Ini sudah lewat tiga puluh menit sejak Wangi masuk ke ruang perawatannya Laras sedangkan Galih menunggunya di depan ruangan tersebut. Padahal mereka berdua sudah menunggu masa-masa menegangkan itu selama kurang lebih dua jam dan selebihnya untuk menghubungi wali Laras selaku pasien. Ini berarti Galih dan Wangi sudah disana kurang lebih tiga jam, padahal seharusnya mereka sudah kembali dari tadi dan menikmati istirahat mereka di rumah. Namun Wangi belum bisa meninggalkan Laras sendiri sebelum wali temannya itu datang padahal sebenarnya dia juga tidak enak dengan Galih yang terpaksa ikut terperangkap bersamanya di situ.
Sementara Galih yang sedang sabar duduk menunggu Wangi di depan kamar inap tersebut tiba-tiba dikejutkan oleh seseorang yang datang dengan napas yang terengah-engah.
"Josep? Kok kamu bisa ada di sini?" Tanya Galih yang merasa terkejut melihat kawan seperjuangannya yaitu Josep yang ada di hadapannya.
"Justru aku yang harus tanya kepadamu, bagaimana bisa kamu di sini?" Tanya Josep balik yang sama-sama terkejut melihat Galih berada di depan ruangan yang akan ia tuju.
"Aku sedang menunggu teman yang sedang ada di dalam." Jawab Galih dengan jujur.
"Apa?! Apa hubungannya kamu dengan Laras? Jangan bilang kamu yang menyebabkan dia berada di sini!" Seru Josep dengan emosi yang membuncah seraya maju ke depan menarih dan mencengkeram kaos yang dikenakan Galih. Namun Galih dengan sikap tenangnya hanya menatap dingin wajah Josep di hadapannya seraya tersenyum smirk.
"Aku kira kamu melakukan kesalahan kawan, bukan aku yang menyebabkan wanita itu berada di dalam sana, melainkan kamu. Dan aku mendapat firasat jika kamu akan mendapat masalah di kesatuan nanti." Kata Galih masih dengan sikap tenangnya.
"Aku? Maksud kamu apa?! Bicara yang jelas Galih!" Ujar Josep yang masih terbawa emosi.
"Wanita itu baru saja keguguran, aku dan seorang temanku menemukannya tadi di jalan dan membawanya ke sini." Luruh seketika tangan Josep yang tadinya mencengkeram kaos Galih, bergantikan rasa gemetar diseluruh tubuhnya.
"A ap apa yang kamu katakan ba barusan?" Suara Josep bergetar dan mulai tergagap.
"Pertama, kau temui dulu dia di dalam, dia membutuhkanmu saat ini dan masalah kamu mengenai ini akan kita bicarakan nanti." Setelah Galih mengatakan hal itu Josep langsung membuka pintu ruangan di hadapannya dengan tidak sabar.
"Laras! Sayang..." Kata-kata Josep langsung tercekat di tenggorokan ketika matanya bertemu pandang dengan mata Laras yang berlinang air mata di dekapan Wangi.
"Anda wali saudari Laras?" Tanya Riko.
"Benar dok, saya..." Ucapan Josep tertahan ketika dia mendengar suara Laras bicara dan langsung beralih ke wanitanya itu.
"Hiks...hiks... An anak, anak kita sudah... hiks..." Laras sudah tidak dapat melanjutkan ucapannya lagi dan langsung beralih memeluk Josep setelah melepaskan pelukan Wangi.
"Maaf, maafkan aku sayang..." Ucap Josep dalam pelukannya, terlihat jelas lelaki berdarah Indonesia Timur itu meluruhkan air matanya.
Wangi dan Riko yang melihat semua itu langsung berbalik melangkah pergi meninggalkan ruang inap Laras. Dia tahu betul bahwa dua insan itu perlu waktu untuk menenangkan masalahnya sendiri. Jadi sebagai orang luar dirinya tidak berhak ikut campur.
Galih langsung mengalihkan pandangannya ketika mendengar suara knop pintu terbuka. Dia melihat Wangi dan Riko yang keluar dari sana.
"Maaf, kamu harus menunggu lama." Kata Wangi.
"Tidak apa-apa, terus sekarang bagaimana?" Tanya Galih.
"Kita pulang saja, lagian walinya sudah datang kan?" Galih mengangguk menyetujuinya.
"Ko, aku senang Dokter Obgyn yang bertugas jaga hari ini adalah kamu, makasih banyak ya..." Ucap Wangi.
"Tumben terimakasih segala sama aku, lagian Laras kan teman aku juga dan sebagai dokter memang sudah tugas aku kan." Ujar Riko.
"Ciee... Tumben dewasa, biasanya suka gak jelas gitu." Goda Wangi pada sahabatnya itu.
"Sembarangan! Dari dulu aku dewasa tahu, kamu tuh yang suka kaya bocah." Balas Riko.
"What?! Aku? Eh tahu gak Lih, siapa biang kerok yang jadi dalang taruhan waktu di warung itu?" Galih yang tadinya hanya memperhatikan dan mendengar obrolan dua dokter residen itu langsung mengkerutkan dahinya.
"Jadi itu tu..." Ucapan Wangi langsung dihentikan oleh Riko sebelum Galih mendengarkannya lebih jauh lagi.
"Sstt... Sudah pulang sana! Katanya capek mau pulang, mas Galih terimakasih banyak ya sudah membantu hari ini. Saya masih ada tugas, jadi permisi dulu, mari..." Riko langsung menyelonong pergi secepatnya setelah berpamitan sebelum Wangi bicara yang tidak-tidak dan mempermalukannya di depan Galih.
"Ehh... Bentar, jangan kabur! Dasar teman gak ada akhlak main kabur gitu aja." Gerutu Wangi seraya mengumpati Riko.
"Emm... Tadi kamu mau bilang apa ya tadi?" Tanya Galih yang merasa bingung sendiri tanpa tahu apa yang Wangi dan Riko bicarakan.
"Ah, nanti saja saya ceritakan mending kita balik sekarang saja yuk! Keburu malam." Ajak Wangi sambil melirik ke arah jam tangannya yang ternyata sudah jam delapan malam.
"Baiklah." Sahut Galih dan merekapun berjalan menuju pintu keluar Rumah Sakit.
Kini mereka berdua sudah berada di dalam mobil dan hendak meninggalkan parkiran Rumah Sakit, namun Galih mengurungkan niatnya sejenak ketika melihat seseorang yang mirip dengan yang ia kenal sedang memasuki Rumah Sakit tersebut.
"Itu kok seperti mama ya? Ahh gak mungkin, mama kan gak lagi di Yogya." Gumam Galih dalam hatinya.
"Kok gak jalan ada apa?" Tanya Wangi heran yang melihat Galih tiba-tiba bengong sambil melihat di luar sana.
"Ahh gak apa-apa." Jawab Galih seketika.
"Kamu lihat apa?" Tanya Wangi lagi.
"Barusan seperti melihat seseorang yang aku kenal masuk ke dalam Rumah Sakit, tapi bukan apa-apa kok, kita jalan sekarang." Galih langsung menjalankan mobil setelah meyakinkan Wangi jika mungkin dia salah orang saja.
Di perjalanan beberapa kali Galih mendapati Wangi sering menguap.
"Kamu ngantuk banget ya?" Ujar Galih.
"Kelihatan banget ya?" Sahut Wangi dan Galih mengangguk begitu saja sambil fokus ke jalanan.
Krucuukk...
Seketika hening sesaat di dalam mobil, antara Wangi dan Galih saling melirik sekilas dan saling menahan tawanya. Tapi lebih ke malu pada Wangi karena suara itu berasal dari dalam perutnya.
"Ehm... Sepertinya kamu harus bertanggung jawab karena membuatku menunggu sampai kelaparan, kita mampir beli makan dulu sebentar ya?" Kilah Galih berusaha mengalihkan rasa malu Wangi seakan suara lapar itu berasal dari perutnya.
"Ohh okey! Lagian ini sudah lewat jam makan malam, sebagai gantinya saya yang akan teraktir." Jawab Wangi dengan perasaan canggungnya.
"Duuhh... Kenapa aku selalu berbuat malu sih di hadapan Galih? Malu-maluin banget!" Keluh Wangi dalam hatinya.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 130 Episodes
Comments