NovelToon NovelToon

Tergoda Pesona Mr Cassanova

1. Perkenalan

Salsabila Auristela, nama yang cantik untuk gadis yang cantik pula. Wajah rupawannya mampu menyihir setiap pria yang melihat gadis itu. Tak hanya memiliki wajah yang cantik, kulit putih dan bentuk badan yang proporsional juga membuatnya selalu menjadi pusat perhatian.

“Apakah rok lama kamu udah kecil lagi?” tanya Bunda Erina. Dia adalah wanita yang telah melahirkan gadis yang kerap dipanggil Bila itu.

“Iya, aku juga gak tahu, Bun. Padahal baru satu tahun juga belum,” kesal Bila. Gadis itu berdiri di hadapan cermin yang memperlihatkan tubuhnya.

Bokong sintalnya sedikit terlihat karena rok sekolahnya yang terlalu kecil. Bila mencoba menarik rok itu sedikit ke bawah berharap masih bisa dikenakan saat dia masuk ke sekolah baru nanti.

Namun, usahanya itu gagal. Yang ada, rok lamanya itu malah sobek di bagian jahitannya.

“Ya udah. Nanti beli lagi aja. Tapi Bunda gak bisa antar kamu. Kerjaan Bunda udah numpuk,” keluhnya. Bila yang sudah terbiasa dengan alasan Bundanya itu mengangguk pasrah.

Biarlah nanti dia akan meminta antar pada Bi Inah. ART yang sudah bekerja di rumahnya selama puluhan tahun.

“Apa lagi yang kamu perlu? Nanti biar bunda transfer uangnya ke tabungan kamu. Kamu belanja bareng Bi Inah.”

“Bila belum tahu, Bun. Nanti kalau ada yang lain Bila chat Bunda aja.” Bunda Erina mengangguk menanggapi ucapan putrinya.

“Perusahaan baik-baik aja, Bun?” tanya Bila sekedar basa-basi. Sebenarnya dia sama sekali tak tertarik dengan hal semacam itu.

“Baik. Beberapa bulan lalu perusahaan Ayah baru menandatangani lagi kerja sama dengan perusahaan milik Tuan Adhinata. Kamu tahu kan?” tanya Bunda Erina.

Bila mengangguk. Gadis itu tahu perusahaan yang dibicarakan Bundanya, karena sebelumnya perusahaan mereka juga pernah menjalin kerja sama dengan perusahaan itu dan Bila sering di ajak Ayahnya ketika ada pertemuan dengan alasan ‘agar kamu tahu apa aja yang terjadi di sana’.

“Bunda jangan lupa istirahat. Jangan kerja terus," sindir Bila. Bunda Erina terkekeh mendengar penuturan putrinya.

"Iya, kamu juga belajar yang rajin biar bisa lanjutin bisnis Ayah kamu." Inilah kalimat yang sudah bosan Bila dengar. Dia tak memiliki ketertarikan dalam dunia bisnis, tapi kedua orang tuanya selalu memintanya untuk meneruskan bisnis keluarga mereka.

Bila mengangguk paham. Hanya itu yang bisa dia lakukan, tak ada yang bisa dia lakukan untuk menolak keinginan Bundanya.

"Ya sudah, Bunda berangkat dulu ya." Ini hari Minggu dan Bundanya masih harus bekerja. Entah pekerjaannya yang selalu menumpuk atau memang Bundanya itu gila kerja. Bila tak lagi memedulikan itu.

"Iya Bun. Hati-hati di jalan." Bila mengantar Bundanya hingga ke halaman depan dan melambaikan tangannya saat mobil Bunda Erina mulai menjauhi rumah mereka.

****

Suara pecahan kaca berhasil membuat pria yang baru saja pulang menghentikan langkahnya di depan pintu. Dia sudah tahu pasti apa yang sedang terjadi di dalam. Dengan begitu, pria itu kembali melangkahkan kakinya.

"Apa kalian tak bosan melakukan ini setiap hari?" ucap pria itu sambil terus melangkah ke arah kamarnya. sontak dua orang yang sedang beradu mulut dan saling melemparkan barang itu berhenti dengan aksinya.

"Jeff, kamu udah pulang?" Wanita paruh baya itu menyimpan vas bunga yang ada di tangannya kemudian menghampiri putranya.

"Kelihatannya?" Pria yang dipanggil Jeff itu menaikan sebelah alisnya. Dia sudah sangat muak dengan tempat yang disebut rumah ini.

Sementara itu pria dewasa yang beberapa saat lalu akan melayangkan tamparannya itu kini melengos pergi meninggalkan putra dan istrinya di sana.

Suasana di dalam rumah ini sudah sangat kacau mengingat beberapa vas bunga hancur. Bahkan barang-barang yang harusnya tertata dengan rapi kini sudah tak di tempatnya lagi.

"Maaf ya. Kamu ke kamar dulu, Mama mau beresin ini," ucap wanita paruh baya itu dengan sendu sembari memungut kaca yang berserakan.

Jeff yang mendapatkan perintah seperti itu hanya tersenyum sinis sebelum kemudian benar-benar pergi ke kamarnya.

"Lama-lama bisa gila!" gerutunya sambil mengusap kasar bagian belakang kepalanya.

Jeff berbaring di kamarnya untuk beristirahat setelah melakukan tugasnya di sekolah. Seorang Guru Bahasa Inggris, posisi yang dia dapatkan itu berkat bantuan Kakeknya. Tak ada keterkaitan orang tuanya dalam pekerjaannya itu.

Di sekolah, Jeff dikenal dengan sosok yang dingin. Namun dia tak perah memarahi anak didiknya. Parasnya yang tampan membuat semua para siswi selalu bergurau dengan menggoda gurunya itu.

Namun, siapa sangka di lain sisi Jeff adalah sosok yang seperti ini. Tak ada kebahagiaan di tempat yang dia sebut rumah. Bahkan mungkin kebahagiaan itu akan dia dapatkan di tempat lain.

"Ya kayanya harus ke sana." 'Tempat lain' yang menurut Jeff terdapat banyak kebahagiaan di dalamnya.

Pria itu pergi ke kamar mandi untuk membersihkan badannya sebelum kemudian dia mengambil kunci mobilnya. Suasana di bawah terlihat lebih baik dari pada tadi. Pecahan kaca kini sudah bersih, bahkan kedua orang itupun kini sudah tak ada di sana.

Jeff mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang. Pikirannya melayang ke sana dan ke sini. Banyak sekali hal yang harus dia pikirkan tapi tetap tak menemukan jalan keluarnya.

Hari masih siang, tapi dia ingin ke tempat itu. Setidaknya di sana dia bisa mendapatkan kenyamanan dengan teman-temannya.

"Hei Bro. Kemana aja nih?" tanya orang yang sudah ada di sana sambil melambaikan tangannya.

"Biasa, sibuk di sekolah." Jeff menjawab apa adanya. Dia disibukan dengan urusan sekolah apa lagi satu minggu ke belakang adalah jadwal Penilaian Akhir Semester.

"Bisa-bisanya Pak guru main ke tempat kaya gini," ejek temannya.

"Shut the **** up, Tor." Pria yang bernama Victor itu sontak tertawa disusul dengan tawa dua orang lainnya yaitu Rizal dan Vian.

"Tuh minum minum," tawar Vian mempersilahkan Jeff untuk meminum minuman haram yang ada di hadapan mereka.

Tanpa menunggu dipersilahkan untuk kedua kalinya, Jeff segera meneguk minuman itu hingga tandas. Inilah salah satu cara agar dia bisa melupakan sejenak segala permasalahan yang ada.

"Ada apa lagi?" tanya Rizal. Pria itu adalah yang paling peka di antara dua lainnya. Bahkan dia pula yang selalu memberikan saran pada Jeff tentang masalahnya.

Jeff menggeleng. Dia sedang tak ingin membicarakan apapun kali ini. Dia hanya ingin tenang dan bersenang-senang dengan temannya. Untuknya saat ini, itu sudah lebih dari cukup.

"Oke oke, abisin semuanya. Kalau kurang bilang, kali ini gue yang traktir." Rizal kembali bersuara setelah dia paham jika Jeff tak ingin membicarakan apapun.

Akhirnya mereka berempat hanya minum dan membahas hal lain yang menurut mereka menyenangkan. Tentu saja diiringi dengan suara musik yang memekakkan telinga bagi yang tak biasa dengan hal ini.

2. Alone

Hari terakhir libur digunakan Bila untuk membeli peralatan sekolah ditemani oleh Bi Inah. Ingin sekali rasanya dia ditemani oleh kedua orang tuanya, namun sepertinya itu adalah hal yang mustahil.

Sekalipun seumur hidupnya dia tak pernah ditemani kedua orang tuanya dalam hal begini. Mengambil rapor sekolah juga selalu Bi Inah yang melakukannya, hal itu menjadi sebuah kebiasaan bagi Bila. Dia merasa tak lagi memiliki orang tua.

“Bi, Bila mau beli parfum dulu. Bibi mau ikut atau nunggu di sini?” tanya Bila. Saat ini mereka sedang berada di tempat makan.

“Bibi nunggu di sini gak apa-apa, Non?” tanya Bi Inah. Di sana tak hanya ada Bi Inah, tapi Mang Parman, sopirnya juga ikut.

“Mamang mau ikut atau di sini juga?” Bila kembali bertanya pada sopirnya.

“Tanggung Non, ini belum habis. Mamang di sini aja ya sama Bibi.” Jawaban keduanya membuat Bila menganggukkan kepalanya.

“Oke, Bila pergi dulu. Di sana, dekat kok gak bakal lama.” Bila beranjak dari sana untuk membeli apa yang diinginkannya. Sementara semua peralatan sekolahnya sudah dia beli beberapa waktu lalu sebelum mereka makan.

Mood Bila sangat berantakan hari ini karena Bundanya lagi-lagi mengingkari janjinya. Dia mengatakan akan mengantar Bila untuk membeli peralatan, tapi nyatanya Bundanya itu lebih mementingkan pekerjaannya lagi.

Itulah kenapa hari ini dia akan benar-benar belanja dan menghabiskan semua uang yang diberikan Bundanya.

“Silakan, Kak,” ucap pelayang yang ada di sana. Bila memilik parfum dengan hati-hati. Dia ingin wangi khas yang jarang digunakan orang lain.

Setelah selesai dengan urusannya, Bila kembali. Bi Inah dan Mang  Parman hampir saja memuntahkan semua minuman yang ada dalam mulutnya ketika mereka melihat Bila dan semua belanjaan yang dibawa gadis itu.

“Non, bukannya cuma parfum?” tanya Bi Inah memastikan. Bila mengangguk.

“Tadinya sih cuma mau beli parfum, tapi semua barang ini sangat lucu. Jadi Bila beli,” ucapnya dengan ringan sambil meletakan semua belanjaannya di dekat meja mereka.

Bi Inah dan Mang Parman tak bisa melarang Nona mudanya itu karena itu adalah haknya.

“Ayo pulang!” ajak Bila setelah melihat kedua orang itu selesai dengan makanannya.

“Eh Mang Parman dan Bi Inah mau beli sesuatu? Bila beliin,” tanyanya. Kedua orang itu menggeleng dengan semangat. Mana mungkin mereka akan memanfaatkan majikannya itu.

“Ayo gak apa-apa.” Bila menarik tangan dua orang itu untuk pergi ke toko baju yang memang ada di dekat sana.

Bukannya Bi Inah dan Mang Parman yang memilih, tapi Bila dengan antusias memilih dan mengambil banyak pakaian untuk kedua orang itu.

“Non udah ya, ini kebanyakan,” ucap Mang Parman sambil berusaha menghentikan gerakan tangan Bila yang akan mengambil baju lagi.

“Ih gak apa-apa Mang, lihat ini bagus,” balas Bila sambil terus mengambil baju itu.

“Nanti Nyonya dan Tuan marah, Non.” Bila sontak berhenti setelah mendengar penuturan Bi Inah. Namun sepersekian detik kemudian gadis itu tersenyum dan melanjutkan kegiatannya.

“Gak bakal. Kalau mereka marahin kalian, bilang aja sama Bila. Nanti Bila yang ngomong,” ucap Bila.

Setelah puas dengan aksinya itu, Bila pergi ke arah kasir untu membayar. Nominal yang disebutkan oleh kasir itu berhasil membuat Bi Inah dan Mang Parman membulatkan matanya.

Nominal itu setara dengan dua bulan gaji mereka jika disatukan. “Non ini berlebihan,” ucap Mang Parman.

“Enggak, kan Bila yang mau kasih sebagai ucapan makasih kalian udah antar Bila.” Keduanya bungkam, mereka bingung akan berkata seperti apa lagi selain menerima semua itu.

Biarlah nanti mereka mengatakan yang sebenarnya pada majikannya sebelum majikannya tahu sendiri dan memarahi mereka.

Setelah selesai, mereka pulang. Suasana rumah masih sama. Tak ada seorangpun di dalamnya karena penghuninya sibuk dengan pekerjaan masing-masing.

Bila membanting badannya di sofa karena terlalu lelah, dia juga menyimpan semua belanjaannya di dekatnya tanpa ada niatan untuk membereskannya.

Berbeda dengan Bila yang menghabiskan wakti seharian di luar dan berurusan dengan segala belanjaannya, pria itu, Jeff berbaring di atas ranjangnya tanpa sebuah baju.

Sejak pagi dia tak ada niatan sama sekali untuk meninggalkan kamarnya. Dia bahkan sengaja menyimpan beberapa makanan dan minuman di kamarnya agar tak usah repot-repot keluar.

“Jeff, makan!” teriak Mamanya dari luar kamar. Sebenarnya teriakan Mamanya itu sudah terdengar beberapa kali tapi Jeff memilih untuk mengabaikannya.

Bukannya keluar, pria itu malah mengambil earphone dan menyumpalkannya di kedua telinganya.

Kepalanya perlahan mengangguk dengan mata yang terpejam. Dia sangat suka musik karena dapat membuatnya sedikit tenang.

Suara ponsel berdering membuat Jeff terpaksa harus membuka matanya. Kontak dengan nama ‘Kepala Sekolah’ tertera dengan jelas di layarnya.

“Halo?” ucap Jeff setelah mengangkat telponnnya.

“Jeff, bisa kamu ke sekolah sebentar?” Suara khas wanita di seberang santa terdengar sangat jelas. Apa lagi ini? haruskah dia tetap ke sekolah di hari minggunya?

“Apa ada yang terjadi, Bu?” tanya Jeff. Jika tak terlalu penting dia tak ingin pergi, sungguh.

“Saya akan mengatakannya di sini,” ucapnya.

Itu berarti Jeff memang harus ke sana. “Baiklah, saya berangkat sekarang.” Jeff mengakhiri panggilan itu sebelum kemudian mengenakan jaketnya dan mengambil kunci mobil yang tergeletak di mejanya.

Orang di luar sana, alis Mama Jeff tersenyum cerah saat mendengar pintu kamar Jeff terbuka. Dia sudah memasak dan berharap kali ini Jeff mau makan dengannya.

“Makan dulu, Nak.” Seruan Mamanya dia abaikan begitu saja. Dia malah langsung ke luar menuju mobil yang terparkir di halaman rumahnya.

Dengan tergesa, Jeff melajukan mobilnya membelah keramaian ibu kota. Tak ada yang terjadi selama perjalanan, pria itu hanya terus fokus pada jalanan di hadapannya hingga dia sampai di tempat tujuannya.

Jeff  berjalan cepat menuju kantor Kepala Sekolah. Ada hal mendesak apa hingga dia harus ke sekolah di hari minggu.

“Siang, Bu,” sapanya saat dia sudah ada di depan ruangan itu. Orang-orang yang ada di dalam sontak melihat ke arah Jeff.

“Ah Pak Jeff silahkan masuk.” Jeff masuk dengan kebingungan. Ada orang lain di sana yang tidak ia kenal sama sekali.

“Perkenalkan, ini guru Bahasa Inggris di sekolah ini.” “Kebetulan dia yang bisa saya mintai tolong,” lanjutnya.

Jeff tersenyum ke arah tamu itu. “Nah Pak, mereka adalah orang tua dari murid baru yang akan pindah. Bapak bisa tolong tangani ini? Kebetulan saya terburu-buru karena hari ini ada rapat di luar,” ucap Kepala Sekolah.

“Ah, iya baik Bu.” Jeff mengangguk dan mempersilahkan Kepala Sekolah pergi. “Kalau begitu saya permisi dulu.”

Setelah kepergian Kepala Sekolahnya, Jeff kembali fokus pada orang di hadapannya.

3. Real Happiness

Jeff menghela napasnya lelah. Dia menyandarkan badannya di sandaran kursi Kepala Sekolah. Setelah kepergian Kepala Sekolahnya tadi, dia sendiri yang menangani tamu hari ini.

“Baiklah, karena Ibu Kepala Sekolah sedang pergi, saya akan meminta bantuan kepada anda.”

“Tak usah terlalu formal, Bu.” Jeff tersenyum samar. Bagaimanapun sikap dan kesehariannya selama ini, dia harus tetap bersikap ramah pada orang tua dari muridnya.

“Namamu Jeff?” tanya wanita paruh baya itu. Jeff mengangguk sebagai jawabannya.

“Kau masih sangat muda,” kekehnya. Jeff kembali tersenyum, tak hanya wanita di hadapannya ini yang mengatakan demikian. Banyak dari orang tua siswa yang mengatakan demikian ketika mereka bertemu.

“Nama anak saya Salsabila Auristela. Mungkin besok adalah hari pertamanya sekolah di sini. Saya ingin meminta bantuan kepada anda. Saya tahu ini sangat berlebihan, tapi bisakah anda menjaganya? Dia gadis polos yang tak banyak memiliki teman. Teman-temannya selalu pergi tanpa alasan yang jelas. Jadi saya takut dia tak bisa beradaptasi dengan baik di sini,” jelasnya. Jeff mendengarkan dengan seksama keluhan wanita paruh baya ini.

“Ahh jadi tentang itu? Menjaga setiap anak didik sudah menjadi kewajiban bagi saya. Jadi akan saya pastikan dia baik-baik saja dan beradaptasi dengan baik.” Jeff menjawab dengan senyumnya.

Ini memang bukan kali pertama para orang tua meminta bantuan Jeff untuk menjaga anak-anaknya. Tahun lalu juga ada yang seperti ini dan Jeff bisa menanganinya dengan baik.

“Satu lagi, bolehkan kau melaporkan segalanya pada saya?” Jeff sedikit berpikir dengan permintaan itu, namun pada akhirnya dia menyetujuinya.

“Baiklah.” Mereka berdua bertukar nomor ponsel untuk mengirim dan menanyakan info tentang gadis yang dikenal dengan nama Salsabila Auristela.

“Terima kasih karena telah bersedia membantu saya. Kalau begitu saya permisi.” Wanita itu pergi. Pakaian mahalnya membuat Jeff sedikit penasaran dengan keluarga ini.

Namun, dia memilih bungkam dan tak menanyakan sesuatu, biarlah nanti dia tahu sendiri tentang mereka ketika menjaga Salsabila.

“Selesai? Tapi aku sangat malas kembali ke rumah,” monolognya. Dia hanya berdiam diri di sana. Matanya tak sengaja melirik berkas dengan judul identitas Salsabila Auristela.

Akhirnya Jeff membuka berkas itu. Dia melihat halaman demi halaman. “Harla Surawisesa?” desisnya. “Aku rasa pernah mendengarnya.” Dia terlihat sedikit berpikir dan mengingat siapa orang itu. Namun, tak peduli seberapa keras dia berpikir, dia tetap tak menemukan jawabannya.

Jeff menyerah, dia kembali menutup berkas itu dan mengambil kunci mobilnya. Sekarang dia tak akan pulang, bermain ke rumah temannya rasanya akan lebih menyenangkan.

**** 

Suasana di rumah Victor sangat hangat. Di hari minggu seperti ini, keluarganya berkumpul dan melakukan kegiatan bersama-sama.

Seperti sekarang, rasanya Jeff hanya menjadi pengganggu bagi mereka yang sedang menanam sayuran di halaman belakang rumahnya.

“Maaf, Tante. Jeff ganggu,” ucap Jeff. Dia tak tahu jika Victor sedang ada kegiatan seperti ini. Salahnya juga tak bertanya terlebih dahulu.

“Gak ganggu kok. Mau main ya?” tanya Ibu Victor mengira Jeff akan mengajak Victor bermain ke luar.

“Enggak, Tan. Bingung aja di rumah gak ada kegiatan, jadi ke sini,” kekeh Jeff. Tangannya mulai memegang alat penggali tanah.

“Kotor Jeff!” teriak Ibu Victor mengingatkan karena dia merasa tak enak jika Jeff membantu mereka menanam sayuran.

“Gak apa-apa Jeff. Anak cowok tuh harus berani kotor!” Berlainan dengan Ibu Victor, ayahnya malah memperbolehkannya. Mereka tertawa bersama karena hal itu.

Rasa hangat yang tak pernah Jeff rasakan ketika di rumahnya. Di satu sisi dia merasa iri karena kedua orang tuanya tak seperti ini, tapi dia juga bersyukur setidaknya temannya ini tak merasakan hal yang Jeff rasakan.

“Ke mana aja kamu selama ini, tumben gak nginep lagi?” Ayah Victor menghampiri Jeff setelah dia mencuci tangannya.

“Sibuk Om. Di sekolah banyak kerjaan,” jawab Jeff dengan senyumnya.

“Pinter banget bohongnya. Bilang aja kamu bosen ketemu Om terus,” candanya. Jeff hanya tersenyum menanggapi candaan Ayah Victor.

“Udah ah Yah. Gak usah godain Jeff terus, dia ke sini kalau lagi butuh doang.” Bukannya mengakhiri candaan Ayahnya, Victor malah memperparah keadaan.

“Sialan lo,” kesal Jeff kemudian melempar segenggam tanah ke arah Victor.

Kedua orang tua Victor hanya menggeleng dan terkekeh melihat kelakuan dua anaknya ini. ya, Jeff sudah dianggap sebagai anak mereka sendiri.

“Udah yuk ah bersih-bersih. Kita makan bareng!” perintah Ibu Victor. Akhirnya mereka semua membereskan barang-barang sebelum kemudian membersihkan tangan mereka.

**** 

Seperti yang dikatakan Ibu Victor tadi, saat ini aneka makanan sudah tersaji di hadapan mereka. Jika kalian berpikir itu adalah hasil tangan Ibu Victor maka kalian salah.

Karena mereka lelah, akhirnya mereka setuju untuk memesan makanan dari luar dan di sinilah mereka. Siap untuk menyantap makanan yang terlihat sangat lezat itu.

“Selamat makan!!” seru Victor sambil mengacungkan sendok dan garpunya siap memangsa ayam di hadapannya. Namun, sebelum hal itu terjadi Ibunya memukul tangan Victor.

“Berdo’a dulu!” sentaknya dengan tatapan tajam. Victor yang sadar akhirnya mengurungkan niatnya dan tersenyum menampilkan giginya.

Jeff yang puas melihat itu sekuat tenaga menahan tawanya yang dihadiahi tatapan tajam Victor padanya.

“Biasa aja lihatnya!” kesal Jeff karena Victor tak kunjung melepaskan tatapan tajam itu.

Setelah selesai berdo’a, akhirnya mereka menyantap makanannya. Meskipun dalam ajaran disebutkan tak baik makan sambil berbicara, tapi hal itu terasa sangat menyenangkan dan membuat suasana sangat hangat.

“Jadi gimana murid-murid kamu?” tanya Ibu Victor.

“Baik semua. Mereka menurut dan cantik-cantik,” bisik Jeff di akhir kalimatnya.

“Cari jodoh sih boleh, tapi gak sama anak didik juga.” Celetukan Ayah Victor berhasil membuat mereka tergelak.

“Bener tuh, kapan kamu mau nikah? Udah tua gini.”

“Bentar dulu, Tan. Kalau di sekolah ada yang nyantol baru Jeff nikah,” candanya.

“Mau bener-bener jadi pedofil lu?!” sentak Victor dengan mulut yang masih penuh dengan makanan.

“Ya kalau mendukung, kenapa enggak?” Begitulah seterusnya hingga makanan mereka tandas.

Momen menyenangkan yang tak akan Jeff temukan di rumahnya, dan dia mendapatkan semuanya di sini. Itulah kenapa dia sangat sering ke sini dan menghabiskan waktu di rumah itu.

“Yakin nih gak mau nginep?” tanya Ibu Victor saat mereka tengah menyaksikan sebah serial televisi yang sebenarnya tak menyenangkan sama sekali.

“Enggak ah, Victor tidurnya berisik.”

“Enak aja lo. Lo yang tidurnya gak bisa diem!” Victor membanting kue yang sebentar lagi akan masuk ke dalam mulutnya.

“Mau tidur sama Om?” goda Ayah Vitor. “Lama-lama Jeff ngeri juga loh sama Om,” ucap Jeff sambil memeluk dirinya sendiri dan menjauhkan dirinya dari jangkauan Ayah Victor.

Semua orang kecuali Jeff tertawa dengan lepas.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!