Gadis Tomboy

Gadis Tomboy

Bab 1.Hari Pertama

Pagi itu, matahari bersinar cerah. Cahayanya yang hangat lembut menerobos celah dedaunan. Burung berkicau, yang sesekali diselingi kokok ayam disisi rumah. Kadang terdengar klakson kendaraan yang melintas di jalan. Sebuah rumah dengan halaman bersih, diteduhi beberapa pohon jambu air.

Seorang remaja tengah berdiri didepan cermin, tampak sedang bergitu ceria,senyum mengembang di pipinya, sesekali ia bernyanyi menggambarkan keceriaann, kenapa tidak, Karena hari ini hari pertama dia masuk sekolah menengah pertama.

"Anisa." Terdengar suara pagilan sang kakak, dari halaman. Seperti biasa mereka akan berangkat sekolah bersama-sama. Kakak Anisa bernama Arini, kakak Anisa sudah duduk di kelas sebelas.

"Iya kak." Jawab Anisa, sedikit terburu-buru, lalu mengambil ranselnya, dan membiarkan kamarnya berantakan. Dia buru-buru sebab kakaknya akan banyak mengomelinya yang selalu lelet setiap pagi.

"Anisa, cepat!!. Kita telat ni, Dikkk!!." Kembali terdengar suara sang kakak memanggil. Lalu suara motor terdengar dan klakson turut berbunyi.

"Sebentar kak, Nisa pasang sepatu dulu." Sahut Anisa merengek manja, dia tampak terburu-buru. Seorang ibu-ibu berlalu menenteng sayuran menyapa Arini. Keadaan sedikit beralih, Arini dan ibu itu berbincang basah-basih.

"Cepetan Nisaaaa, ditinggal nanti!." Kata kakak mengancam dan menggoda Anissa. Membuat Nisa menjadi kesal dan berjalan terburu-buru menghampiri.

"Ayo berangkat." Kata Anisa sesaat tiba di dekat kakaknya. Dia naik sepeda motor mereka, lalu berangkat ke sekolah menerobos udara pagi. Di jalanan yang beraspal mereka berpapasan dengan teman-temannya, warga dan kendaraan lainnya. Ayah dan ibu mereka sudah berangkat berkerja sehingga hanya mereka yang masih di rumah di pagi hari. Ayah dan Ibu mereka bekerja sebagai petani biasa.

"Nis, besok-besok cepetan dikit. Kita hampir telat ini, kalau ada sedikit masalah dijalan, habis Kita." Sepeda motor melaju dengan kecepatan sedang. Karena Arini tidak suka kebut-kebutan. Dua kakak beradik itu memiliki sifat yang jauh berbeda. Arini dia memiliki sifat keibuan yang lembut dan berpenampilan rapi. Sedangkan Anisa berwatak kasar, rambut pendek, tidak suka berdandan. Kalau membawa sepeda motor Arini penuh perhitungan. Sedangkan Anisa lebih suka laju cepat. Tapi kalau berdandan sangat lambat.

"Iya kak, Nisa usahakan besok." Jawabnya.

"Janji ya, kalau nggak bakal kakak tinggaalll." Ancam Arini. Dia sedikit membelok karena ada lobang yang cukup besar, bersamaan itu juga dua mobil truk yang penuh karet berlalu. Bau tidak sedap karet tercium menyengat, keduanya menggerutu menyebut bau karet.

"Ya, jangan kak, nanti Nisa berangkat sekolahnya gimana." Kata Nisa dengan bibir cemberut.

"Makanya, jangan lambat jangan lelet." Serga Arini kesal, hampir setiap pagi Anisa selalu lelet dalam segala hal. Dua petani berlalu dengan sepeda penuh rumput pakan ternak.

*****

Waktu terus berjalan, tanpa terasa mereka memasuki kota kecamatan, suasana tampak sibuk. Orang berlalu lalang dengan kesibukannya masing-masing. Arini membelokkan sepeda motornya masuk jalan menuju sekolah Anisa. Mendekati sekolah tampak hiruk pikuk siswa-siswi.

"Nis, kamu baik-baik di sekolah, jaga diri. Ingat jangan buat masala!." Arini menasehati adiknya yang baru masuk SMP itu. Tampak wajah masih kesal dan seram.

"Ok, kakak cantik." Jawab Anisa sambil tersenyum manja, tangannya dia angkat di depan keningnya.

"Hhhhh." Terdengar segahan Arini yang kesal dengan sikap adiknya. Arini kemudian berangkat menuju sekolahnya yang tidak begitu jauh dari sekolah Anisa.

*****

Sementara itu, Nisa sedang melihat-lihat sekolah barunya. Halaman rumput hijau luas, bendera berkibar di tengah lapangan, siswa-siswi berlalu kesana kemari. Ada yang berkelompok, berdua, duduk-duduk dan menyapu lantai. Beberapa pohon tumbuh subur dan rindang, pagar mengelilingi sekolah. Bagi siswi baru seperti Anisa hari itu adalah istimewa, walau kedua orang tuanya tidak mengantar. Anisa berjalan di teras sekolah, sambil terus mengamati. Dia belum punya teman di sekolah barunya. Anisa kemudian berdiri disisi sudut bangunan sekolah, sehingga di sisi belakang tidak terlihat.

"Brukkk." Ada yang menabrak dari belakang.

"Awww." Nisa terdorong kedepan, dan terjungkal. Sekilas dia memperhatikan seorang anak perempuan seumuran dengannya dan berseragam sekolah. Anak itu tersenyum ramah penuh rasa bersalah.

Tampak uluran tangan seseorang yang menabraknya.

"Maa. Maaf, tidak sengaja, kau tidak apa-apa?." Ujarnya, membantu Anisa bangun dan membersihkan bagian seragam yang Kotor. "Ada yang terluka?. " Lanjutnya panik.

"Tidak, aku tidak apa-apa." Jawabnya bangkit berdiri.

"Aku pikir sudah kumpul anak baru, jadi Aku lari. Tidak melihat ada orang di balik dinding." Jelas anak remaja putri itu.

"Tak apa, Aku juga salah berada di tengah jalan." Kata Anisa.

"Kamu anak baru juga.?" Tanya penabrak Anisa.

"Ya." Jawab Anisa sambil mengangguk, percakapan keduanya sedikit berhenti ketika serombongan kakak kelas belalu. Beberapa diantaranya menyapa mereka dengan panggilan adik.

"Oh ya, siapa namamu?."

"Anisa. Panggil saja Nisa."

"Aku, Claudia Etasari. Panggil Aku Dia aja." Kata Claudia. Kemudian Claudia mengajak Anisa duduk di taman kecil di sisi bangunan sekolah. Disana juga sudah ada beberapa siswa sedang duduk.

"Kamu tinggal di mana Nis?. " Tanya Claudia, sesaat setelah duduk.

"Aku tinggal di Desa Mawar." Jawab Anisa. "Kamu?." Anisa bertanya balik.

"Kalau aku tinggal di Komplek Cempaka, tidak terlalu jauh dari sekolah kita. Dekat, dari depan pagar kita lurus, tinggal belok ke kiri, maju sekitar 200 meter, masuk perkomplekan. Rumah Aku blok C, cirinya di halamannya ada pohon mangga rindang. Yuk, kapan-kapan main ke rumah."

"Bener ni, pastilah mau. Apalagi kalau buah mangga bisa dibikin rujak." Ujar Anisa, tersenyum lebar.

"Kamu suka merujak juga, garcep. Mumpung buah mangga masih banyak." Ujar Claudia, keduanya sudah akrab dan sama-sama hobi merujak. Seorang kakak kelas putri bertanya apakah keduanya siswa baru dan bertanya dari mana alamat keduanya. Banyak yang mereka bincangkan, sementara siswa terus berdatangan. Tampak seorang pak guru datang dengan mengendarai sepeda motor. Beberapa saat kemudian lonceng berbunyi, siswa lama langsung masuk kelas, sedangkan siswa baru berkumpul di depan kantor sekolah. Tampak Anisa dan Claudia berada diantara teman sekolahnya mendengarkan pengumuman kelas. Karena murid yang diterima banyak, maka dibagi menjadi tiga kelas,7.1, 7.2, dan 7.3. Keajaiban terjadi atau harapan Anisa dan Claudia dikabulkan Tuhan, keduanya mendapat satu kelas, yaitu kelas 7.2.

*****

Nisa menghempaskan tubuhnya di atas kasur, melepaskan rasa lelah dan gerah dengan menghidupkan kipas angin. Sesekali dia mendengar percakapan ayah, ibu dan kakaknya di luar. Anisa, kalau tidur sering bermimpi dan menggigau. Perna dia tidur di kamar kakaknya. Dia bermimpi dan menggigau lalu memukul-mukul kakanya, sehingga kakaknya jatu dari tempat tidur. itulah mengapa kakaknya tidak mau lagi tidur dengan Anisa.

"Tekk. Tekk. Tekkk." Suara kipas angin tua Anisa, tapi lumayan masih ada anginnya. Beberapa saat kemudian Anisa bangkit dari tempat tidur. Tampak seprei warna abu-abu berantakan saat dia bangkit. Anisa bermaksud mandi, dan shalat zuhur. Maklum dia belum sempat shalat tadi, pulang, makan dan malas-malasan di kamar. Untung waktu zuhur belum habis. Kain ganti dan handuk dia lingkarkan di bahunya. Terdengar alunan lagu dangdut Roma Irama, Elvi Sukaisi mengalun yang disetel ayah dan ibu diruang depan.

"Slurrrr." Anisa tiba-tiba terpeleset karena menginjak kain basah di muara pintu kamar mandi. Sesunggunya kain itu selalu ada untuk mengeringkan kaki selepas dari kamar mandi. Tapi karena Anisa pikirannya kemana-mana membuat dia lupa dan ceroboh.

"Aaaaaaaa." Anisa hanya bisa berteriak keras. Teriakan terdengar dari luar dan bersamaan dengan itu, Ayah, Ibu dan Arini bergegas ke dapur menuju kamar mandi.

Tiga kepala melongok dari pintu kamar mandi. Mulut Arini, Ayah dan Ibu Anissa menganga lebar. Bersamaan itu juga, rasa terkejut berganti gelak tawa yang menggema.

"Hhhhhhh,, Kamu lagi ngapain Dek?, " Kok Kamu gitu. Tampak, kepala Anisa terpasang ember wadah sabun, paste gigi berlepotan di wajahnya. Semua berantakan dan wajah Anisa cemberut tidak menentu, mau menangis, mau tertawa, dan kesal juga ada. Wajah merah dan mulut meringis. Dia berdiri agak membungkuk dan tertati-tati. Ibunya bertanya apakah dia baik-baik saja, Anisa mengangguk-angguk saja.

***--------***

Terpopuler

Comments

Joni Apero

Joni Apero

awal yang baik

2022-12-26

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!