“Kalian cuma berdua di sini?” tanya orang yang baru saja tiba itu.
“Iya,” jawab Bila. “Lo?” lanjut Bila.
“Gue sendiri. Kebetulan banget kalau gitu, boleh gue gabung belajar? Boleh kan Pak?” tanya Revano meminta persetujuan kedua orang yang ada di hadapannya itu.
Bila mengangguk dengan semangat. Berbeda dengan Jeff yang saat ini menghela napasnya kecewa. Ini memang kewajibannya untuk mengajar kedua muridnya ini, tapi jika ada Raveno, bagaimana dia akan berkencan dengan Bila.
Dengan segala keterpaksaan akhirnya Jeff mengangguk. Bila yang tadi mengeluh lapar kini sepertinya telah melupakan hal itu. Dia menjadi lebih semangat belajar.
“Untuk hari ini sampai di sini dulu ya. Rav, kita berdua permisi dulu. Masih ada yang harus saya dan Bila bicarakan,” ucapnya. Jeff tak hanya tinggal diam, dia ikut membereskan alat tulis Bila agar bisa segera pergi dari sana.
“Rav, gue duluan ya. Besok kita lanjut belajar,” ucap Bila ambi berlalu karena dia ditarik oleh Jeff.
Raveno melambaikan tangannya sembari mengangguk. Dia merasa ada yang aneh dengan Bila dan Pak Jeff. “Ada apa dengan mereka?” bisiknya pada dirinya sendiri.
Tak ingin ambil pusing, Raveno menggelengkan kepalanya dan memilih tak ambil pusing masalah temannya dan gurunya itu.
Dia juga ikut membereskan bukunya. Saat ini dia memilih untuk mencari makan karena perutnya sudah sangat keroncongan.
“Di sana aja,” ucapnya saat melihat restoran yang jauh dari sana. Dia melangkahkan kakinya untuk tiba di sana. Memesan makanan dan mencari tempat duduk. Pandangannya mengedar untuk mencari tempat duduk yang masih kosong.
“Loh, itu mereka?” tanyanya. Untuk memastikan penglihatannya tak salah, Raveno mendekati orang yang rasanya dia kenali.
“Ternyata benar kalian. Kebetulan untuk yang kedua kalinya,” kekehnya. Ya, di sana ada Jeff dan Bila. Jeff yang merasa kesal karena kembali bertemu dengan orang yang dia benci dan Bila yang tersenyum manis karena kembali bertemu dengan teman seperjuangannya.
“Sini gabung Rav,” ucap Bila yang berhasil membuat Jeff memandang Bila dengan pandangan tak percaya. Mulutnya yang menganga dan matanya yang tak berkedip.
“Boleh?” tanya Raveno. Bila mengangguk dengan semangat. Makanan mereka datang, akhirnya mereka makan bersama dalam keadaan tenang sebelum sebuah pembicaraan dimulai.
“Bapak kenapa barengan terus sama Bila?” akhirnya Raveno mengeluarkan hal yang sedari tadi mengganggu pikirannya.
“Saya pacarnya.” Jawaban Jeff membuat Bila tersedak air minumnya. Jeff yang peka segera mengusap punggung Bila berharap itu akan meredakan batuknya.
“Beneran?” tanya Raveno. Dia seakan buta bahwa di hadapannya kini Bila sedang terbatuk-batuk karena jawaban Jeff.
“Tentu saja. Kenapa saya harus bohong?” Jawaban Jeff seakan menantang dan membuktikan bahwa Bila adalah hak miliknya.
Raveno mengangguk-anggukkan kepalanya mengakui jika Bila memang milik Jeff.
“Pantesan nempel terus,” sindirnya yang tentu saja didengar oleh Jeff dan Bila. Sementara itu Bila masih membelalakkan matanya terkejut dengan jawaban Jeff.
“Pak, bagaimana jika seisi sekolah tahu?” bisik Bila pada Jeff.
“Lalu kenapa? Bukan sebuah dosa kan kalau murid dan gurunya berpacaran?” Apa yang dikatakan Jeff memang benar, tapi Bila sungguh merasa ketakutan.
Bila yang kesal akhirnya meninggalkan Jeff dan Raveno di sana. Gadis itu pergi ke mobil Jeff dengan mencebikan bibirnya.
“Saya duluan, uangnya tolong bayarkan nanti. Punya kamu juga bayar saja.” Jeff memberikan uang seratus ribuan sebanyak tujuh lembar pada Raveno meminta muridnya itu untuk membayar makanannya. Sementara dia pergi menyusul Bila yang marah.
“Kamu kenapa?” tanya Jeff setelah dia berada di mobil dengan Bila.
“Kenapa bilang kalau kita pacaran? Kalau nanti anak-anak satu sekolah tahu bagaimana?” tanya Bila dengan sedikit menaikan nada bicaranya karena dia merasa tak tahan.
“Mereka tak akan kenapa-kenapa.” Jeff menjawab dengan yakin dan tenang.
“Bagaimana bisa Bapak tahu kalau semuanya bakal baik-baik saja?” tanya Bila.
“Katakan padaku kalau mereka mengganggumu.”
“Bukan itu. Aku bisa mengatasinya kalau mereka mengganggu, tapi apa Bapak tahu bagaimana populernya Bapak di kalangan para siswi?” tanya Bila.
Jeff hanya diam menunggu Bila melanjutkan kalimatnya.
“Bapak sangat populer, bahkan tak jarang dari mereka yang mau ada di posisi aku sekarang. Aku bakal dijauhi teman-teman, nama Bapak juga akan menjadi jelek.” Air mata mulai menetes membasahi pipi Bila.
Jeff memilih menunda jawabannya, saat ini dia mendekap tubuh Bila dengan erat berharap gadis itu akan tenang.
“Tak perlu memikirkan mereka. Kamu masih punya aku kalau mereka menjauhimu,” bujuk Jeff.
Bila masih menangis. “Tapi ...”
“Oke, nanti aku ngomong sama si Raveno itu buat gak bilang siapa-siapa oke? Sekarang berhentilah berpikir yang tidak-tidak dan berhentilah menangis. Aku tak bisa melihatmu seperti ini,” bujuk Jeff.
Akhirnya Bila mengangguk dan berusaha menghentikan tangisannya. “Bagus,” ucap Jeff.
Setelah Bila selesai dengan acara menangisinya, mereka kembali mencari tempat makan yang cukup jauh dari sana karena mereka tak sempat memakan makanannya tadi.
“Mau makan apa?” tanya Jeff. “Apa aja.” Jeff tak bertanya lagi, kali ini dia yang akan memilih makanannya.
Dia tahu Bila akan memakan apapun yang dipilihnya karena gadis itu bukan tipe pemilih. Dia akan memakan apapun yang ada di hadapannya tanpa banyak bertanya.
Mereka sampai di sebuah warung pinggir jalan. Bukannya Jeff tak mampu, dia lebih dari mampu untuk membelikan Bila sebuah restoran, tapi saat ini dia sedang ingin makan di sini.
Pecel lele, ya di sanalah mereka akan makan siang ini. Bila keluar dari mobil tanpa banyak bertanya. Dia segera memesan dua porsi.
“Enak,” ucapnya saat memasukan makanan ke dalam mulutnya. Jeff tersenyum karena akhirnya bisa tersenyum setelah gadis itu menangis tadi.
“Makan yang banyak. Pesan lagi kalau masih lapar,” ucap Jeff. Bila mengangguk mengerti. Mereka makan dengan tenang. Tak ada suara lagi setelah itu.
“Jarang banget loh ada pasangan semuda kalian yang makan di sini,” ucap si Ibu pemilik warung itu.
Jeff mengalihkan atensinya pada penjual itu dan tersenyum kemudian. Begitu juga dengan Bila.
“Lagi pengen aja Bu. Di sini selalu sepi seperti ini?” tanya Jeff balik bertanya. Dia berbasa-basi agar tak terlalu kosong.
“Kalau siang memang sepi, tapi malam nanti baru ramai,” jawab si Ibu. Jeff mengangguk paham.
Bila hanya mendengarkan percakapan kedua orang itu dan masih anteng dengan makanan yang ada di depannya. Sudah dari tadi dia merasa lapar, itulah mengapa dia memesan lagi saat ini.
“Ibu, mau satu lagi ya?” ucapnya. Jeff terkekeh, badan Bila yang kecil dibandingkan dengannya ternyata memiliki nafsu makan yang besar.
“Kenapa ketawa?” tanya Bila kesal. Sementara itu si Ibu mengangguk dan kembali membuatkan satu porsi.
“Engga, emang gak boleh?” goda Jeff. Bila mendengus kesal, tapi dia memilih mengabaikan kekasihnya itu karena makanan di hadapannya lebih menarik saat ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments