Wangi Untuk Galih
Disuatu senja yang sedikit mendung, terlihat segerombolan anak muda berambut cepak tengah duduk-duduk bersantai menikmati kopi yang terlihat masih mengepul dan pisang goreng hangat di warung bu Win yang berada di sebelah markas kebesaran mereka. Sore ini bisa sedikit bersantai untuk mereka yang setiap hari harus dibebani dengan latihan kemiliteran yang sangat menguras tenaga. Terlihat salah satu dari mereka hanya bengong dengan pandang kosong sementara yang lainnya tengah asyik berbincang-bincang.
"Woyy! Bengong saja, ntar kesambet lho...!" Johan yang tiba-tiba menepuk pundak Galih membuat lelaki tampan itu tersadar dari lamunannya. Namun ia tetap diam tidak menanggapi kawannya itu.
"Ada apa lagi sih Lih? Masih memikirkan dia?" Tanya Johan. "Sudahlah... Janganlah kau larut dalam kesedihan." Lanjut Johan.
"Aku merindukannya." Akhirnya Galih membuka mulutnya.
"Aku tahu kau sangat merindukannya dan aku tahu apa yang kau rasakan itu adalah..." Ucapan Johan terhenti ketika Galih menyambar kalimatnya.
"Kamu tidak tahu apa yang aku rasakan Jo!! Sakit ini, perih ini selalu menghatui." Terlihat tangannya bergetar, otot-ototnya yang kuat itu seakan lemas begitu saja. Macan kumbang yang gagah itu benar-benar sangat hancur hatinya.
Dari kejauhan Jarno yang sedari tadi mengamati pembicaraan kedua kawannya itu akhirnya menghampiri Galih.
"Semua orang pernah jatuh dan semua orang pernah mengalami kesedihan, namun mereka musti sadar kalau mereka tidak boleh berdiam diri meratapi kesedihannya dan harus berbuat sesuatu, begitu pula kau Galih." Ujar Jarno dengan nasehatnya.
"Berbuat sesuatu? Aku harus berbuat apa? Sinar telah redup, dia telah pergi untuk selamanya meninggalkanku dalam kegelapan ini. Apa yang harus aku perbuat? Apakah aku harus menghidupkannya kembali? Aku bukan Tuhan..." Butiran bening itu tiba-tiba jatuh dari matanya yang sayu.
"Maafkan aku kawan... Bukan maksudku membuka lagi kesedihanmu tapi kamu harus berubah kembali menjadi Galih yang dulu, yang ceria, yang bersemangat. Tentu Sinar sangatlah sedih melihatmu seperti ini, dia pasti ingin kau bercahaya meski tanpa dirinya." Jarno berusaha menenangkan hati Galih yang sedang labil seperti ABG yang beranjak dewasa.
"Tapi dia pergi karena aku!! Karena aku yang... ohh..." Galih tidak sanggup lagi melanjutkan kata-katanya, air matanya kembali jatuh. Jari-jari tangannya mengepal kuat hingga buku-buku tangannya terlihat memutih dan sesekali dia memukul-mukul tembok yang ada di sampingnya. Begitu Galih merasa sangat bersalah atas kematian Sinar setahun yang lalu. Ya, setahun sudah berlalu setelah kepergian Sinar, namun kesedihan dan rasa bersalah Galih masih terasa sampai saat ini. Galih dan Sinar berteman sejak kecil, setelah mereka dewasa persahabatan mereka berubah menjadi benih-benih cinta.
.
.
.
Flash Back....
Galih adalah lelaki yang sangat gagah, tinggi dan sangat tampan. Dari dulu impiannya ingin menjadi seorang prajurit yang membela dan menjaga tanah airnya. Maka dari itu setelah lulus dari SMA, Galih memutuskan untuk bergabung dengan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat. Satu tahun tidak lama setelah ia menjadi prajurit, Galih pun dikirim ke Papua untuk menjalankan tugasnya dan terpaksa harus meninggalkan Sinar untuk waktu beberapa lama.
Sebelum Galih pergi menjalankan tugasnya, dia pergi menemui Sinar dan menyematkan sebuah cincin di jari manis kekasihnya itu.
"Sinar... Maukah kamu menungguku hingga kembali? Aku berjanji akan segera meminangmu setelah aku kembali nanti, bersediakan kamu menungguku sayang?" Janji Galih pada Sinar.
"Iya Galih, aku bersedia. Aku akan menunggumu hingga kamu kembali." Jawab Sinar seraya melempar senyuman pada lelaki yang dicintainya itu. Bahkan senyuman terakhir Sinar yang dilihatnya itu tidak pernah hilang dari ingatan Galih.
Dua tahun telah berlalu setelah keberangkatan Galih ke Papua, akhirnya Galih pun pulang ke Semarang, kota kelahirannya dan juga Sinar. Betapa semangatnya dia untuk segera sampai ke rumah, sepanjang perjalanan tak henti-hentinya ia melempar senyum kebahagiaan. Bahagia akan kembali ke rumah dan bahagia akan bertemu lagi dengan Sinar sang pujaan hati. Dua minggu cutinya aka ia pergunakan sebaik-baiknya untuk keluarganya dan juga Sinar. Apalagi sekarang ia tengah bersiap menepati janjinya pada sang kekasih untuk segera melamarnya.
Sesampainya di Semarang ternyata Galih tidak langsung pulang ke rumahnya, namun dia langsung menuju rumah Sinar. Dia berharap ini akan menjadi kejutan bagi kekasih tercintanya itu. Di depan pintu rumah Sinar, Galih terdiam sejenak untuk menenangkan degup jantungnya, setelah menghela napas panjang ia mulai mengetuk pintu rumah keluarga Sinar.
Tok..tok..tok...
Tidak ada sahutan dan Galih pun mencoba mengetuk lagi namun tetap tidak ada sahutan dari dalam sana. Tidak biasanya rumah Sinar terlihat sepi, biasanya Sinar beserta kedua orang tuanya dan juga Wita adiknya selalu mengobrol sambil bersantai di teras rumah disaat sore seperti ini.
Tok..tok..tok...
"Assalamu'alaikum... Kulonuwun..." Galih mencoba mengetuk kembali rumah itu dan kali ini pintu itu terbuka perlahan, nampak seorang wanita paruh baya keluar dari dalam sana.
"Wa'alaikumsalam..." Sahut wanita itu yang tak lain adalah Rukmini ibu Sinar, namun sungguh terkejutnya beliau saat melihat Galih yang tengah berdiri di depan pintu rumahnya.
"Astaghfirullah... Tidak mungkin, ini tidak mungkin!! Kamu..." Kata-kata bu Rukmini seakan menguap begitu saja di udara karena keterkejutannya.
"Iya ini saya bu... Galih." Jawab Galih setengah kebingungan terhadap reaksi calon mertuanya itu ketika melihatnya.
"Tidak mungkin!! Ahh...mungkin mata saya yang sudah rabun." Bu Rukmini mengucek-ucek matanya, berharap apa yang ia lihat itu salah. Tapi lelaki yang sudah menjadi kekasih putrinya itu masih tetap berdiri di hadapannya.
"Ibu... Ini benar-benar saya Galih, saya sudah kembali bu." Galih mencoba meyakinkan calon mertuanya itu kalau yang berdiri di hadapannya itu adalah dia. Benar-benar dia.
"Galih... Nak Galih? Ini sungguh kamu? Tapi kamu kan..." Bu Rukmini tiba-tiba menghentika ucapannya sejenak dan kemudian berteriak memanggil suaminya.
"Pak... Pakne...! Cepat kemari pakne!" Teriak bu Rukmini memanggil suaminya.
"Iya, sebentar..." Terdengar sahutan suaminya dari dalam rumah.
"Cepetan to pakne, jangan lama-lama!" Bu Rukmini kembali berteriak memanggil suaminya yang tak kunjung menghampirinya. Terlihat jelas rasa panik dari raut wajahnya yang renta dan ketidak sabaran wanita itu membuat Galih semakin bingung. Ada apa sebenarnya?
"Iya, iya ini lagi jalan, ada apa to bune kok gak sabaran begitu?" Sahut suaminya yang tak lama kemudian keluar dari dalam rumah. Pak Sastro, bapak Sinar itu tergopoh-gopoh menghampiri istrinya dan bisa ditebak ekspresi wajahnya ketika melihat Galih yang tengah berdiri dihadapan istrinya. Ya, tentu sama terkejutnya dengan istrinya tadi dan seakan tidak percaya bahwa pemuda yang ada di hadapannya itu adalah Galih, calon menantunya.
"Astaga!! Bune...Bapak tidak salah lihat to? Ini..." Ucapan pak Sastro terhenti dan langsung disambar oleh istrinya.
"Iya pak, ini nak Galih!" Sahut bu Rukmini.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 130 Episodes
Comments
Nurhayati Nia
haiii othor aku mampir di karya mu
2024-03-08
0
yuli purwaningsih
perjuangan prajurit membela NKRI,,, aku suka 😘😘😘😘
2024-01-21
0
Ⓜ️🅰️®️TIN🅰️
awalnya aja udah seru...
2023-02-20
0