Hari ini seperti hari-hari Bila pada umunya, pergi ke sekolah diantar oleh sopir. Rasanya tak pernah sekalipun dia diantar ke sekolah oleh Ayah atau Bundanya.
Tapi kalaupun Bila ingin mengeluh, Bila tak berani karena sebuah fasilitas yang orang tuanya berikan untuknya telah melebihi dari kata cukup.
Bila menggendong tasnya menuju ke kelas. Hari ini tak ada pelajaran Bahasa Inggris hingga setidaknya dia akan terbebas dari Guru aneh itu.
“Bil, tunggu!” Stevani berteriak dari arah belakang. Gadis itu berlari untuk menyamakan langkahnya dengan bila.
“Berangkat bareng siapa?” tanya Bila sambil menengok ke belakang berharap dia bisa mendapatkan jawaban atas pertanyaannya di sana.
“Ayah gue. Sekalian berangkat ke kantor,” jawab Stevani. Ucapan teman sebangkunya itu berhasil menurunkan mood Bila, pasalnya dia tak pernah merasakan sensasi diantar oleh sang Ayah.
“Ohh oke.” Setelah itu tak ada lagi percakapan di antara mereka hingga sampai ke kelas.
“Bayar kas!” Baru saja Bila dan Stevani menginjakkan kaki di kelas mereka, seorang bendahara kelas yang Bila ketahui namanya Anastasya menagih mereka berdua.
“Belum juga gue duduk, Sya,” keluh Stevani. Meski begitu gadis itu merogoh saku roknya dan memberikan uang dua puluh ribu pada Anastasya begitupun dengan Bila.
Bila dan Stevani berjalan ke arah bangku mereka sebelum kemudian netra Stevani menangkap pemandangan yang membuatnya muak.
Di sana, Keisya salah satu teman dekatnya tengah berkutat dengan soal-soal matematika, lebih tepatnya gadis itu tengah mencontek tugas milik ketua kelas mereka.
“Tugas apa lagi?!!” kesal Stevani. “Perasaan gue buka buku semalam gak ada tugas,” lanjutnya sambil menghampiri Keisya dan melihat tulisan gadis itu.
“Gue juga baru tau tadi pas datang,” jawab Keisya singkat. “Bil, lo udah?” tanya Stevani. Bila menggelengkan kepalanya, bagaimana bisa dia mengerjakan tugas, sementara semalam dia hanya tidur dan memainkan ponselnya.
“Mau ngerjain gak?” Stevani berharap Bila menggelengkan kepalanya agar dia ada teman jika mendapatkan hukuman nanti.
“Ngerjain dong, ya kali gue nanti dihukum,” jawab Bila. Hancur sudah semua harapan Stevani untuk bersantai pagi ini. pada akhirnya mereka mengerjakan tugas yang deadline-nya tinggal setengah jam lagi.
Menjadi murid kelas dua SMA memang bukan lagi hal yang mudah karena mereka harus mulai memikirkan nilai-nilai mereka jika ingin di terima di perguruan tinggi yang mereka impikan.
“Eh, kalian ikut karyawisata gak?” tanya Stevani sambil terus menulis tugasnya. “Emang wajib?” tanya Keisya.
“Katanya sih gitu. Kalaupun gak ikut, lo bakal disuruh ngerjain tugas bentuknya karya ilmiah sih kalo gak salah,” jelasnya.
“Kalo gitu mending gue ikut lah!” ucap Keisya final. “Kapan?” tanya Bila. “Bulan depan. Masih ada waktu buat persiapan,” kekehnya.
Setelah kurang lebih dua puluh menit mereka berkutat dengan tugasnya, akhirnya semuanya selesai tepat sebelum bel masuk berbunyi.
“Bu Indah gak akan masuk buat hari ini, jadi kita di suruh diem di kelas jangan keluar.” Sang ketua kelas bersabda.
“Terus gunanya gue ngerjain nih tugas apa?!!” teriak Stevani sambil membanting pulpennya hingga terpental.
“Ya udah sih, seenggaknya lo gak usah kerjain itu minggu depan.” Dengan santainya ketua kelas mengambil buku yang dicontek teman-temannya dan kembali ke tempat duduknya.
Berbeda dengan Stevani, sorakan kemenangan begitu menggema dari siswa yang tak mengerjakan tugas mereka.
****
Malam ini adalah malam yang sangat memusingkan bagi Jeff. Pria itu kembali bertengkar dengan Kakaknya setelah satu minggu ini mereka baik-baik saja.
Riuh musik dan sorakan begitu menggema di ruangan remang ini. Setiap orang memiliki minumannya sendiri untuk diteguk dan kemudian kehilangan kesadarannya.
Begitu juga Jeff. Entah karena terlalu sering meneguk minuman itu atau memang dia baru meneguknya sedikit, saat ini pria itu masih sepenuhnya sadar.
Meski begitu, dalam pikirannya terasa sangat kacau. Saat otaknya terus memikirkan masalah yang menimpanya, seorang wanita dengan pakaian mini tiba-tiba duduk di pangkuannya.
Gadis itu juga mengalungkan tangannya di leher Jeff. Jeff yang menerima itu hanya terdiam tanpa mempedulikan gadis itu.
“Jeff!” sentaknya. Gadis itu sangat tidak menyukai diabaikan seperti ini.
Jeff memandang gadis di pangkuannya itu dengan kening mengerut, menandakan jika pria itu bertanya apa yang diinginkan gadis itu.
“Kenapa kau diam saja? Bukankah menurutmu malam ini aku sangat menarik?” Dengan sengaja Laras memamerkan kedua *********** yang sedikit terlihat.
Jeff mendengus, dia tak munafik. Meskipun keadaannya kini sedang lelah dan tak baik-baik saja, tapi pria normal mana yang tak akan terangsang jika diberikan hal semacam ini di depannya.
Dengan tergesa, Jeff menyesap bibir gadis yang menjadi kekasihnya itu. Hanya gadis itu yang berani mendekatinya karena Laras memberikan ancaman pada gadis lain untuk tak mendekati kekasihnya.
Laras dengan nafsunya yang melangit kini juga membalas ciuman itu, bahkan ketika sesekali mereka melepaskan tautan itu, benang saliva menjuntai di antara bibir keduanya.
“Hmmm.” Setelah lama berurusan dengan kenikmatan itu, akhirnya sebuah erangan keluar dari mulut Laras.
Jeff yang merasa itu sebagai lampu hijau untuknya segera membawa kekasihnya itu menuju kamar yang ada di sana. Tentu saja mereka menyewa kamar itu.
Entah mendapatkan napsu dari mana, Jeff membuka seluruh pakaiannya dan pakaian Laras hingga tak ada sehelai benangpun yang menempel di tubuh mereka.
“Jeff, untuk kali ini saja. Aku minta kau mencintaiku bahkan ketika kita telah selesai bercinta,” lirihnya, seolah dia sangat mendambakan rasa cinta dari kekasihnya itu.
Jeff tak menjawab sedikitpun. Pria itu kembali fokus pada apa yang sedang dilakukannya. Bahkan pria itu tak segan membuat tanda merah di sekitar leher dan dada gadis itu.
Malam itu, mereka kembali menyatukan tubuh mereka disaksikan sebuah ruangan bernuansa monokrom dan juga hujan rintik yang terjadi di luar.
Jeff tetaplah Jeff, dia tak bisa hanya melakukannya satu ronde saja. Pria itu menggempur Laras habis-habisan.
“Salsabila,” erang Jeff saat dia mencapai pelepasan. Laras yang mendengar itu, hatinya seolah tertusuk ribuan belati. Kekasihnya memanggil nama gadis lain disaat mereka bercinta.
Jeff terengah-engah dan merebahkan tubuhnya menatap langit-langit kamar yang temaram itu. Sekarang dia menyadari jika dia melakukan kesalahan.
“Siapa Salsabila?” tanya Laras lirih. Dia saat ini juga dalam posisi terlentang.
“Bukan siapa-siapa,” elak Jeff. Laras hampir saja meneteskan air matanya jika dia tak segera mengusapnya dengan kasar.
Gadis itu bangun dengan terburu-buru dan memakai kembali pakaiannya. Air matanya sudah tak bisa lagi dia bendung.
Sementara Jeff, bukannya menenangkan gadis itu, dia masih betah dengan lamunannya dan tentu saja dia juga merasa menjadi pria bajingan walaupun sebelumnya dia juga memang seorang bajingan.
“Ras, aku ingin mengakhiri hubungan kita.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments