Bahagia bukan main yang dirasakan Bila saat ini. Sepanjang kelas dia tersenyum membuat Stevani dan Keisya yang melihatnya bergedik ngeri.
“Lo kenapa sih?” tanya Stevani berbisik meminimalisir suara gaduh di kelas Bahasa Indonesia saat ini.
“Hah? Oh gapapa, lagi bahagia aja,” jawab Bila. Senyumnya tak pernah memudah sedikitpun dari wajahnya.
Stevani yang tak ingin merasa pusing akhirnya hanya membiarkan temannya itu tersenyum sepanjang pelajaran.
“Lo ada bimbingan?” Kali ini Keisya yang bertanya setelah kelas selesai. Bila mengangguk. “Ini mau ke perpustakaan sekalian cari referensi,” ujarnya.
“Tadinya kita mau ajak lo main.” Keisya mendengus kasar. “Nanti gue kabarin kalau gue gak ada jadwal.” Bila mencoba untuk membujuk temannya.
Akhirnya Stevani dan Keisya mengangguk setuju. Lagi pula temannya itu akan memperjuangkan nama baik sekolah mereka, jadi mereka tak seharusnya mengganggunya.
“Kalian kalau mau ke kantin duluan aja, gue mau ke perpus.” Bila berjalan sambil melambaikan tangannya pada temannya.
Tak ada waktu leha-leha untuknnya karena pelaksanaan Olimpiade semakin dekat.
Bila mendekati rak buku yang berisi berbagai macam buku Bahasa Inggris, dia melihat-lihat dan mencari buku apa yang cocok dia pelajari hari ini.
“Dapat!” ucapnya senang saat dia melihat buku yang dia cari. Letaknya yang cukup tinggi membuat Bila harus berjinjit untuk menggapainya. Rok pendeknya semakin tersingkap karena posisinya itu.
“Lain kali minta tolong!” Sebuah suara menggema di lorong itu. Bila terperanjat dan menoleh untuk melihat siapa yang berbicara padanya. Belum sempat gadis itu mengambil bukunya.
“Eh, iya. Habisnya tadi tak ada orang, jadi ngambil sendiri.” Bila terkekeh sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal sama sekali.
Pria yang baru saja menginterupsinya itu membantu Bila mengambil buku yang ada di rak atas. Tinggi badan pria itu membuatnya tak kesulitan sama sekali untuk mengambil buku yang Bila maksud.
“Makasih, Rav.” Bila tersenyum dan mengambil buku yang disodorkan Raveno. Raveno mengangguk.
“Mau belajar juga?” tanya pria itu sambil melihat-lihat rak buku.
“Iya, biar gak terlalu nyusahin Pak Jeff.” Raveno mengangguk paham. “Kamu juga mau belajar?” Bila balik bertanya.
“Ya, apa lagi yang gue lakuin di sini kalau bukan belajar.” Bila mengangguk. “Kalau gitu gue ke sana duluan.” Bila hendak pergi sebelum pergelangan tangannya dicekal oleh Raveno.
Pria itu mengalihkan atensinya pada gadis sexy yang ada di hadapannya. Ke mana saja dia beberapa hari lalu? Kenapa dia baru menyadari jiga gadis yang menjadi partnernya ini begitu memukau?
“Kenapa?” tanya Bila. Tangannya masih digenggam oleh Raveno.
“Ini perpus, buat belajar bukan buat mesra-mesraan!” teriak seorang pria di dekat mereka. Mereka yang merasa masih menautkan tangannya secara otomatis melepas tautan itu dan berbalik melihat siapa yang berbicara.
“P – pak,” lirih Bila.
“Kenapa pegangan tangan di sini?” tanya pria itu. “Kita mau belajar, Pak. Kebetulan Bila gak bisa ambil buku karena ada di rak atas. Pak Jeff sendiri tumben ada di sini?” Raveno berusaha mengalihkan pembicaraan.
“Kebetulan ada buku yang saya perlukan buat bimbingan nanti.” Apa yang dikatakan Jeff adalah sebuah kebohongan. Dia tak memerlukan sebuah buku untu menyampaikan materinya.
Sebenarnya beberapa saat lalu, dia melihat Bila berjalan sendiri ke arah perpustakaan, akhirnya dia mengikuti kekasihnya itu. Dan di sinilah dia.
“Nanti saya tunggu di ruangan biasa.” Jeff memberikan isyarat pada Bila untuk mengikutinya. Bila yang menangkap isyarat itu akhirnya berpamitan pada Raveno beberapa saat setelah Jeff meninggalkan mereka.
“Aku duluan ya, baru ingat ada yang harus aku lakuin.” Bila pergi dengan terburu-buru setelah berpamitan.
Raveno yang ditinggalkan hanya diam dengan berjuta pertanyaan di kepalanya. Namun setelahnya dia mengabaikan itu dan melanjutkan niatnya untuk belajar.
Sementara itu di Bila saat ini berada di ruangan Jeff dengan kepala yang menunduk setelah melihat Jeff dengan raut kesalnya.
“Kenapa?” Akhirnya Bila mengeluarkan suaranya setelah menekan ketakutannya.
“Masih tanya kenapa? Harusnya aku yang bertanya kenapa kamu pegangan tangan sama dia?” tanya Jeff masih berusaha tenang.
“Tadi dia udah jelasin kan? Itu emang kenyataannya. Waktu aku mau nyari tempat duduk, dia tiba-tiba tarik tangan aku.”
Jeff mengangkat sebelah alisnya menunggu Bila melanjutkan ceritanya. “Habis itu dia gak bilang apa-apa karena kamu datang.”
Jeff menghela napasnya untuk mengendalikan emosinya. “Sini,” perintahnya pada Bila. Bila tak menolak, gadis itu berjalan mendekat ke arah Jeff.
Setelah tepat berada di depan Jeff yang sedang duduk di sofa, Jeff menarik tangan Bila hingga gadis itu terduduk di pangkuannya.
“Ini di sekolah,” ucap Bila takut ada yang melihatnya.
“Ruanganku kedap suara dan tak ada jendela di sini.” Ucapan Jeff sedikit membuat Bila lega.
“Aku tak suka melihat kamu dekat dengan dia.” Jeff bersikap manja, sikap yang dia tunjukan pada Bila setelah mereka melakukan **** terakhir kali.
Jeff menelusupkan kepalanya di ceruk leher Bila, mencari kehangatan dan keamanan dari sang empu.
“Bagaimana bisa? Dia partnerku di Olimpiade,” jawab Bila sambil mengelus rambut Jeff.
Jeff mendengus kesal. Dia juga tak bisa menyalahkan Bila tentang hal itu. Itu adalah keputusan Kepala Sekolah, namun Jeff sangat tak suka melihat Bila bersama Raveno.
“Pokonya jaga jarang dengan dia jika tak ada urusan apapun.” Jeff mendongakkan kepalanya melihat Bila dengan mata berbinarnya.
Bila mengangguk dan kembali mengusap surai Jeff dengan lembut. “Aku mengerti.”
“Apa kamu akan terus seperti ini?” Sepertinya Jeff tak ada niat untuk melepaskan pelukannya di pinggang Bila.
“Kenapa? Kamu tak menyukainya?” tanya Jeff sambil melepaskan pelukannya itu.
“Bukan. Tapi apa kamu tak mendengar? Barusan adalah bel masuk kelas, aku harus masuk,” jelas Bila.
Jeff menepuk keningnya pelan. Dia lupa bahwa saat ini mereka sedang berada di sekolah.
“Oke, masuklah. Kita pulang bersama nanti.” Akhirnya Jeff membiarkan Bila pergi dari sana setelah sebelumnya mengecup singkat bibir gadisnya itu.
Bila tersenyum senang sepanjang perjalanan menuju kelasnya. Entah bermula dari mana rasa sukanya pada Jeff. Yang jelas sekarang dia bersyukur bisa memiliki pria itu seutuhnya.
“Dari mana aja? Kok gak nyusul?” tanya Stevani saat Bila tiba di kelas.
“Banyak banget materi yang harus dipelajarin, jadi gak sempet ke kantin,” elak Bila. Dia belum bisa memberi tahu kedua temannya tentang hubungannya dengan Jeff.
“Lah, tadi Raveno bilang lo pergi. Jadi, yang mana yang bener?” Stevani terlihat berpikir.
Bila sendiri berusaha memutar otaknya agar mendapat jawaban yang masuk akal.
“Iya, tadi gue pergi sebentar ke toilet, abis itu balik lagi ke perpus dia udah gak ada,” jawabnya.
Kedua temannya mengangguk mempercayai ucapan Bila. Bila bernapas lega karena kebohongannya berjalan lancar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments