Bila tak menyangka jika dirinya akan menjadi delegasi sebuah Olimpiade Bahasa Inggris. Kemarin, tepat setelah dia bertabrakan dengan seorang pria, dia dipanggil oleh kepala sekolah untuk menghadap ke ruangannya.
Ingatannya melayang ke hari kemarin di mana dirinya dipanggil untuk mengikuti Olimpiade itu.
“Bila, saya sudah melihat dan mendapatkan kabar jika kamu salah satu murid terbaik dalam Bahasa Inggris.” Kepala sekolah sedikit menjelaskan tentang mengapa dirinya dipilih.
“Sekolah kita mengirim dua perwakilan. Satu putra dan satu putri. Untuk rekan yang akan berangkat dengan kamu adalah Raveno dari kelas sebelah.”
Bila menengok ke arah sampingnya yang terdapat pria jangkung di sana. Mata Bila sedikit menyipit ketika melihat pria di sampingnya itu. Dia merasa pernah bertemu dengannya.
“Hai,” sapa pria itu. Bila dengan segera mengubah raut wajahnya menjadi tersenyum ramah pada pria itu.
“Hai juga.” Kesan awal Bila pada Raveno adalah seorang yang nakal dan tak memiliki minat dalam pelajaran.
Namun istilah ‘Jangan menilai buku dari sampulnya’ sepertinya benar. Karena buktinya, pria ini adalah seorang pria yang pintar dan berhasil dipercaya untuk mewakili sekolah.
“Nah mulai sekarang, kalian belajarlah bersama. Untuk bimbingannya sendiri, akan dilakukan oleh Pak Jeff, Guru Bahasa Inggris kalian. Selebihnya kalian bisa belajar dari sumber apa saja,” pesan Kepala Sekolah.
Bila dan Raveno mengangguk paham sebelum meninggalkan ruang Kepala Sekolah itu. Dalam perjalanan menuju ke kelas akhirnya pria itu membuka suaranya.
“Lo murid baru?” tanya Raveno pasalnya dia merasa Bila begitu asing baginya.
Bila mengangguk. “Lo yang tadi nabrak gue kan?” Akhirnya Bila mengeluarkan unek-unek yang sedari tadi bersarang di pikirannya.
Raveno menjentikkan jarinya. “Pantesan dari tadi gue serasa pernah lihat muka lo!” ucapnya sedikit keras.
“Jadi benar,” bisik Bila setelah di mendapatkan kepastian dari Raveno.
“Maaf, waktu itu gue buru-buru karena dipanggil kepala sekolah.” Bila mengangguk, sebenarnya dia tak mempermasalahkan hal tersebut, hanya saja dia ingin mengetahuinya.
“Ya udah, gue ke kelas dulu.” Bila berpamitan pada Raveno.
“Hmm, gue mau ke lapangan.” Mereka berdua berpisah di persimpangan jalan menuju ke kelas dan yang satunya lagi menuju ke lapangan.
Raveno berjalan ke arah lapangan, sementara Bila akan kembali ke kelasnya. Kelas yang semula ramai kini sepi seketika Bila masuk ke dalam kelas.
“Huuu gue kira Guru!” teriak teman-temannya. Bila hanya tersenyum canggung ketika dimarahi teman-temannya. Namun, dia tak mengindahkan itu. Dia kembali ke tempat duduknya menghampiri Stevani.
“Ada apa?” tanya Stevani dengan Keisya yang juga memandang Bila menunggu gadis itu menjelaskan tentang apa yang terjadi.
“Bukan apa-apa. Gue cuma disuruh buat jadi perwakilan sekolah di Olimpiade Bahasa Inggris.” Bila yang menjelaskan dengan biasa berbeda dengan Stevani yang berteriak heboh karena temannya bisa mencapai pencapaian itu dalam waktu singkat.
“Hebat banget lo!” teriak Stevani yang membuat atensi seluruh isi kelas mengarah padanya.
Stevani menyadari itu. Karena sudah terlanjur malu ditatap oleh semua teman sekelasnya, akhirnya Stevani memilih untuk mengumumkan semuanya.
“Kalian dengar gak? Nih orang yang kalian jahatin, dia mau jadi perwakilan buat sekolah kita Olimpiade Bahasa Inggris.” Stevani memang tak malu, tapi Bela kini sudah membelalakkan matanya terkejut karena tiba-tiba Stevani mengumumkannya.
Bila menarik tangan temannya itu agar kembali duduk dan menghentikan semua kegiatan gilanya.
