Seperti yang telah dijanjikan oleh Jeff saat istirahat tadi, kini Jeff menunggu Bila di ruangannya. Bukannya tak ingin menjemput gadis itu ke kelasnya, hanya saja dia tak ingin siswa lain merasa curiga pada mereka.
Jeff juga sudah mengirimkan pesan pada Bila bahwa dia menunggunya di ruangannya dan Bila menyetujui hal itu.
Untuk mengisi waktu kosongnya, Jeff menggulir layar ponselnya melihat apa yang sedang terjadi di dunia hari ini.
“Hanya seputar berita tentang kekerasan dan film, sangat membosankan,” lirihnya sambil menaruh ponselnya di atas meja. Perhatiannya teralihkan pada sosok yang baru saja memasuki ruangannya.
“Apa di luar masih ramai?” tanya Jeff yang diangguki oleh Bila. Gadis itu saja mengendap-endap untuk masuk ke ruangan kekasihnya ini.
“Kalau gitu kita tunggu sepi sedikit.” Bila mendekat pada Jeff setelah Jeff memerintahkan gadis itu untuk mendekat.
Tempat awal mula mereka menjadi seperti ini. Dokumen yang jatuh menjadi saksi di mana Jeff dan Bila terjatuh pada pesonanya masing-masing.
“Duduklah.” Jeff menepuk pangkuannya meminta Bila untuk duduk di sana.
Hal seperti ini bukan lagi hal yang aneh baginya karena mereka telah melakukan hal yang bahkan lebih intim dari pada ini.
“Bagaimana belajarmu? Apa ada yang sulit?” tanya Jeff. Pria itu memeluk pinggang Bila yang ramping, dengan Bila yang mengalungkan tangannya di leher Jeff.
Posisi seperti ini merupakan posisi ternyaman bagi mereka. “Semuanya lancar. Tapi sepertinya aku sedikit stress dengan Olimpiade ini,” lirih Bila yang kemudian menyimpan kepalanya di bahu bidang Jeff.
Mencari tempat istirahat yang mungkin mampu mengangkat semua bebannya. “Aku yakin kamu akan berhasil. Jadi jangan berusaha terlalu keras.” Jeff menenangkan kekasihnya dengan mengusap surai panjang gadis itu.
Bila mengangguk dalam dekapan Jeff. Dia juga menyadari bahwa dia berusaha terlalu keras.
“Bagaimana jika aku tak memenangkan Olimpiade ini?” Bila mengangkat kepalanya dan menyampaikan apa yang selalu ada di pikirannya.
“Olimpiade adalah perlombaan dan dalam perlombaan menang kalah adalah hal yang biasa. Jadi kamu tak usah terlalu memikirkannya. Lakukan saja semampu kamu.”
Seperti sebuah beban berat di bahunya terangkat. Bila tersenyum. “Sepertinya sudah mulai sepi,” ucap Bila.
Jeff mengangguk. Bila bangkit dari posisinya dan membiarkan Jeff bersiap-siap untuk pulang.
“Ke mana biasanya kamu membeli seragam?” tanya Jeff. Dia tak melupakan rencana awal mereka.
“Ada toko di salah satu pusat perbelanjaan.” Jeff mengangguk paham. “Kalau begitu ayo kita ke sana!” Jeff menggenggam tangan Bila erat dan membawa gadis itu keluar dari sana.
Mobil Jeff tak parkir terlalu jauh hingga meminimalisir orang yang akan melihat mereka bersama.
Jeff membukakan pintu mobil untuk Bila dan memasangkan sabuk pengamannya. Duduk di depan dengan orang selain Mang Parman. Bila tak pernah duduk di depan dan berdampingan dengan Ayah atau Bundanya. Sejauh ini hanya Mang Parman dan Jeff saja.
“Kenapa?” Jeff telah melajukan mobilnya dan dia bertanya pada Bila karena melihat perubahan ekspresi wajah gadis itu.
Bila tersenyum kemudian menggelengkan kepalanya pelan. “Aku gapapa kok,” ucapnya.
Dia berucap demikian, namun sorot matanya mengatakan jika terjadi sesuatu.
“Kamu tahu? Sebelum aku belajar Bahasa Inggris dan menjadi seorang Guru, aku juga pernah belajar Psikologi.” Jeff mengatakan yang sebenarnya.
“Jadi, bagaimanapun kamu menyembunyikannya, aku akan tetap tahu. Katakan apa yang terjadi?” Bila tak bisa lagi mengelak, pada akhirnya dia memang harus memberi tahu semuanya pada Jeff.
“Ayah dan Bunda sibuk bekerja. Sepertinya aku tak pernah sedikitpun memiliki waktu dengan mereka.” Jeff mendengarkan keluhan gadisnya dengan seksama. Tidak ada niatan untuk memotong ucapan gadis itu sebelum ceritanya selesai.
“Aku berdampingan seperti ini di dalam mobil hanya dengan kamu dan Mang Parman, sopirku.” Bila tersenyum untuk menahan sesak di dadanya.
“Kau pernah memposisikan dirimu berada di posisi Ayah dan Bundamu?” tanya Jeff. Bila menggeleng. Dia tak pernah berpikir seperti itu karena sibuk dengan rasa sepinya selama ini.
“Bagaimana jika orang tuamu melakukan itu justru untukmu? Untuk masa depanmu?” tanya Jeff lagi. Dan lagi-lagi Bila terdiam.
“Sekarang pikirkan apa resiko yang mereka tanggung selama ini untuk masa depanmu? Mereka rela kehilangan banyak waktu istirahat mereka untukmu. Bukan begitu?” Sedikit demi sedikit pikiran Bila berubah. Yang dikatakan Jeff benar.
“Apa aku terlalu egois?” tanya Bila. Ada sedikit rasa sesal yang bersarang di hatinya.
“Tidak. Manusiawi jika kamu memiliki rasa seperti itu. Tapi kamu juga harus memikirkan mereka.” Kalimat Jeff diakhiri dengan usapan tangan pria itu di rambut Bila.
Bila mengangguk mengerti. Di dalam hati Jeff dia mengatakan, “Kalimat itu adalah obat untuk orang-orang seperti Bila dan dirinya.” Ya, dia juga memiliki masalah hati yang sama dengan Bila.
Kurang perhatian dan kurang kasih sayang. “Jangan sedih, katakan padaku jika terjadi sesuatu,” ucap Jeff. Setidaknya dia bisa menjadi sandaran untuk Bila ketika orang tua gadis itu sibuk dengan pekerjaannya.
Bila mengangguk. Ternyata bertemu dengan Jeff bukan sepenuhnya kesialan. Tuhan mengirimkan malaikat penolong berwujud Jeff di kehidupannya.
Karena pembicaraan panjang mereka, tak terasa mereka kini sudah berada di tempat yang mereka tuju.
Bila membawa Jeff ke toko itu dan memilih beberapa seragam. Bila harus mencobanya dulu sebelum membeli.
“Tunggu di sini, aku akan mencobanya,” ucap Bila. Jeff menggeleng gemas. Dia memajukan bibirnya. Sementara itu, alis Bila terangkat heran dengan sikap Jeff yang tiba-tiba seperti ini.
“Aku akan ikut!” Ucapan Jeff membuat Bila gelagapan. Tak akan masalah jika hanya Bila yang mendengar ucapan itu. Tapi, di sini masih ada pelayan yang membatu Bila memilih pakaian.
“Kalau begitu saya permisi dulu, Nona.” Pelayan yang peka itu akhirnya meninggalkan keduanya.
“Mulutmu!” kesal Bila sambil mencubit bibir Jeff.
“Lihat situasi dan kondisi dong!” Bila kesal langsung memasuki bilik untuk mencoba pakaiannya.
Jeff tak tinggal diam, pria itu mengekor dari belakang hingga akhirnya apa yang diinginkan Jeff terlaksana.
“Diam, aku akan berganti pakaian.” Dengan tenang Bila membuka sat persatu pakaiannya. Dia tak lagi merasa canggung karena Jeff bahkan sudah melihat lebih dari ini.
Sebelum Bila mengancing seragam yang dia coba, tangan besar Jeff sudah hinggap di dada Bila dan sedikit meremasnya.
Karena gerakan yang tiba-tiba itu, Bila mendesah ringan sebelum tangan Jeff yang bebas membekap mulut Bila agar tak bersuara terlalu nyaring.
“Jangan berisik atau orang-orang akan mendengarnya,” bisik Jeff di telinga Bila.
“Kamu sudah tahu orang-orang akan mendengar kita dan kamu masih melakukannya?” tanya Bila tak habis pikir.
“Sebentar,” jawab Jeff. Bila berusaha melepaskan tangan Jeff dari dadanya, namun semua itu rasanya percuma karena kini tangan Jeff yang semula berada di bibir Bila kini sudah berada di bagian bawah tubuh Bila.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments