Tergoda Pesona Mr Cassanova
Salsabila Auristela, nama yang cantik untuk gadis yang cantik pula. Wajah rupawannya mampu menyihir setiap pria yang melihat gadis itu. Tak hanya memiliki wajah yang cantik, kulit putih dan bentuk badan yang proporsional juga membuatnya selalu menjadi pusat perhatian.
“Apakah rok lama kamu udah kecil lagi?” tanya Bunda Erina. Dia adalah wanita yang telah melahirkan gadis yang kerap dipanggil Bila itu.
“Iya, aku juga gak tahu, Bun. Padahal baru satu tahun juga belum,” kesal Bila. Gadis itu berdiri di hadapan cermin yang memperlihatkan tubuhnya.
Bokong sintalnya sedikit terlihat karena rok sekolahnya yang terlalu kecil. Bila mencoba menarik rok itu sedikit ke bawah berharap masih bisa dikenakan saat dia masuk ke sekolah baru nanti.
Namun, usahanya itu gagal. Yang ada, rok lamanya itu malah sobek di bagian jahitannya.
“Ya udah. Nanti beli lagi aja. Tapi Bunda gak bisa antar kamu. Kerjaan Bunda udah numpuk,” keluhnya. Bila yang sudah terbiasa dengan alasan Bundanya itu mengangguk pasrah.
Biarlah nanti dia akan meminta antar pada Bi Inah. ART yang sudah bekerja di rumahnya selama puluhan tahun.
“Apa lagi yang kamu perlu? Nanti biar bunda transfer uangnya ke tabungan kamu. Kamu belanja bareng Bi Inah.”
“Bila belum tahu, Bun. Nanti kalau ada yang lain Bila chat Bunda aja.” Bunda Erina mengangguk menanggapi ucapan putrinya.
“Perusahaan baik-baik aja, Bun?” tanya Bila sekedar basa-basi. Sebenarnya dia sama sekali tak tertarik dengan hal semacam itu.
“Baik. Beberapa bulan lalu perusahaan Ayah baru menandatangani lagi kerja sama dengan perusahaan milik Tuan Adhinata. Kamu tahu kan?” tanya Bunda Erina.
Bila mengangguk. Gadis itu tahu perusahaan yang dibicarakan Bundanya, karena sebelumnya perusahaan mereka juga pernah menjalin kerja sama dengan perusahaan itu dan Bila sering di ajak Ayahnya ketika ada pertemuan dengan alasan ‘agar kamu tahu apa aja yang terjadi di sana’.
“Bunda jangan lupa istirahat. Jangan kerja terus," sindir Bila. Bunda Erina terkekeh mendengar penuturan putrinya.
"Iya, kamu juga belajar yang rajin biar bisa lanjutin bisnis Ayah kamu." Inilah kalimat yang sudah bosan Bila dengar. Dia tak memiliki ketertarikan dalam dunia bisnis, tapi kedua orang tuanya selalu memintanya untuk meneruskan bisnis keluarga mereka.
Bila mengangguk paham. Hanya itu yang bisa dia lakukan, tak ada yang bisa dia lakukan untuk menolak keinginan Bundanya.
"Ya sudah, Bunda berangkat dulu ya." Ini hari Minggu dan Bundanya masih harus bekerja. Entah pekerjaannya yang selalu menumpuk atau memang Bundanya itu gila kerja. Bila tak lagi memedulikan itu.
"Iya Bun. Hati-hati di jalan." Bila mengantar Bundanya hingga ke halaman depan dan melambaikan tangannya saat mobil Bunda Erina mulai menjauhi rumah mereka.
****
Suara pecahan kaca berhasil membuat pria yang baru saja pulang menghentikan langkahnya di depan pintu. Dia sudah tahu pasti apa yang sedang terjadi di dalam. Dengan begitu, pria itu kembali melangkahkan kakinya.
"Apa kalian tak bosan melakukan ini setiap hari?" ucap pria itu sambil terus melangkah ke arah kamarnya. sontak dua orang yang sedang beradu mulut dan saling melemparkan barang itu berhenti dengan aksinya.
"Jeff, kamu udah pulang?" Wanita paruh baya itu menyimpan vas bunga yang ada di tangannya kemudian menghampiri putranya.
"Kelihatannya?" Pria yang dipanggil Jeff itu menaikan sebelah alisnya. Dia sudah sangat muak dengan tempat yang disebut rumah ini.
Sementara itu pria dewasa yang beberapa saat lalu akan melayangkan tamparannya itu kini melengos pergi meninggalkan putra dan istrinya di sana.
Suasana di dalam rumah ini sudah sangat kacau mengingat beberapa vas bunga hancur. Bahkan barang-barang yang harusnya tertata dengan rapi kini sudah tak di tempatnya lagi.
"Maaf ya. Kamu ke kamar dulu, Mama mau beresin ini," ucap wanita paruh baya itu dengan sendu sembari memungut kaca yang berserakan.
Jeff yang mendapatkan perintah seperti itu hanya tersenyum sinis sebelum kemudian benar-benar pergi ke kamarnya.
"Lama-lama bisa gila!" gerutunya sambil mengusap kasar bagian belakang kepalanya.
Jeff berbaring di kamarnya untuk beristirahat setelah melakukan tugasnya di sekolah. Seorang Guru Bahasa Inggris, posisi yang dia dapatkan itu berkat bantuan Kakeknya. Tak ada keterkaitan orang tuanya dalam pekerjaannya itu.
Di sekolah, Jeff dikenal dengan sosok yang dingin. Namun dia tak perah memarahi anak didiknya. Parasnya yang tampan membuat semua para siswi selalu bergurau dengan menggoda gurunya itu.
Namun, siapa sangka di lain sisi Jeff adalah sosok yang seperti ini. Tak ada kebahagiaan di tempat yang dia sebut rumah. Bahkan mungkin kebahagiaan itu akan dia dapatkan di tempat lain.
"Ya kayanya harus ke sana." 'Tempat lain' yang menurut Jeff terdapat banyak kebahagiaan di dalamnya.
Pria itu pergi ke kamar mandi untuk membersihkan badannya sebelum kemudian dia mengambil kunci mobilnya. Suasana di bawah terlihat lebih baik dari pada tadi. Pecahan kaca kini sudah bersih, bahkan kedua orang itupun kini sudah tak ada di sana.
Jeff mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang. Pikirannya melayang ke sana dan ke sini. Banyak sekali hal yang harus dia pikirkan tapi tetap tak menemukan jalan keluarnya.
Hari masih siang, tapi dia ingin ke tempat itu. Setidaknya di sana dia bisa mendapatkan kenyamanan dengan teman-temannya.
"Hei Bro. Kemana aja nih?" tanya orang yang sudah ada di sana sambil melambaikan tangannya.
"Biasa, sibuk di sekolah." Jeff menjawab apa adanya. Dia disibukan dengan urusan sekolah apa lagi satu minggu ke belakang adalah jadwal Penilaian Akhir Semester.
"Bisa-bisanya Pak guru main ke tempat kaya gini," ejek temannya.
"Shut the **** up, Tor." Pria yang bernama Victor itu sontak tertawa disusul dengan tawa dua orang lainnya yaitu Rizal dan Vian.
"Tuh minum minum," tawar Vian mempersilahkan Jeff untuk meminum minuman haram yang ada di hadapan mereka.
Tanpa menunggu dipersilahkan untuk kedua kalinya, Jeff segera meneguk minuman itu hingga tandas. Inilah salah satu cara agar dia bisa melupakan sejenak segala permasalahan yang ada.
"Ada apa lagi?" tanya Rizal. Pria itu adalah yang paling peka di antara dua lainnya. Bahkan dia pula yang selalu memberikan saran pada Jeff tentang masalahnya.
Jeff menggeleng. Dia sedang tak ingin membicarakan apapun kali ini. Dia hanya ingin tenang dan bersenang-senang dengan temannya. Untuknya saat ini, itu sudah lebih dari cukup.
"Oke oke, abisin semuanya. Kalau kurang bilang, kali ini gue yang traktir." Rizal kembali bersuara setelah dia paham jika Jeff tak ingin membicarakan apapun.
Akhirnya mereka berempat hanya minum dan membahas hal lain yang menurut mereka menyenangkan. Tentu saja diiringi dengan suara musik yang memekakkan telinga bagi yang tak biasa dengan hal ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments