NovelToon NovelToon

Gadis Tomboy

Bab 1.Hari Pertama

Pagi itu, matahari bersinar cerah. Cahayanya yang hangat lembut menerobos celah dedaunan. Burung berkicau, yang sesekali diselingi kokok ayam disisi rumah. Kadang terdengar klakson kendaraan yang melintas di jalan. Sebuah rumah dengan halaman bersih, diteduhi beberapa pohon jambu air.

Seorang remaja tengah berdiri didepan cermin, tampak sedang bergitu ceria,senyum mengembang di pipinya, sesekali ia bernyanyi menggambarkan keceriaann, kenapa tidak, Karena hari ini hari pertama dia masuk sekolah menengah pertama.

"Anisa." Terdengar suara pagilan sang kakak, dari halaman. Seperti biasa mereka akan berangkat sekolah bersama-sama. Kakak Anisa bernama Arini, kakak Anisa sudah duduk di kelas sebelas.

"Iya kak." Jawab Anisa, sedikit terburu-buru, lalu mengambil ranselnya, dan membiarkan kamarnya berantakan. Dia buru-buru sebab kakaknya akan banyak mengomelinya yang selalu lelet setiap pagi.

"Anisa, cepat!!. Kita telat ni, Dikkk!!." Kembali terdengar suara sang kakak memanggil. Lalu suara motor terdengar dan klakson turut berbunyi.

"Sebentar kak, Nisa pasang sepatu dulu." Sahut Anisa merengek manja, dia tampak terburu-buru. Seorang ibu-ibu berlalu menenteng sayuran menyapa Arini. Keadaan sedikit beralih, Arini dan ibu itu berbincang basah-basih.

"Cepetan Nisaaaa, ditinggal nanti!." Kata kakak mengancam dan menggoda Anissa. Membuat Nisa menjadi kesal dan berjalan terburu-buru menghampiri.

"Ayo berangkat." Kata Anisa sesaat tiba di dekat kakaknya. Dia naik sepeda motor mereka, lalu berangkat ke sekolah menerobos udara pagi. Di jalanan yang beraspal mereka berpapasan dengan teman-temannya, warga dan kendaraan lainnya. Ayah dan ibu mereka sudah berangkat berkerja sehingga hanya mereka yang masih di rumah di pagi hari. Ayah dan Ibu mereka bekerja sebagai petani biasa.

"Nis, besok-besok cepetan dikit. Kita hampir telat ini, kalau ada sedikit masalah dijalan, habis Kita." Sepeda motor melaju dengan kecepatan sedang. Karena Arini tidak suka kebut-kebutan. Dua kakak beradik itu memiliki sifat yang jauh berbeda. Arini dia memiliki sifat keibuan yang lembut dan berpenampilan rapi. Sedangkan Anisa berwatak kasar, rambut pendek, tidak suka berdandan. Kalau membawa sepeda motor Arini penuh perhitungan. Sedangkan Anisa lebih suka laju cepat. Tapi kalau berdandan sangat lambat.

"Iya kak, Nisa usahakan besok." Jawabnya.

"Janji ya, kalau nggak bakal kakak tinggaalll." Ancam Arini. Dia sedikit membelok karena ada lobang yang cukup besar, bersamaan itu juga dua mobil truk yang penuh karet berlalu. Bau tidak sedap karet tercium menyengat, keduanya menggerutu menyebut bau karet.

"Ya, jangan kak, nanti Nisa berangkat sekolahnya gimana." Kata Nisa dengan bibir cemberut.

"Makanya, jangan lambat jangan lelet." Serga Arini kesal, hampir setiap pagi Anisa selalu lelet dalam segala hal. Dua petani berlalu dengan sepeda penuh rumput pakan ternak.

*****

Waktu terus berjalan, tanpa terasa mereka memasuki kota kecamatan, suasana tampak sibuk. Orang berlalu lalang dengan kesibukannya masing-masing. Arini membelokkan sepeda motornya masuk jalan menuju sekolah Anisa. Mendekati sekolah tampak hiruk pikuk siswa-siswi.

"Nis, kamu baik-baik di sekolah, jaga diri. Ingat jangan buat masala!." Arini menasehati adiknya yang baru masuk SMP itu. Tampak wajah masih kesal dan seram.

"Ok, kakak cantik." Jawab Anisa sambil tersenyum manja, tangannya dia angkat di depan keningnya.

"Hhhhh." Terdengar segahan Arini yang kesal dengan sikap adiknya. Arini kemudian berangkat menuju sekolahnya yang tidak begitu jauh dari sekolah Anisa.

*****

Sementara itu, Nisa sedang melihat-lihat sekolah barunya. Halaman rumput hijau luas, bendera berkibar di tengah lapangan, siswa-siswi berlalu kesana kemari. Ada yang berkelompok, berdua, duduk-duduk dan menyapu lantai. Beberapa pohon tumbuh subur dan rindang, pagar mengelilingi sekolah. Bagi siswi baru seperti Anisa hari itu adalah istimewa, walau kedua orang tuanya tidak mengantar. Anisa berjalan di teras sekolah, sambil terus mengamati. Dia belum punya teman di sekolah barunya. Anisa kemudian berdiri disisi sudut bangunan sekolah, sehingga di sisi belakang tidak terlihat.

"Brukkk." Ada yang menabrak dari belakang.

"Awww." Nisa terdorong kedepan, dan terjungkal. Sekilas dia memperhatikan seorang anak perempuan seumuran dengannya dan berseragam sekolah. Anak itu tersenyum ramah penuh rasa bersalah.

Tampak uluran tangan seseorang yang menabraknya.

"Maa. Maaf, tidak sengaja, kau tidak apa-apa?." Ujarnya, membantu Anisa bangun dan membersihkan bagian seragam yang Kotor. "Ada yang terluka?. " Lanjutnya panik.

"Tidak, aku tidak apa-apa." Jawabnya bangkit berdiri.

"Aku pikir sudah kumpul anak baru, jadi Aku lari. Tidak melihat ada orang di balik dinding." Jelas anak remaja putri itu.

"Tak apa, Aku juga salah berada di tengah jalan." Kata Anisa.

"Kamu anak baru juga.?" Tanya penabrak Anisa.

"Ya." Jawab Anisa sambil mengangguk, percakapan keduanya sedikit berhenti ketika serombongan kakak kelas belalu. Beberapa diantaranya menyapa mereka dengan panggilan adik.

"Oh ya, siapa namamu?."

"Anisa. Panggil saja Nisa."

"Aku, Claudia Etasari. Panggil Aku Dia aja." Kata Claudia. Kemudian Claudia mengajak Anisa duduk di taman kecil di sisi bangunan sekolah. Disana juga sudah ada beberapa siswa sedang duduk.

"Kamu tinggal di mana Nis?. " Tanya Claudia, sesaat setelah duduk.

"Aku tinggal di Desa Mawar." Jawab Anisa. "Kamu?." Anisa bertanya balik.

"Kalau aku tinggal di Komplek Cempaka, tidak terlalu jauh dari sekolah kita. Dekat, dari depan pagar kita lurus, tinggal belok ke kiri, maju sekitar 200 meter, masuk perkomplekan. Rumah Aku blok C, cirinya di halamannya ada pohon mangga rindang. Yuk, kapan-kapan main ke rumah."

"Bener ni, pastilah mau. Apalagi kalau buah mangga bisa dibikin rujak." Ujar Anisa, tersenyum lebar.

"Kamu suka merujak juga, garcep. Mumpung buah mangga masih banyak." Ujar Claudia, keduanya sudah akrab dan sama-sama hobi merujak. Seorang kakak kelas putri bertanya apakah keduanya siswa baru dan bertanya dari mana alamat keduanya. Banyak yang mereka bincangkan, sementara siswa terus berdatangan. Tampak seorang pak guru datang dengan mengendarai sepeda motor. Beberapa saat kemudian lonceng berbunyi, siswa lama langsung masuk kelas, sedangkan siswa baru berkumpul di depan kantor sekolah. Tampak Anisa dan Claudia berada diantara teman sekolahnya mendengarkan pengumuman kelas. Karena murid yang diterima banyak, maka dibagi menjadi tiga kelas,7.1, 7.2, dan 7.3. Keajaiban terjadi atau harapan Anisa dan Claudia dikabulkan Tuhan, keduanya mendapat satu kelas, yaitu kelas 7.2.

*****

Nisa menghempaskan tubuhnya di atas kasur, melepaskan rasa lelah dan gerah dengan menghidupkan kipas angin. Sesekali dia mendengar percakapan ayah, ibu dan kakaknya di luar. Anisa, kalau tidur sering bermimpi dan menggigau. Perna dia tidur di kamar kakaknya. Dia bermimpi dan menggigau lalu memukul-mukul kakanya, sehingga kakaknya jatu dari tempat tidur. itulah mengapa kakaknya tidak mau lagi tidur dengan Anisa.

"Tekk. Tekk. Tekkk." Suara kipas angin tua Anisa, tapi lumayan masih ada anginnya. Beberapa saat kemudian Anisa bangkit dari tempat tidur. Tampak seprei warna abu-abu berantakan saat dia bangkit. Anisa bermaksud mandi, dan shalat zuhur. Maklum dia belum sempat shalat tadi, pulang, makan dan malas-malasan di kamar. Untung waktu zuhur belum habis. Kain ganti dan handuk dia lingkarkan di bahunya. Terdengar alunan lagu dangdut Roma Irama, Elvi Sukaisi mengalun yang disetel ayah dan ibu diruang depan.

"Slurrrr." Anisa tiba-tiba terpeleset karena menginjak kain basah di muara pintu kamar mandi. Sesunggunya kain itu selalu ada untuk mengeringkan kaki selepas dari kamar mandi. Tapi karena Anisa pikirannya kemana-mana membuat dia lupa dan ceroboh.

"Aaaaaaaa." Anisa hanya bisa berteriak keras. Teriakan terdengar dari luar dan bersamaan dengan itu, Ayah, Ibu dan Arini bergegas ke dapur menuju kamar mandi.

Tiga kepala melongok dari pintu kamar mandi. Mulut Arini, Ayah dan Ibu Anissa menganga lebar. Bersamaan itu juga, rasa terkejut berganti gelak tawa yang menggema.

"Hhhhhhh,, Kamu lagi ngapain Dek?, " Kok Kamu gitu. Tampak, kepala Anisa terpasang ember wadah sabun, paste gigi berlepotan di wajahnya. Semua berantakan dan wajah Anisa cemberut tidak menentu, mau menangis, mau tertawa, dan kesal juga ada. Wajah merah dan mulut meringis. Dia berdiri agak membungkuk dan tertati-tati. Ibunya bertanya apakah dia baik-baik saja, Anisa mengangguk-angguk saja.

***--------***

Bab 2. Hujan Sore

"Tok. Tok. Tok. Tok. Pintu kamar diketuk. "Nisa. Nisa." Terdengar panggilan dari luar.

"Iya Kak." Jawab Anisa dan bangkit membuka pintu. Tampak Kakak berdiri dengan hijab hitam dan rok hitam berbaju kurung panjang. Tangannya memegang buku-buku.

"Ada Kartika sama Susanti." Kata Kakak Anisa, lalu melangkah menuju kamarnya.

"Kakak mau kemana." Tanya Anisa sambil menutup pintu kamarnya.

"Kerja kelompok di rumah Rahma." Jawab Arini tanpa menoleh, terdengar suara pintu kamar terbuka. Anisa melangkah ke ruang tamu. Saat di luar dia melihat dua temannya duduk santai menunggu, Susanti dan Kartika.

"Heeyy, maaf. Sudah lama sampai." Ujar Anisa dan duduk pada kursi di hadapan kedua temannya. Anisa merasa gembira dua teman berkunjung, senyumannya yang ceria menampilkan deretan gigi putihnya. Begitu juga dua temannya tampak tersenyum ceria. Mereka berbincang-bincang seru, saling menggoda.

"Adik, kontak sepeda motor dimana?, Kakak lupa." Suara Arini terdengar dari ruang tengah, beberapa saat kemudian dia muncul dari balik pintu sambil bertanya. Dia mencari-cari sesuatu, melihat kesana kemari.

"Tadi dipakek Ayah, mungkin di atas lemari dapur." Jawab Anisa, seketika Arini berbalik dan menuju dapur. Dia baru ingat kebiasaan ayah mereka kalau sudah memakai sepeda motor.

"Nis, ayo kita main ke rumah Jesika. Dia bilang ada buah untuk di rujak." Kata Susanti.

"Ayooo, Goooooo." Jawab Anisa dengan spontan dan kegirangan. Merujak adalah hobinya yang tiada duanya. Ketiganya langsung tertawa bersama-sama.

Kartika, Susanti dan Jesica merupakan teman lama Anisa sejak sekolah dasar. Tapi bedah angkatan, sehingga usia mereka berbeda. Kartika, Susanti, dan Jesica berumur 16-an tahun, dan mereka sekarang duduk di kelas 10 Sekolah Menengah Atas. Sedangkan Anisa baru berusia 13 tahun. Mereka berteman awalnya karena belajar mengaji di pada satu guru. Meski berbeda usia, teman-teman Anisa menganggapnya seusia, dan meminta Anisa memanggil mereka dengan panggilan nama saja. Entah apa alasan mereka, hanya mereka yang tahu.

"Kamu memang rajanya Nis, kalau soal merujak." Jawab Susanti seraya mengguncang-guncang bahu Nisa.

"Anisaaa gitu lohhhh. Bukan rajanya, tapi yang paling nomor satu." Ujar Anisa, seraya mengacungkan jarinya. Kemudian ketiganya tertawa-tawa bersama. Kartika menyarankan rujaknya harus pedas, dan Susanti bilang kacangnya harus banyak. Dan banyak lagi celoteh tentang rujaknya.

"Ya sudah, ayo berangkat sekarang, jangan tunggu lama-lama." Ajak Anisa.

"Go." Ujar Susanti, dia bangkit dan memasang ransel di bahunya.

"Tancap." Kata Kartika. Ketiganya bangkit dan bersiap ke rumah Jesika.

"Buah apa rencana Jesika?." Tanya Anisa sambil mengunci pintu. Anak kunci dia letakkan di bawah lap kaki.

"Kedondong dan buah raman muda." Kata Susanti. Buah raman adalah buah rujak pavorit mereka. Mendengar nama buah raman air liur mereka bergejolak, tak sabar ingin segerah melahapnya.

Di tengah jalan mereka terus bersenda gurau, dan bercerita tentang banyak hal. Begitulah mereka, bila sudah bertemu pasti ada-ada saja yang mereka bicarakan, seakan tak pernah habis cerita. Berpapasan dengan dua teman yang mau mandi ke sungai. Jalanan ramai, banyak warga pulang kerja. Tidak lama mereka pun sampai di depan pintu gerbang rumah Jesika.

*****

"Permisi Pak," Anisa menyapa rama pada satpam penjaga rumah Jesika, umurnya sekitar empat puluh limaan tahun, bernama Pak Galang. Sudah lama bekerja di rumah Jesika. Jesika anak orang kaya, rumanya dua lantai dan berpagar tinggi. Tapi Jesika anak yang baik, dia tidak pilih-pilih teman. Begitu juga orang tua dan saudara-saudara Jesika. Semua rama dan baik, beta berada di rumah Jesika. Ayah Jesika seorang saudagar, sudah naik haji. Haji Fadlan dan ibu Jesika bernama Haja Ribaya.

"Iya, Jesika ada." Jawab Pak Galang dia sudah tahu kalau melihat ketiga sahabat Jesika. "Masuk-masuk." Lanjutnya, seraya membuka pintu pagar. Terdengar derikan pintu pagar di tarik. Saat pintu terbuka tampak Jesika sudah menunggu di teras rumah sambil berjalan mondar-mandir.

******

Pak Galang memperhatikan beberapa saat ketiga remaja itu menuju teras rumah. Tampak bunga-bunga mekar di sisi teras. Ada yang di dalam pot, di tanam di halaman dan sekitar kolam kecil. Bagitulah, halaman rumah Jesika begitu Indah dan rapi.

"Kalian telat.. " Ujar Jesika agak merajuk, dia tidak lagi mondar-mandir seperti tadi.

"Maaf Jes, kita sudah buru-buru." Ujar Susanti, dia duduk di teras diikuti Anisa dan Kertika.

"Buah rujaknya sudah habis oleh kakak-kakak Aku." Kata Jesika.

"Yaaa." Anisa, Kartika dan Susanti berkata serentak yang dibaluti rasa kecewa berat. Padahal lidah ketiganya sudah basah oleh air liur.

"Jadi gimana Jes, jangan bilang ya kalau nggak jadi,,," Kartika menimpali.

"Iya Jes, lihat nih, dedek nya meronta-ronta." Kata Susanti. "Takut acara ngerujak nya nggak jadi, iya kan Dek?." Susanti melanjutkan seraya mengelus perut nya agar mereka percaya. Dia berakting seolah-olah ibu hamil yang sedang mengidam.

"Gak jadi.... " Kata Anisa sedih.

"Iya deh, kita pulang yuk." Kartika mengajak pulang dengan seakan dia diusir saking kecewanya. Sementara Jesika menahan tawa melihat kekecewaan ketiga sahabatnya.

"Tapi, habisnya bohong." Ujar Jesika diiringi tawanya yang terbahak-bahak. Anisa, Kartika dan Susanti saling pandang dan sadar kalau dikerjai oleh Jesika. Sontak ketiganya ikut tertawa.

"Ayo, kedapur saja." Ajak Jesika, mereka beranjak ke dapur. Di ruang tengah tampak ayah dan ibu Jesika duduk santai menonton televisi. Ketiganya tersenyum dan kedua orang tua Jesika tersenyum rama.

"Jangan terlalu pedas merujaknya." Ujar ibu Jesika.

"Iya Tante." Sahut ketiganya. Di dapur seorang wanita umur tiga puluhan tahun sedang mengupas buah-buahan muda. Buah nanas, kedondong, raman dan jambu. Dia ART di rumah Jesika, namanya Mirna biasa dipanggil kak Mirna oleh Jesika dan temannya.

"Ada satu buah yang belum ada?." Kata Jesika.

"Apa." Ketiganya menyahut.

"Mangga." Jawab Jesika.

"Ini sudah banyak buahnya, adik-adik." Ujar kak Mirna.

"Kakak, bikin rujaknyan, kami ambil mangga di belakang rumah." Kata Jesika, mereka kemudian pergi ke belakang dimana terdapat dua batang pohon mangga berbua. Saat tiba mereka memandangi pohon dan berpikir bagaimana mengambil buahnya.

"Gala di mana, Jes." Tanya Susanti.

"Jauh di gudang." Jawab Jesika.

"Ambil Jes, inikan rumahmu." Kata Kartika.

"Iya dehhh." Kata Jesika malas, dia harus melangkah ke gudang di samping garasi mobil. Kenapa tak bawa dari tadi.

"Bukkk. Buukkk. Buukkk. " Tiga buah jatuh, Jesika menghentikan langkahnya dan menoleh ke atas pohon mangga. Jesika, Susanti dan Kartika menjadi keheranan dan mulut keduanya ternganga. Anisa tampak lincah memanjat dan mengambil buah mangga. Kembali buah-buah jatuh dan ketiganya masih mematung tidak percaya. Sudah lebih sepuluh bijih buah jatuh ke tanah.

"Bagaimana, cukup." Tanya Anisa dari atas pohon, dia tampak duduk santai pada sebuah dahan. Melihat itu, ketiganya tambah ternganga. Tidak menyangkah Anisa pandai memanjat.

"Cuu. Cuu. Cukuppp." Kata Jesika. Anisa turun dengan cepat, sepertinya dia seorang ahli panjat. Ketiganya meminta Anisa hati-hati dan pelan-pelan. Namun Anisa hanya dua kali bergantung sudah di bawa. Kartika dibantu Susanti mengumpulkan buah mangga kedalam bakul yang mereka bawa tadi. Anisa tampak menepuk kedua tanganya membersihkan dari debu. Mereka pulang dan membantu mengupas buah mangga muda. Rujak sudah dibuatkan kak Mirna. Akhirnya mereka pun pesta rujak. Selama merujak mereka tidak pernah diam. Susanti kembali melanjutkan ektingnya tadi, pura-pura ngidam dan hamil.

*****

"Bohong pasti." Jawab Anisa.

"Kalian pada nggak percaya?." Kata Susanti serius.

"Santiii, lo,, ," Teriak mereka bertiga serempak, tak percaya dengan apa yang teman mereka ucapkan. Tapi mereka akhirnya masuk juga dalam akting dan pembicaraan konyol yang dibuat-buat.

Santi melihat ke arah mereka, dengan wajah sedih dan kecewa, padahal di dalam hati ia sedang tertawa terbahak-bahak. Karena Susanti tau temannya akan mengikuti alur, maka ia melanjutkan dramanya, dengan pura-pura ngidam.

"Iya, dan kalian semua harus bertanggung jawab kalau anak Aku nantinya ileran." Susanti memandang ke arah mereka bertiga dengan memasang wajah sedih.

"Lo hamil Sus, kamu kan belum nikah Sus." Tanya Kartika, mata Kartika tidak lepas dari arah perut Susanti, ia membayangkan Susanti hamil. Susanti remaja yang tinggal bersama ibunya dan sudah ditinggal pergi ayahnya sepuluh tahun lalu ternyata pandai bermain sandiwara dan akting.

Tampak hawa di sekeliling mereka menjadi panas, tak lama mereka bertiga memeluk Susanti dengan tujuan memberikan Susanti kekuatan dan ketegaran, dengan di iringi isak tangis, mereka terus memeluk Susanti.

"Gay's,,,." Susanti menundukan pandangan kebawah seraya mengumpulkan keberaniannya." Aku mintak maaf, sebenarnya-". Susanti mengantung ucapannya. Sambil berkata dan mendengarkan mereka terus mengunya rujak.

"Ada apa Sus?. " Tanya Jesika, sambil makan rujak kepedasan.

"Se, sebenarnya Aku.." Ucapnya terbata.

"Apa Sus?. Apa laki-laki itu tidak mau bertanggung Jawab." Tanya Jesica lagi.

"Pasti buaya darat itu." Ujar Anisa.

"Itulah jangan pacaran, kan yang susah kamu sendiri." Susanti menasihati.

Susanti tetap memandang ke bawah,

sedangkan teman-temannya sudah sangat penasaran apa yang akan Susanti katakan. Susanti mengagkat kepalanya dan ia memberanikan diri untuk mengatakannnya.

"Gay's sebenarnya Aku hamil anak kembar empat, saat USG kemarin." Kata Susanti.

"Apa!!." Jawab mereka serempak seakan tidak percaya.

"Kamu ini, banyak sekali kembarnya. Seperti kucing saja." Kata kartika spontan. Mendengar itu, semuanya tergelitik geli dan tertawa terbahak-bahak. Membuat buah yang ada di mulut mereka menyembur keluar. Begitulah mereka terus berceloteh selama berkumpul. Orang tua Jesika dan kakak-kakak Jesika hanya menggeleng-geleng kepala. Anisa, Kartika dan Susanti pulang saat jam menunjuk pukul lima sore. Seharusnya Anisa pulang pukul 16:30 dan dia lupa. Karena terlalu asik bermain dengan teman-temannya dan karena hujan.

*****

"Anisaaaa, kenapa pulang terlalu sore. Anak perempuan macam apa kamu ini. Lihat itu, jemuran basah semua. Seharusnya kamu angkat dulu baru pergi. Mandi belum, masak belum, piring banyak kotor, kamu dari mana dengan siapa pergi." Anisa kena semprot ibunya.

"Tadi mau pulang, tiba-tiiii.... " Kata-kata Anisa terputus dan ibunya kembali mengomel yang bikin pusing.

"Sudah, bikin minum ayahmu, rumah di bersihkan. Kakakmu kemana juga belum pulang. Punya dua anak gadis sama saja. Alasan saja kamu ini, sudah tahu sore hari. Mau jadi apa kamu ini. Perempuan harus tahu diri. Sudah dibilang jangan pulang terlalu sore." Kata ibu Anisa tanpa putus. Di luar terdengar suara sepeda motor tanda Arini pulang.

"Ariniiiiii." Teriak Ibu dari dapur, Arini tampak bergegas masuk. Setelah itu kembali omelan yang panjang terjabarkan dari A sampai Z.

\*\*\*\*\*\*\*\*\*

Wali Kelas.

Bel tanda masuk pun berbunyi, seluru siswa berbondong-bondong memasuki kelas masing-masing.

Nisa sekarang sedang duduk di dalam kelasnya bersama teman-teman barunya. Mereka sudah saling kenal karena sudah berkenalan tadi, hanya ada beberapa saja yang belum di ajak Nisa berkenalan.

Karena guru belum masuk ke kelas, Nisa dan beberapa teman barunya berkumpu di salah satu meja.

"He, kalian tau nggak rumor tentang wali kelas kita" Tanya salah satu teman Nisa.

"Emang apa'an?." Tanya teman Nisa yang lain."

"Kata nya wali kelas kita nanti cowok lo." Kata Teman Nisa yang bernama Tristianah.

"Terus,,,, apa hebat nya coba.?" Jawab Nisa.

"Ini nih, kalau kalau ketinggalan berita,,." Jawab Tristianah.

"Emang apa'an." Tanya teman Nisa yang bernama Dia.

"Wali kelas kita itu gantenggggg tingkat tinggi tau, ganteng bangetttt,,, ." Kata Tristianah sambil membayangkan wajah tampan bak sang pangeran dari dongeng.

"Woy biasa ajah kali, nggak usah sampai ngences segala." Kata Nisa.

Hhhhuuuuuuuu,,,,,

Suara teriakan teman-teman Anisa yang ikut ngerumpi.

"Iya maaf, saolnya ganteng banget, jadi airnya ikut keluar, habis udah nggak sabar pengen ketemu." Kata Tristianah sambil terkekeh.

"Udah ganteng, jomblo lagi. Uuu bahagia nya kalau bisa jadi istri si ganteng?. luar biasaaaa. " Sambung Tristianah dengan senyum mengembang menghiasi wajah tirus nya.

"Ah kebanyakan ngayal lu,,,." Jawab Dia sewot.

"Banyakin belajar iya, biar lanjut keperguruan tinggi. Agar bisa sukses nantinya, . Ini malah menghayal yang nggak-nggak, pengen jadi istri pula. Emang dia mau sama lu." Sambung Dia.

"Benar itu. "Jawab teman-temannya yang ikut ngerumpi.

"Eh, nggak salah dong ngehalu, siapa tau jadi kenyataan. Dia pasti mau la sama Aku, Aku kan cantik." Jawab Tristianah tidak mau kalah.

"Terserah lu deh. "Jawab Dia pasrah.

Nisa dan teman-teman yang lain hanya dapat geleng-geleng kepala.

Pembicaraan mereka terhenti saat mereka mendengar suara langkah kaki yang semakin mendekat.

Teman-teman Nisa pun kembali ke tempat mereka masing-masing.

laki-laki yang mereka sebut tadi, kini berada di depan mereka. Laki-laki itu memiliki postur tubuh yang tinggi, dengan kulit berwarna sawo matang,hidung mancung, dan di sertai lesung pipit di sebaleh kiri pipinya yang menambah kadar ketampanannya.

Tristianah tercengang menyaksikan pemandangan yang berada di depan matanya.

Ia membenarkan kata gosip yang beredar, bahwa benar wali kelasnya memiliki wajah yang sangat tampan. Sunggu Indah ciptaan-Nya.

Pandangan pertamannya pada laki-laki itu sudah memikat hati Tristianah.

Tristianah sampai tidak berkedip olehnya, Sehingga suara bisikan teman sebangku nya tidak mampu ia dengar dengan jelas.

Tristianah baru tersadar ketika mendapat cubitan di pinggang dari teman sebangkunya.

"Aw, sakit tau, ngapain cubit-cubit." Kata Tristianah jengkel.

"Hhheee,,, Aku baik lo, kok kamu marah?, Aku kan sudah sadarin kamu dari mimpi buruk." Nila tersenyum jail kepada Tristianah. Jangan kebanyakan menghayal, nggak baik." Tambah Nila sok bijak.

"Enak ajah bilang mimpi buruk, ini itu mimpi indah. Dan lagi pula menghayal yang itu nggak apa-apa asal yang baik-baik. Siapa tau jadi kenyataan, kamu iri ya sama aku makanya kamu bilang gitu."

"Idii, kepedean banget lu."

"Kalau kamu nggak iri, nggak usah ganggu. Oke!!."

"Terserah kamu deh, repot amat ngenyadarin orang kaya kamu. cepat tua Aku lama-lama."

"Siapa yang suruh, salah sendiri ganggu orang."

"Aw." Teriak Tristianah dan Nila serempak.

Nisa baru saja menarik ujung jilbab mereka dari arah belakang. karena Bangku Nisa berada tepat di belakang mereka berdua.

"Woy, perhatikan guru di depan. Jangan asik ngrumpi, nanti di catat sama malaikat baru tau rasa." Bisik Nisa dengan suara pelan agar tidak terdengar sampai ke depan."

"Apa'an si kamu Nisa, main tarik-tarik ajah, lihat ni jilbab ku jadi nggak rapi. Awas ya kalau kadar kecantikan ku berkurang. Aku lempar kamu ke pemotongan ayam biar tangannya nggak bisa jail lagi."

"Coba saja kalau bisa." Kata Nisa mengejek dengan di sertai menaik turun kan alisnya. " Makanya jangan asik sendiri kalau lagi ada guru yang bicara di depan. Dosa tau. "

Karena mendapat teguran sok bijak dari Nisa, akhirnya mereka kembali memperhatikan guru di depan yang sedang bicara di depan, guru yang akan menjadi wali kelas mereka nantinya.

*

*

*

Hari ini mereka belum belajar, karena masih mencatat jadwal pelajaran, memilih perangkat kelas, dan tentunya jadwal piket kelas.

Besok mereka baru belajar normal.

Bel pulang pun di bunyikan, anak-anak mulai keluar dari kelas. Di antara mereka ada yang membawa sepeda motor sendiri, berjalan kaki, dan ada pula yang di jemput oleh keluarga mereka sendiri.

Seperti Nisa sepulang sekolah Nisa di jemput kakak nya Arini. Mereka kini tengah dalam perjalanan pulang menuju rumah menggunakan sepeda motor.

"Bagaimana tadi di sekolah dek, sudah punya teman baru belum?. " Tanya Arini di tengah perjalanan mereka.

"Sudah dong kak, Aku kan baik hati dan tidak sombong." Nisa dengan bangga memuji diri nya sendiri.

"Iya apa?.

"Iya dong kak."

"Bagus deh, kalau kenyataannya benar begitu."

Banyak hal lagi yang mereka bicarakan, hingga tidak teresa kini mereka sudah sampai di depan rumah.

Keadaan pintu rumah masih terkunci. Kakak Nisa, Arini mengambil kunci rumah yang berada di dalam tas dan segera membukanya. Setelah melepas sepatu, Nisa beranjak pergi ke kamar meninggalkan kakak nya yang masih melepas sepatu di teras. Ibu dan Ayah mereka kini masih berada di ladang, Mananam padi serta sayur mayur untuk nantinya di jual di pasar.

*

*

*

Ibu dan Ayah Nisa kini sedang menanam singkong di dekat pondok kecil mereka. Setelah menanam singkong rencananya mereka akan menanam tanaman talas juga.

Mereka sendiri tidak menyewa tanah orang lain, melainkan menanam tanaman di tanah mereka sendiri yang sudah lama mereka miliki. Maka dari itu hasil dari tanaman yang mereka peroleh akan sepenuhnya menjadi milik mereka.

Biasanya tanaman yang mereka tanam tubuh dengar subur, sehingga menghasilkan hasil yang lumayan banyak.

Uang yang mereka peroleh akan mereka gunakan sebagian untuk keperluan anak-anaknya sekolah, sebagiannya lagi untuk keperluan dapur.

Untuk beras sendiri mereka tidak membeli lagi, karena mereka menanam padi sendiri di ladang.

Mereka terlihat sangat letih, nampak air keringat bercucuran di permukaan kulit mereka. Sebab mereka sudah lama berada di bawah teriknya sinar matahari.

Walaupun pekerjaan mereka sangat melelahkan, mereka tetap selalu semangat dalam bekerja.

"Pak, cuaca hari ini sangat panas ya. Apa mungkin akan turun hujan." Kata ibu

"Iya bu, mungkin saja. Lihat saja sebagian awan sudah menghitam." Jawab Bapak. "Ayo bu, kita harus cepat tukutnya nanti hujan beneran." Bapak mempercepat gerakannya, Karena sebagian awan putih tertutup awan hitam.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!