Pohon Beringin (Many Hidden Secrets)

Pohon Beringin (Many Hidden Secrets)

1. Firasat seorang ibu

 

Namanya Dimas Raharja. Dia bekerja sebagai seorang PNS yang di tugaskan bekerja di sebuah kantor pemerintahan. Dimas menjalankan pekerjaannya dengan baik selama tiga tahun terakhir ini.

Karena suatu alasan, Dimas harus di pindah tugaskan ke suatu tempat yang sama sekali belum Dimas kunjungi.

Belum ada seorang pun di sana yang Dimas kenal.

Tapi demi menjalankan kewajibannya, Dimas rela di pindah tugaskan oleh sang atasan.

Menurut desas-desus yang Dimas dengar, setiap mereka yang bekerja di kota yang akan Dimas datangi, mereka selalu tidak betah dan hanya mampu bertahan sampai dua atau tiga bulan saja.

Dimas juga tidak tahu pasti apa penyebab mereka semua tidak betah dan memilih dipindah tugaskan kembali.

“Dimas berangkat dulu ya, Pak, Bu. Doakan Dimas, semoga semuanya lancar,” ucap Dimas berpamitan dan memohon doa restu kepada kedua orang tuanya.

“Pasti, Dim. Pesan ibu hanya satu, jangan pernah kamu meninggalkan salat lima waktumu. Dan setiap sehabis magrib, sempatkan diri kamu untuk membaca Al-Quran,” ucap ibu Dimas menasihati.

Dimas mengangguk dan tersenyum. Dia akan berjanji dalam hati untuk tidak meninggalkan salat dan membaca Al-Quran setiap harinya.

Setelah salim dengan kedua orang tuanya, Dimas segera menaiki ojek online yang sudah dia pesan dan sedang menunggu dirinya sejak tadi.

Ibunya terlihat tidak rela melepaskan anaknya kali ini untuk pergi.

Tidak biasanya sang ibu merasakan hal yang tidak wajar seperti itu. Ada perasaan tidak nyaman dan khawatir akan terjadi sesuatu yang tidak baik.

Namun, ibu Dimas selalu menggumamkan doa untuk anaknya yang sedang berjuang mencari uang untuk membantu perekonomian keluarganya.

“Perasaan Bapak mendadak tidak enak, Bu. Entah hanya perasaan Bapak saja atau ibu juga merasakannya?” tanya bapak Dimas kepada istrinya.

“Ibu juga merasakan hal yang sama. Tapi, ibu akan selalu berdoa semoga Allah SWT menjauhkan Dimas dari segala bahaya,” ucap ibu Dimas tulus mendoakan anaknya itu.

..........

Dimas telah sampai di suatu kota, tepatnya di provinsi Jawa Timur, setelah perjalanan jalur darat yang cukup memakan waktu lama.

Setelah turun dari bus, Dimas langsung di sambut oleh seseorang yang memang ditugaskan untuk mengantar dirinya sampai rumah dinas.

“Mas Dimas bukan?” tanya laki-laki paruh baya itu yang bisa Dimas perkirakan usianya sudah menginjak kepala empat.

“Iya, saya sendiri, Pak. Apa bapak ini, bapak Wongso?” tanya Dimas memastikan.

“Betul sekali, Mas. Ayo naik motor saya. Akan saya antar Mas menuju rumah dinas,” ucap pak Wongso ramah.

Dimas menurut. Dia menaiki jok belakang yang masih kosong. Setelah memastikan Dimas benar-benar duduk, pak Wongso segera melajukan motor bututnya menuju rumah dinas tempat Dimas akan tinggal.

Di perjalanan menuju rumah dinas, Dimas bisa melihat jalan raya yang begitu padat dipenuhi kendaraan.

Dimas hanya pasrah saat pak Wongso membawa motornya dengan ugal-ugalan karena menyalip kanan dan kiri.

Dimas sampai takjub dengan kemampuan pak Wongso mengendarai motornya.

Sangat lincah dan lihai.

Tidak berselang lama, akhirnya motor telah sampai di pelataran sebuah rumah yang masih berdinding bata merah dengan desain tradisional seperti rumah Tempo Doeloe.

Sangat luas dan besar sekali.

Jika di bandingkan dengan rumahnya, mungkin rumah dinas ini besarnya tiga kali lipat dari besar rumah kedua orang tuanya.

“Sudah sampai, Mas. Langsung masuk aja karena ada teman-teman yang lain juga di dalam. Kalau butuh apa-apa, tinggal pergi ke rumah saya aja yang berada di sana,” ucap pak Wongso sambil menunjuk salah satu rumah yang jaraknya mungkin sekitar seratus meter dari rumah dinas yang akan Dimas tinggali.

“Terima kasih ya, Pak. Kalau begitu, saya masuk dulu,” ucap Dimas kemudian dan akan melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah yang terdapat pintu gerbangnya itu.

Namun, langkahnya tiba-tiba terhenti saat pak Wongso kembali memanggil dirinya.

“Ada apa ya, Pak?” tanya Dimas penasaran.

“Saya hanya ingin mengingatkan kepada mas Dimas untuk tidak duduk di teras depan di atas jam sebelas malam,” ucap pak Wongso sambil melirik ke arah pohon beringin yang memang sudah menjadi pusat perhatian Dimas sejak tadi.

Dimas mengikuti arah pandang pak Wongso yang menatap pohon beringin di depannya dengan tatapan yang tidak bisa di artikan.

“Kenapa memangnya ya, Pak?” tanah Dimas penasaran.

“Pokoknya jangan aja, Mas. Saya pergi dulu ya, Mas,” jawab pak Wongso yang masih enggan memberitahu alasannya.

Dimas mengangguk mengizinkan pak Wongso untuk pulang ke rumahnya.

Hari sudah semakin gelap dan waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam.

Dimas segera melangkahkan kaki menuju ke dalam rumah yang akan menjadi tempat tinggalnya selama mengurusi pekerjaannya.

Sebelum benar-benar masuk, Dimas menyempatkan diri untuk melihat satu kali lagi pohon beringin yang daunnya lebat, banyak akar yang menggantung, dan pohon tersebut tidak terlalu tinggi.

Terlihat menyeramkan pada malam hari.

Bulu kuduk Dimas seketika merinding. Entah itu reaksi apa, Dimas juga tidak tahu.

Lebih baik Dimas segera masuk dan melaksanakan salat isya.

Dimas mengetuk pintu terlebih dahulu sebelum benar-benar masuk.

Tok. Tok. Tok.

Tidak berapa lama, ada seseorang dari dalam yang membukakan pintu untuk Dimas.

“Selamat datang,”

Dimas langsung terlonjak kaget saat mendengar bisikan suara wanita yang entah dari mana asalnya.

Dimas melihat sekitar dan tidak di temukan siapa-siapa di sekitar sini.

Dia sampai berbalik badan untuk memastikan bahwa barusan ada yang berbicara kepadanya.

“Sudah datang?” ucap seseorang dari dalam rumah.

Lagi-lagi Dimas terlonjak kaget karena suara seseorang dari dalam rumah yang lumayan kencang lengkap dengan suara baritonnya.

Sangat berbeda dengan suara yang baru saja Dimas dengar.

“Eh, hai Mas. Saya Dimas ....”

“Aku sudah tahu kok, ayo masuk, Dim,”

Ucap Dimas terpotong oleh orang tersebut.

Dimas menurut, dia masuk ke dalam rumah dan menutup pintunya.

“Perkenalkan, namaku Satrio. Aku juga tinggal di sini bersama salah satu temanku yang bernama Riko. Kita akan tinggal di sini bertiga,” ucap seseorang bernama Satrio tersebut bermaksud menjelaskan.

“Iya, Mas Satrio. Senang bertemu Mas Satrio,” jawab Dimas sambil tersenyum.

“Panggilnya tidak usah pakai mas, Satrio saja. Umur kita kayaknya sama,” ucap Satrio lagi dengan ramah.

“Baiklah Satrio.” jawab Dimas mengerti.

Setelah itu, Dimas di antar menuju kamarnya oleh Satrio.

Setelah Satrio pamit untuk kembali ke kamarnya, Dimas mengangguk mengizinkan dan segera mencari sajadah untuk melaksanakan salat isya.

Beruntung, ada kamar mandi di dalam kamar yang Dimas tiduri. Jadi, Dimas tidak perlu mencari kamar mandi di luar kamar lagi.

Setelah mengambil air wudu, Dimas segera menggelar sajadah dan melaksanakan kewajibannya kepada Allah SWT.

 

Terpopuler

Comments

Lina Suwanti

Lina Suwanti

mampir kak,,saya suka cerita genre horor walau bacanya ngeri² sedap

2023-12-12

1

Azis swandi

Azis swandi

Plish aku baca malam

2023-12-04

0

novita setya

novita setya

ketoke menarik

2023-12-03

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!