Yang tadinya sedikit ribut tiba-tiba menjadi sunyi senyap saat ia hadir di tengah-tengah mereka.
' Apa ini? Penindasan? Siapa dan kepada siapa ' Alice mengamati dan melihat para gadis bangsawan yang ada di hadapannya ' Hmm~ Begitu rupanya. ' Senyum lebar pun mulai terlukis di wajahnya.
Para gadis tersebut seperti terikat menjadi satu pikiran 'Gawat' kata itulah yang menggambarkan situasi mereka saat ini.
Di sisi kirinya dua orang gadis muda yang terlihat gemetaran dan menunduk. Di sisi lainnya seperti sebuah kelompok yang terlihat lebih arogan dari pada dua orang lainnya.
" Aku tidak tahu apa yang terjadi, tapi...tampaknya menarik. Kenapa tidak dilanjutkan? " Ucapnya sambil berjalan pelan mengitari mereka.
Kipas kecil kesayangannya tak lupa ia tepuk - tepuk di telapak tangannya.
" Ti-tidak. Ka-kami... Kami hanya bercanda. " Jawab salah satu gadis berkelompok tersebut lalu ia melirik temannya yang di sebelahnya.
" Benar. Kami hanya bercanda " Lanjut gadis di sebelahnya.
Alice terdiam. Entah takdir atau kebetulan, ketika seorang pelayan yang berkeliling sambil menawarkan minuman melewati mereka. Alice meraih salah satu gelas.
" Ah... Maaf, sepertinya gelas ini sedikit licin. " Ucapnya setelah ia dengan sengaja menumpahkan minuman tersebut pada gadis yang terlihat seperti pemimpin kelompok itu " Untung saja gelas itu kuat. Mungkin jika gelas itu terlalu murah sepertinya akan pecah begitu saja saat terjatuh. Benar kan?!" Sindirnya dengan tatapan sinis pada kelompok gadis itu.
" Ma-maafkan kami nona Alicia. " Gadis-gadis itu menunduk dan segera berlari menjauh.
" Te-terima.. "
" Aku tidak memiliki niat untuk membantu kalian. Rendahan! " Tegasnya lalu ia pun berlalu.
Setelah melihat aksi Alice. Lilia segera menghampirinya.
" Apa yang kau lakukan? Bukankah itu sedikit berlebihan " Tegurnya.
Alice tersenyum tipis dan menjawab " Aku hanya tidak suka melihatnya " Ia diam sejenak " Lagi pula aku sedikit bosan." Sambungnya.
Lilia bingung dengan sahabatnya ini. Dia tidak tampak seperti ingin membantu mereka tapi kenapa ia ikut campur? Dia bahkan tidak ingin repot untuk melerai jika ada pertengkaran.
Lilia memegang tangan Alice "Ayo, kita ke kamarku. Ada yang ingin ku ceritakan " Ajaknya.
~
Setelah menunggu beberapa lama di depan pintu kamar Lilia. Pelayan wanita Alice pun memutuskan untuk mengetuk pintu.
" Siapa? "
" Maaf nona. Saya pelayannya nona Alicia "
" Masuklah "
Pelayan itu menunduk sekali lalu berkata. " Nona Alicia sudah waktunya untuk kembali. Tuan menyampaikan agar tidak sampai larut. " Jelas pelayan tersebut
Alice mengernyitkan alisnya kesal. Kenapa? Ia ingin bertanya tapi sepertinya pelayan itupun tak tahu apa-apa. Alice hanya bisa menatap kesal pelayan tersebut lalu ia kembali menoleh ke Lilia.
" Kalau begitu, terima kasih atas kedatangannya nona Alicia "
" Aku juga. Terima kasih atas undangannya. "
Keduanya membungkuk sembari mengangkat gaunnya perlahan.
Saat di atas kereta kuda. Alice tak bisa berhenti memikirkan perkataan Lilia. Entah apa yang ia maksud dengan 'keluarga Strongfort sedang dalam bahaya'
Tak lama setelah itu. Kereta kudanya telah jauh dari kediaman Lilia. Entah apa gerangan tiba-tiba kabut muncul. Bukan musim dingin atau gugur dan matahari pun belum sepenuhnya tenggelam.
Kabut itu perlahan semakin tebal dan menutupi pandangan Ronald si kusir.
Kedua ksatria yang menemani Alice mulai curiga.
" Percepat keretanya. Sesuatu yang aneh terjadi " Perintah salah satu ksatria pada Ronald .
Suara cambuk pun mulai terdengar lebih keras dan kereta itu berlari lebih kencang. Berharap mereka bisa segera keluar dari kabut yang semakin menutup pandangan mereka. Namun, tiba-tiba saja kuda-kuda mereka berhenti dan menjerit. Ronald mencoba mencambuknya lagi dan berteriak tapi nihil. Kuda-kuda itu sepertinya takut akan sesuatu. Ya. Insting mereka mengatakan ada sesuatu yang berbahaya di sekitar mereka.
Kabut yang semakin tebal akhirnya menutupi jalanan dan pepohonan di sekitar.
" Lindungi nona! " Kedua ksatria turun dari kuda mereka dan mengambil posisi siaga, begitu pula Ronald dan juga pelayan wanita tersebut.
"A-apa yang terjadi. Kenapa berhenti?! " Tanya Alice panik.
" Maaf nona. Kita dalam masalah "
Keringat dingin mereka mulai mengucur. Hari sudah mulai petang. Mereka terjebak dalam kabut tanpa tahu arah dan musuh yang akan mereka hadapi.
Seketika dua buah belati terbang melesat menuju kedua ksatria tersebut dari balik kabut.
Dengan ketangkasan yang terlatih. Keduanya menangkis belati terbang tersebut.
Kedua ksatria itu menjadi lebih bersiaga. ' Sial! Dimana mereka?'
Keduanya terus menoleh ke seluruh arah, kiri-kanan-atas tapi tak menemukan tanda-tanda dari orang yang menyerang mereka.
Suara senyap menyelimuti Alice dan kelompoknya.
" Tak gentar, pantang mundur, kokoh dan tetap tegar. Benar-benar patut diacungi jempol. " Suaranya diiringi dengan langkah kaki yang pelan.
'Dimana?!' Benak kstaria itu.
Musuh mereka belum terlihat, hanya suaranya saja yang terdengar.
Sementara itu, di dalam kereta Alice gemetar ketakutan. 'Apa ini? Apa yang terjadi? Seseorang... Apakah aku akan di bunuh? Aku.... Akan mati?' Wajahnya histeris dan mulai memucat. Alice begitu ketakutan.
Alice menunduk sambil menutup telinganya dengan kedua tangannya.
Suara benturan pedang yang cukup keras tiba-tiba berbunyi. Alice tahu bahwa para kstaria sedang bertarung di luar tapi tak sedikitpun ia ingin melihat. Di balik topeng kesombongannya ternyata Alice begitu takut untuk mati.
Suara pedang yang tadinya berbunyi keras cukup lama tiba-tiba berhenti. Sebelumnya Alice mendengar suara teriakan. 'Apakah kami selamat?' Harapnya cemas.
"Nona! Lari! Cepat ikuti saya! " Ronald yang tiba-tiba muncul membuat Alice terkejut.
Ragu. Alice yang gemetaran tidak ingin keluar dari keretanya.
Melihat Alice tidak merespon uluran tangannya. Ronald langsung menarik paksa Alice " Maaf Nona ".
"Kyaaa!" Alice berteriak.
Alice dan pelayan perempuan itu melihat dua ksatria mereka berlumuran darah. Pelayan tersebut menutup mulutnya penuh kaget dan takut.
Keduanya masih sanggup berdiri meski terluka parah.
"Wah~ Wah.~Aku tak habis pikir. Kalian mau-maunya menyia-nyiakan nyawa kalian untuk gadis sepertinya " Kata salah seorang pembunuh tersebut saat melihat Alice keluar dari kereta kuda.
" Begini saja. Bagaimana kalau aku melepaskan kalian berempat tapi serahkan dia padaku sebagai gantinya. " Orang itu menyeringai.
Menarik. Penawaran yang sangat menarik. Mana ada orang yang tidak menginginkan hidupnya lebih dari apapun sama seperti Alice.
Mendengar kalimat itu. Alice makin panik. Pikirannya mulai bercampur aduk. 'Bagaimana kalau mereka benar-benar menyerahkanku?' Alice menjerit ketakutan dalam benaknya sambil melihat kelima orang itu.
" Cuih! Mimpi! " Tegas salah seorang ksatria. Ia kemudian memegang erat pedangnya sekali lagi dan kembali mengambil kuda-kuda untuk bertarung.
Melihat rekannya, ksatria yang satupun ikut berdiri tegap dan siap untuk bertarung. "Bagaimana pun itu, dia ada penerus dari kediaman Strongfort. Maaf saja ya, kalian harus melewati kami dulu. " Ucapnya dengan senyum pahit menahan sakit.
" Kalian berdua! Bawa pergi nona segera dari sini. Lawan kita cuma 3 orang. Kami akan menahannya sebisa mungkin. "
" Terima kasih. " Balas Ronald tanpa ragu. " Ayo nona! "
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 306 Episodes
Comments
Hikam Sairi
mulai baca
2024-08-29
0
IndraAsya
👣👣👣 Jejak 💪💪💪😘😘😘
2022-12-01
3