“Apa sih?” tanya Stevani pada Bila yang menyuruhnya untuk kembali duduk. Sementara itu seisi kelas hanya berbisik-bisik dan kembali fokus pada kegiatan mereka.
“Biara semua orang gak jahatin lo lagi, Bil,” ujar Stevani.
“Udahlah, gak apa-apa. Lagian gue juga baik-baik aja.” Bila memang selalu seperti ini sejak dulu, dia akan mengabaikan orang yang juga tak peduli padanya.
“Jangan terlalu baik jadi orang, nanti dimanfaatin.” Keisya akhirnya buka suara sebelum kembali melanjutkan tidurnya.
Kadang dia sangat gemas dengan Bila yang memilih membiarkan semua berjalan begitu saja tanpa membalas kejahatan orang-orang itu.
****
Hari pertama Bila dan Raveno melakukan bimbingan. Setalah mengatur janji dengan Pak Jeff, mereka sepakat untuk melakukan bimbingan setelah kelas terakhir usai.
Dan di sinilah mereka, di sebuah kelas yang sudah tak berpenghuni. Hanya ada Bila, Raveno dan Jeff yang kini masih sibuk dengan kertas-kertas di hadapannya.
Dia masih menyiapkan beberapa materi yang diprediksi akan keluar ketika Olimpiade nenti.
“Oke, kalian siap?” Jeff mendongakkan kepalanya menatap kedua anak didik di hadapannya.
“Siap, Pak.” Hanya Raveno yang menjawab sementara Bila hanya mengangguk. Bukan berarti tak senang, Bila hanya ketakutan saat ini.
Siapa yang tak akan takut jika kalian berada di posisi gadis itu. Dilecehkan oleh guru kalian sendiri.
Tak ada pilihan lain, Bila hanya berdo’a semoga tak ada hal lain yang terjadi hari ini.
Mereka belajar kurang lebih selama dua jam hingga mereka memutuskan untuk mengakhiri pertemuan kali ini.
“Kita lanjut besok di waktu dan tempat yang sama, ya,” ucap Jeff sambil membereskan buku-buku yang dia bawa tadi.
Keduanya mengangguk paham. Mereka juga bersiap-siap untuk pulang. Jeff keluar dari ruangan itu.
“Bil, gue duluan ya. Udah ditungguin anak-anak, mau latihan,” ijin Raveno. Bila mengangguk. Setidaknya dia merasa lega karena Jeff sudah tak ada di sana.
Jam yang melingkar di pergelangan tangan Bila sudah menunjukkan pukul tiga sore dan gadis itu masih di sekolah sendirian.
“Masih lama?” Sebuah suara mengejutkan Bila hingga buku yang sedang dia bereskan kini jatuh dan berserakan di lantai.
Jeff yang melihat itu segera menghampiri Bila dan membantunya membereskan buku Bila. Jeff sedari tadi tak kembali ke ruangannya. Dia menunggu di luar di tempat yang tak terlihat. Menunggu Raveno keluar dari sana.
“Kenapa Bapak masih di sini?” tanya Bila dengan takut-takut. Jeff memberikan buku yang telah beres di tangannya pada Bila.
“Saya memang masih belum kembali. Oh, dan jangan panggil saya ‘Pak’,” pinta Jeff.
“Tapi, Bapak kan Guru saya,” jawab Bila. Sebenarnya memang tak ada yang salah dengan ucapan Bila. Namun, Jeff tak merespon Bila, hanya memandang gadis itu dengan tatapan membunuhnya.
“T – terus saya harus panggil apa?” Karena rasa takutnya akhirnya Bila bertanya.
“Panggil nama saja kalau kita sedang berdua.” Jeff menggandeng tangan Bila untuk keluar dari sana. Awalnya Bila mencoba melepaskan genggaman itu, tapi dia menciut setelah Jeff kembali melayangkan tatapan tajamnya.
“Mau ke mana?” tanya Bila. Dia masih terus pasrah ketika ditarik oleh Jeff.
“Pulang sama saya. Ini udah sore.” Bukannya merasa tenang, Bila malah semakin ketakutan.
“S – saya, bisa pulang sendiri.” Dengan segala keberaniannya, akhirnya Bila menghempaskan tangan Jeff hingga genggaman pria itu terlepas.
“Sebenarnya saya tak akan berbuat apapun padamu jika kamu tak macam-macam.” Tatapan mata Jeff seakan menembus jantungnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Anonymous
sejauh ini keren novelnya
2024-01-15
0