Setiap orang berhak untuk memilih jalan hidupnya sendiri, begitu juga dengan Jeff. Dia berhak mengikuti kata hatinya untuk berpisah dengan Laras.
Dia baru menyadari sekarang jika hubungannya dengan Laras bukanlah suatu hubungan yang sehat. Mereka hanya bercinta tanpa ada rasa apapun di hati Jeff kecuali napsunya.
“Sedang melamunkan apa, Jeff.” Seorang pria tua menyentuh bahu Jeff dari belakang yang berhasil membuat sang empu terlonjak.
Jeff menoleh untuk menjawab pertanyaan itu. “Bukan apa-apa, Kek. Aku hanya sedang melihat taman bunga yang dibuat Nenek,” jawabnya.
Kakeh Adhinata mengulas senyum singkatnya. Dia kembali teringat dengan mendiang istrinya yang meninggalkannya hampir dua tahun lalu.
“Bukankah indah?” tanya Kakek Adhinata. Matanya menerawang jauh seolah melihat bagaimana masa depan jika istrinya masih mendampinginya.
“Sangat indah. Itulah kenapa aku sangat suka menatapnya.” Mereka berdua kembali terdiam. Kakek Adhinata merangkul bahu Jeff untuk duduk sambil menikmati pemandangan itu.
“Bagaimana kabar Kakek?’ tanya Jeff. Meskipun sudah lanjut usia, tapi Kakeknya ini terlihat sangat sehat dan bugar.
“Seperti biasa. Kakek baru kontrol kemarin untuk bulan ini,” jelasnya. Nyatanya apa yang dilihat Jeff bukan suatu kebenaran. Kakeknya memiliki penyakit jantung yang menyebabkannya harus melakukan kontrol setiap bulannya.
“Apakah dokter mengatakan hal yang menyenangkan?” Jeff kembali bertanya.
“Tak ada. Dia hanya terus menyuruhku memakan obat-obat itu,” kesal Sang Kakek. Jeff yang melihat itu hanya terkekeh. Dia tahu obat itu sangat tak enak, tapi jika Kakeknya mengabaikan itu, juga tak akan baik untuknya.
“Bagaimana dengan sekolahmu?” Kali ini Jeff yang harus memutar otaknya untuk menjawab pertanyaan Kakek Adhinata.
“Tak ada yang istimewa. Setiap harinya hanya seperti itu, tapi setidaknya aku merasa menjadi diriku sendiri di sana.” Tanpa meminta penjelasan Sang Cucu, Kakek Adhinata mengerti ke mana arah pembicaraan Cucunya itu.
“Ada apa lagi di rumah?” Jeff bergeming. Entah dia harus mengatakan yang sebenarnya atau tidak kali ini.
“Tanpa aku menjelaskannya pun, Kakek sudah tahu dengan pasti apa yang terjadi. Dan aku tak bisa berbuat apa-apa untuk itu.” Kakek Adhinata sangat tahu kondisi Jeff, itulah mengapa dia selalu ada di belakang Jeff untuk memperhatikan pria itu.
“Jangan hiraukan mereka. Biar aku yang mengurusnya. Kau, lakukan apapun yang kau inginkan.”
Jeff berbalik menatap netra Kakeknya. Inilah tujuan sebenarnya kedatangannya ke rumah Kakeknya.
“Sebenarnya aku menginginkan sesuatu, tapi aku tak bisa mendapatkannya tanpa bantuan Kakek,” ucap Jeff.
“Apa yang kau inginkan?” tanya Kakeknya menatap dalam netra pria itu. Dia berharap Cucunya tak menginginkan hal yang macam-macam.
“Kakek mengenal keluarga Surawisesa, kan?” tanya Jeff hati-hati. Adhinata mengerutkan keningnya merasa heran dengan pertanyaan Cucunya yang tiba-tiba tentang keluarga Surawisesa.
“Tentu saja. Mereka pernah menjadi mitra kerjaku. Kenapa dengan mereka? Apa mereka melakukan hal yang macam-macam?” tanya Adhinata.
Jeff dengan cepat menggelengkan kepalanya. “Mereka tak melakukan apapun, hanya saja beberapa hari lalu orang tuanya datang padaku dan menitipkan putri mereka. Putrinya siswa bar di sekolahku,” jelas Jeff.
Kakek Adhinata semakin tak mengerti dengan arah pembicaraan Cucunya ini. Dia terdiam dan menunggu Jeff melanjutkan penjelasannya.
“Kakek tahu? Sepertinya aku menyukainya.” Seketika Kakek Adhinata tersenyum simpul. Akhirnya maksud dan tujuan Jeff datang ke sana sudah tersampaikan.
“Ada lagi yang ingin kau sampaikan padaku?” Kakek Adhinata kembali bertanya karena dirasa penjelasan Cucunya belum tuntas.
“Boleh aku meminta bantuan Kakek untuk mendekatkanku dengannya?”
****
Hari ini Jeff kembali melakukan rutinitasnya. Kemarin sore setelah dia berbicara dengan Kakeknya, dia menginap di rumah Kakeknya.
Dengan langkah lesu Jeff memasuki ruangannya. Sebelum kelasnya, dia harus mengembalikan semangatnya.
“Ke kantin sepertinya bukan ide yang buruk,” ucapnya pada dirinya sendiri sambil beranjak dari sana.
Suasana di kantin tak terlalu ramai, hanya ada segelintir siswa karena hari memang masih pagi.
“Bila! Punya gue nitip ya!” Sebuah teriakan berhasil mengalihkan atensi Jeff yang saat itu tengah memesan. Dia mencari asal suara itu dan kemudian mencari arah yang dituju orang itu.
Di sana tepat di samping kanannya, Salsabila Auristela berdiri dengan dompet kecil di tangannya.
Jeff seketika membeku. Entah kenapa dia sepertinya sangat terpesona dengan gadis satu ini. Tapi sedetik kemudian dia mengalihkan pandangannya berusaha terlihat biasa saja.
Sementara Bila menengok ke arah samping kirinya karena dirasa ada sosok yang menjulang tinggi di sana. Dan benar saja, sosok Guru yang waktu itu melecehkannya kini ada di sampingnya dan berlaga seperti tak mengenalnya.
Bila tak mempermasalahkan hal tersebut. Dia kembali fokus dengan apa yang sedang dibelinya dan kembali ke bangku di mana teman-temannya duduk setelah selesai dengan pesanannya.
“Tuh kan apa gue bilang, Pak Jeff tuh pesonanya gak main-main. Gak apa-apa deh gue kalau diculik dia,” ucap Stevani. Setidaknya itulah yang Bila dengar ketika dia sampai di depan teman-temannya.
“Kalau pendapat lo yang ini gue setuju!” tegas Keisya. “Menakutkan,” desis Bila. Kata itu tentu saja dia tujukan untuk Guru Bahasa Inggrisnya itu. Dia berharap teman-temannya tak mendengar apa yang dikatakan Bila.
“Apa Bil?” tanya Keisya. Dia mendengar Bila berbicara namun tak terlalu jelas.
“Emm bukan apa-apa. Ayo makan!” Momentum yang tepat, makanan mereka datang setelah Keisya bertanya demikian.
Karena perut mereka yang sudah kosong, akhirnya Keisya mengabaikan perkataan Bila dan memilih fokus dengan makanannya.
Mereka menyantap makanannya dengan tenang. Sementara Jeff di sana terus memandangi Bila yang sedang memakan makanannya.
“Sepertinya kali ini aku tak salah pilih. Dia sangat cantik,” ucapnya. Jeff segera meninggalkan kantin begitu selesai dengan urusannya. Dengan keadaan kantin yaang semakin penuh dia juga tak betah berada di sana terlalu lama.
Sementara Bila dan teman-temannya masih di sana membahas segala macam topik yang membuat mereka tertawa bersama. Kali pertama Bila merasakan sebuah pertemanan yang menurutnya tulus.
“Bawa baju olah raga gak?” tanya Stevani. “Bawa dong,” jawab Keisya yakin. Bila hanya menganggukkan kepalanya dan kembali meminum minuman yang ada di hadapannya.
“Curiga olah raga kali ini kita bakal digabung sama kelas sebelah.” Bila dan Stevani menatap Keisya untuk memastikan alasannya.
“Kenapa?” tanya Bila.
“Gak tahu juga sih. Cuma kemarin lihat kelas lain juga digabung sama yang punya jadwal sama,” jelas Keisya.
Keduanya mengangguk setelah mendengar alasannya. Seperti yang telah mereka bicarakan, kali ini adalah jam mereka untuk olah raga.
Semua siswa di kelas Bila mulai mengganti bajunya dengan setelan olah raga. “Padahal baru masuk, udah kekecilan aja tuh baju.” Bila yang mendengar pernyataan seperti itu sedikit risih karena orang itu seperti sedang melecehkannya.
“Namanya juga olah raga, ya kali lo olah raga pake gamis!” kesal Stevani.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments