"OK, ok, waktu Aku berumur delapan tahun, Aku pernah sakit mata. Mata Aku merah, berair, ada belek nya lagi. Teman-teman Nisa mendengar dengan serius.
"Nak, mata kamu kenapa?." Tanya ibu khawatir. Ibu dan Bapak baru pulang dari ladang.
Nisa mengucek-ucek matanya yang terasa gatal, berair, dan panas. Ibu yang melihat itu pun langsung menghentikan tindakan Nisa."Jangan nak, jangan di kucek. Nanti tambah merah."
Mata Nisa semakin menyipit karena mata nya kian membengkak. "Mata ku gatal, dan terasa panas bu." Keluh Nisa.
Nampak Arini datang dari arah dapur, ia membawa sapu tangan yang sudah di bilas dengan air hangat." Dek, mata nya coba di bersihin dengan kain ini, tempel pada mata, dan hapus belek nya. Siapa tau bisa sedikit mengurangi rasa gatal dan panasnya, ayo ambil, nanti keburu dingin." Kata Arini panjang lebar, Arini sendiri waktu itu masih duduk di bangku sekolah menengah pertama.
Nisa melihat ibu nya, dan di jawab dengan anggukan oleh ibunya. Nisa mengambil sapu tangan di tangan kakak nya yang sudah di rendam dengan air hangat. Lalu ia tempel kan di matanya dan membersikan belek di sekitar bola matanya.
"Pak, seperti nya Nisa kita bawah ke bidan saja." Ibu menghampiri suaminya yang sedang berada di dapur mengeluarkan daun singkong, ubi talas, dan terong dari keranjang anyaman yang biasa di bawah istrinya ke ladang.
"Nisa sakit.?" Bapak seketika berhenti mengeluarkan bawaan nya tadi ketika mendengar bahwa Nisa sedang sakit.
Pertanyaan Bapak di jawab dengan anggukan dari istrinya." Sakit apa bu." Bapak langsung keluar menghapiri anak bungsunya yang sedang duduk di meja rias, dengan tangan menekan sapu tangan di sebelah mata nya. Nisa tidak sendirian karena di temani kakaknya Arini.
Bapak mendekat melihat keadaan anak nya." Kamu sakit mata nak." Bapak menoleh kebelakang melihat istrinya.
"Bu, cepat ajak Nisa berobat ke bidan, supaya tidak terjadi infeksi yang terlalu serius." Kata Bapak, dan di jawab anggukan kepala oleh istrinya.
Ibu sedang bersiap-siap di kamarnya, mengganti pakaiannya dengan yang bersih, agar tidak terlalu bau. ia baru saja pulang dari ladang bersama suaminya, belum sempat mandi.
Ibu mngetahui keadaan Nisa dari anak nya Arini, ketika berpapasan dengan ibu nya di dapur yang baru muncul dari pintu belakang pulang dari ladang. Saat itu Arini hendak merebus air, guna mengompres mata Nisa adiknya.
Ibu menghampiri Nisa di kamarnya, yang baru selesai memakai kardigan. Dengan Arini di sampingnya.
"Ayo nak cepat kita ke bidan, sebelum magrib." Kata Ibu. Dan di jawab dengan anggukan oleh Nisa.
Setalah keluar dari kamar, ibu berhenti dan memandang Arini yang berada di belakang mereka hendak menutup pintu.
"Nak kamu di rumah saja, biar ibu dan adik mu saja yang ke rumah bidan. Kamu siapkan saja untuk makan nanti malam." Arini mengangguk, setelah mengatakan itu ibu langsung berjalan ke depan bersama Nisa.
*
*
*
Kini Nisa sedang duduk di atas ranjang khusus pasien yang akan berobat. Ia menunggu ibunya yang sedang menjelaskan gejala apa saja yang di alami anaknya, sepanjang perjalanan ke rumah bidan Nisa di Minta ibu nya menyebutkan apa saja keluhannya, agar saat di tanya ia mudah menjawab.
"Anak ibu akan saya suntik, agar cepat mengurangi pembengkakan, dan segera sembuh." Tutur bu bidan.
Ibu mengganggukkan kepala tanda menyetujui, lain halnya dengan Nisa saat mendengar suntik ia sudah panik duluan.
"Dek, Nelungkup sebentar sayang." Kata bu bidan yang sedang mengisi jarum suntik dengan sebuah cairan khusus obat mata.
Nisa yang panik pun berusaha mencari cara agar bisa kabur, melihat keadaan yang menyisahkan cela, akhirnya Nisa turun dari ranjang pasien dan berlari ke luar rumah ibu bidan.
Nisa berlari kencang menuju rumahnya yang tidak terlalu jauh dari rumah ibu bidan, ia meninggalkan begitu saja ibu nya di sana.
Nisa segera mencari tempat untuk bersembunyi agar tidak ketahuan oleh ibu, ia takut akan di ajak kembali kerumah ibu bidan dan lebih parahnya di suntik. Karena sedang panik Nisa memilih lemari sebagai tempat sembunyi yang paling aman.
Saat ia pulang pun tidak di ketahui orang rumah, kakaknya Arini sedang memasak di dapur, sedangkan Bapaknya sedang mandi di kamar mandi.
"Ya Allah semoga ibu tidak meminta ku kesanan lagi, Aku sangat takut jika harus di suntik." Celoteh Nisa di balik pakaiannya di dalam lemari.
*
*
*
Ibu pun di buat melongo serta malu dengan tindakan putrinya, bukankah saat hendak kerumah bu bidan ia baik-baik saja, tidak ada komentar ataupun penolakan. Ibu geleng-geleng dengan putri nya yang satu itu, padahal di antara kakak nya ia lebih pemberani lalu mengapa kabur saat mendengar jarum suntik.
Ibu merasa malu dengan but bidan yang tengah menatapnya." Maaf ya bu bidan, itu seperti nya anak saya takut sama jarum suntik. Sekali lagi saya minta maaf atas ketidaksopanannya." Ucap ibu merasa tidak enak.
Ibu bidan tersenyum kecil dan duduk di hadapan ibu Nisa, lalu meresepkan obat-obatan seperti Antibiotic, tetes mata dan obat mata lainnya." Tidak apa-apa bu, hal seperti itu sudah biasa terjadi." Tutur bu bidan penuh pengertian.
"Mungkin Dek Nisa memang belum siap untuk di suntik." Ucapnya lembut.
Bu bidan mengeser obat-obatan yang sudah ia resepkan ke depan ibu." Dek Nisa bisa minum obat ini dulu, jika tidak kunjung membaik, terpaksa harus di suntik. Jelas bu bidan.
Setelah menebus obat ibu Nisa segera pamit pulang, di dalam perjalanan tak henti-henti nya ibu mengeleng-ngeleng kepala tak habis fikir dengan tindakan putrinya barusan yang terkenal tomboy namun takut dengan jarum.
Sesampainya di rumah ibu segera ke depan kamar Nisa untuk mencari Nisa, sayang nya pintu kamar Nisa terkunci dari dalam. Yang menandakan anak nya sembunyi di dalam kamar.
Arini yang baru saja ke luar dari dapur pun segera menghampiri ibu nya yang berdiri di depan kamar adik nya dengan wajah kesal." Bu sudah selesai berobatnya, Nisa mana?." Arini mengedarkan pandangan ke sana kemari mencari keberadaan adiknya.
"Adik mu yang tomboy itu, kabur saat mau di suntik!." Tutur ibu.
Arini yang mendengar penuturan ibu nya pun tanpak menahan senyum di depan Ibu nya yang sedang kesal.
"Maaf bu, Aku lupa mengingatkan ibu kalau Nisa memang takut jarum suntik. Dulu dia pernah bolos sekolah karena di sekolah sedang ada acara suntik vaksin."
Ibu dan bapak Nisa memang tidak mengetahui tentang hal itu, karena saat Nisa bolos ibu dan bapak sudah pergi ke ladang.
Ibu pun menjadi melunak setelah di beri tahu Arini mengenai adik nya yang takut jarum suntik.
"Mengapa tidak bilang dari tadi." Tanya ibu.
" Maaf bu, Arini lupa." Arini cengengesan dan menggaruk kepalanya yang sama sekali tidak gatal.
Redah sudah amara ibu nya yang sempat naik ke ubun-ubun." Ini obat nya, nanti kasih sama Nisa. Ibu mau mandi." Setelah memberikan obat pada Arini, ibu segera ke kamar untuk segera mandi. Karena sebentar lagi adzan magrib.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments