Hari terakhir libur digunakan Bila untuk membeli peralatan sekolah ditemani oleh Bi Inah. Ingin sekali rasanya dia ditemani oleh kedua orang tuanya, namun sepertinya itu adalah hal yang mustahil.
Sekalipun seumur hidupnya dia tak pernah ditemani kedua orang tuanya dalam hal begini. Mengambil rapor sekolah juga selalu Bi Inah yang melakukannya, hal itu menjadi sebuah kebiasaan bagi Bila. Dia merasa tak lagi memiliki orang tua.
“Bi, Bila mau beli parfum dulu. Bibi mau ikut atau nunggu di sini?” tanya Bila. Saat ini mereka sedang berada di tempat makan.
“Bibi nunggu di sini gak apa-apa, Non?” tanya Bi Inah. Di sana tak hanya ada Bi Inah, tapi Mang Parman, sopirnya juga ikut.
“Mamang mau ikut atau di sini juga?” Bila kembali bertanya pada sopirnya.
“Tanggung Non, ini belum habis. Mamang di sini aja ya sama Bibi.” Jawaban keduanya membuat Bila menganggukkan kepalanya.
“Oke, Bila pergi dulu. Di sana, dekat kok gak bakal lama.” Bila beranjak dari sana untuk membeli apa yang diinginkannya. Sementara semua peralatan sekolahnya sudah dia beli beberapa waktu lalu sebelum mereka makan.
Mood Bila sangat berantakan hari ini karena Bundanya lagi-lagi mengingkari janjinya. Dia mengatakan akan mengantar Bila untuk membeli peralatan, tapi nyatanya Bundanya itu lebih mementingkan pekerjaannya lagi.
Itulah kenapa hari ini dia akan benar-benar belanja dan menghabiskan semua uang yang diberikan Bundanya.
“Silakan, Kak,” ucap pelayang yang ada di sana. Bila memilik parfum dengan hati-hati. Dia ingin wangi khas yang jarang digunakan orang lain.
Setelah selesai dengan urusannya, Bila kembali. Bi Inah dan Mang Parman hampir saja memuntahkan semua minuman yang ada dalam mulutnya ketika mereka melihat Bila dan semua belanjaan yang dibawa gadis itu.
“Non, bukannya cuma parfum?” tanya Bi Inah memastikan. Bila mengangguk.
“Tadinya sih cuma mau beli parfum, tapi semua barang ini sangat lucu. Jadi Bila beli,” ucapnya dengan ringan sambil meletakan semua belanjaannya di dekat meja mereka.
Bi Inah dan Mang Parman tak bisa melarang Nona mudanya itu karena itu adalah haknya.
“Ayo pulang!” ajak Bila setelah melihat kedua orang itu selesai dengan makanannya.
“Eh Mang Parman dan Bi Inah mau beli sesuatu? Bila beliin,” tanyanya. Kedua orang itu menggeleng dengan semangat. Mana mungkin mereka akan memanfaatkan majikannya itu.
“Ayo gak apa-apa.” Bila menarik tangan dua orang itu untuk pergi ke toko baju yang memang ada di dekat sana.
Bukannya Bi Inah dan Mang Parman yang memilih, tapi Bila dengan antusias memilih dan mengambil banyak pakaian untuk kedua orang itu.
“Non udah ya, ini kebanyakan,” ucap Mang Parman sambil berusaha menghentikan gerakan tangan Bila yang akan mengambil baju lagi.
“Ih gak apa-apa Mang, lihat ini bagus,” balas Bila sambil terus mengambil baju itu.
“Nanti Nyonya dan Tuan marah, Non.” Bila sontak berhenti setelah mendengar penuturan Bi Inah. Namun sepersekian detik kemudian gadis itu tersenyum dan melanjutkan kegiatannya.
“Gak bakal. Kalau mereka marahin kalian, bilang aja sama Bila. Nanti Bila yang ngomong,” ucap Bila.
Setelah puas dengan aksinya itu, Bila pergi ke arah kasir untu membayar. Nominal yang disebutkan oleh kasir itu berhasil membuat Bi Inah dan Mang Parman membulatkan matanya.
Nominal itu setara dengan dua bulan gaji mereka jika disatukan. “Non ini berlebihan,” ucap Mang Parman.
“Enggak, kan Bila yang mau kasih sebagai ucapan makasih kalian udah antar Bila.” Keduanya bungkam, mereka bingung akan berkata seperti apa lagi selain menerima semua itu.
Biarlah nanti mereka mengatakan yang sebenarnya pada majikannya sebelum majikannya tahu sendiri dan memarahi mereka.
Setelah selesai, mereka pulang. Suasana rumah masih sama. Tak ada seorangpun di dalamnya karena penghuninya sibuk dengan pekerjaan masing-masing.
Bila membanting badannya di sofa karena terlalu lelah, dia juga menyimpan semua belanjaannya di dekatnya tanpa ada niatan untuk membereskannya.
Berbeda dengan Bila yang menghabiskan wakti seharian di luar dan berurusan dengan segala belanjaannya, pria itu, Jeff berbaring di atas ranjangnya tanpa sebuah baju.
Sejak pagi dia tak ada niatan sama sekali untuk meninggalkan kamarnya. Dia bahkan sengaja menyimpan beberapa makanan dan minuman di kamarnya agar tak usah repot-repot keluar.
“Jeff, makan!” teriak Mamanya dari luar kamar. Sebenarnya teriakan Mamanya itu sudah terdengar beberapa kali tapi Jeff memilih untuk mengabaikannya.
Bukannya keluar, pria itu malah mengambil earphone dan menyumpalkannya di kedua telinganya.
Kepalanya perlahan mengangguk dengan mata yang terpejam. Dia sangat suka musik karena dapat membuatnya sedikit tenang.
Suara ponsel berdering membuat Jeff terpaksa harus membuka matanya. Kontak dengan nama ‘Kepala Sekolah’ tertera dengan jelas di layarnya.
“Halo?” ucap Jeff setelah mengangkat telponnnya.
“Jeff, bisa kamu ke sekolah sebentar?” Suara khas wanita di seberang santa terdengar sangat jelas. Apa lagi ini? haruskah dia tetap ke sekolah di hari minggunya?
“Apa ada yang terjadi, Bu?” tanya Jeff. Jika tak terlalu penting dia tak ingin pergi, sungguh.
“Saya akan mengatakannya di sini,” ucapnya.
Itu berarti Jeff memang harus ke sana. “Baiklah, saya berangkat sekarang.” Jeff mengakhiri panggilan itu sebelum kemudian mengenakan jaketnya dan mengambil kunci mobil yang tergeletak di mejanya.
Orang di luar sana, alis Mama Jeff tersenyum cerah saat mendengar pintu kamar Jeff terbuka. Dia sudah memasak dan berharap kali ini Jeff mau makan dengannya.
“Makan dulu, Nak.” Seruan Mamanya dia abaikan begitu saja. Dia malah langsung ke luar menuju mobil yang terparkir di halaman rumahnya.
Dengan tergesa, Jeff melajukan mobilnya membelah keramaian ibu kota. Tak ada yang terjadi selama perjalanan, pria itu hanya terus fokus pada jalanan di hadapannya hingga dia sampai di tempat tujuannya.
Jeff berjalan cepat menuju kantor Kepala Sekolah. Ada hal mendesak apa hingga dia harus ke sekolah di hari minggu.
“Siang, Bu,” sapanya saat dia sudah ada di depan ruangan itu. Orang-orang yang ada di dalam sontak melihat ke arah Jeff.
“Ah Pak Jeff silahkan masuk.” Jeff masuk dengan kebingungan. Ada orang lain di sana yang tidak ia kenal sama sekali.
“Perkenalkan, ini guru Bahasa Inggris di sekolah ini.” “Kebetulan dia yang bisa saya mintai tolong,” lanjutnya.
Jeff tersenyum ke arah tamu itu. “Nah Pak, mereka adalah orang tua dari murid baru yang akan pindah. Bapak bisa tolong tangani ini? Kebetulan saya terburu-buru karena hari ini ada rapat di luar,” ucap Kepala Sekolah.
“Ah, iya baik Bu.” Jeff mengangguk dan mempersilahkan Kepala Sekolah pergi. “Kalau begitu saya permisi dulu.”
Setelah kepergian Kepala Sekolahnya, Jeff kembali fokus pada orang di hadapannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments