Keesokan harinya di sepanjang perjalanan menuju kampus wajah Wangi terlihat cemberut sambil memaki-maki Riko sementara Riko sesekali mengejek dan menertawakan Wangi yang berada di sebelah kemudinya. Tentu saja bisa ditebak apa yang sedang mereka ributkan. Itu mengenai keisengan mereka kemarin yang membuat Wangi setengah malu. Dia merutuki kebodohannya mengapa dia harus tertipu dan mengikuti ide gila sahabat somplaknya itu. Seharusnya ia sudah menyadari semua dari awal jika ide yang keluar dari mulut Riko itu tidak ada yang berjalan lancar. Tapi kenapa Wangi selalu saja tertipu dan masuk perangkap Riko.
"Dasar bocah edan! Sahabat sableng! Teman gendheng!" Sudah berapa banyak umpatan yang dilontarkan Wangi pada Riko. Sementara yang diumpat hanya tertawa ngakak seakan tidak punya dosa sama sekali.
"Bhuahaha.... Sumpah kemarin tuh ekspresi kamu lucu banget Wang, sampai aku gak bisa nahan ketawa, sumpah demi apa kamu dibilang masih kecil? Hahaha..." Ujar Riko menertawakan Wangi.
"Sialan!" Umpat Wangi.
"Gitu ya... Teman macam apa yang bisa tertawa setelah menyuruh sahabatnya sendiri melakukan dosa?!" Sindir Wangi sarkas.
"Itu bukan dosa Wangi... Cuma menyatakan cinta dimana letak dosanya?" Tanya Riko mencoba mengelak.
"Aku yang berdosa! Dosa karena mau mengikuti ide gilamu itu. Baru kali ini tahu aku ngerjain orang asing yang gak aku kenal dan sialnya aku sendiri yang malu." Omel Wangi.
"Pfft... Sorry, sorry aku yang salah, sebenarnya aku cuma iseng saja kemarin tapi gak tahunya kamu mengiyakan setelah aku panas-panasin sedikit." Ucap Riko.
"Halahh... Minta maafmu gak tulus Ko." Ujar Wangi mencibir.
"Beneran aku minta maaf Wang, tapi kalau sudah keinget kejadian kemarin, pfftt... Ups! Sorry, sorry... Aku gak bermaksud..." Riko langsung menutup mulutnya sambil melirik Wangi sekilas dan kembali memfokuskan matanya ke arah jalan.
Wangi memutar bola matanya jengah.
"Ketawa saja Ko, puas-puasin ketawanya sekarang juga, awas saja kamu di kampus masih ketawa dan membocorkannya ke anak-anak kampus!" Ancam Wangi.
"Tenang saja... Rahasia kamu aman di tanganku, lagian kamu dapat untung juga kan karena dapat tumpangan gratis." Ujar Riko.
"Apanya? Cuma dua minggu, gak sebanding sama rasa malu aku yang sudah di puncak ubun-ubun!"
"Itu karena kemarin yang jawab pernyataan kamu bukan target utama, coba lelaki itu yang jawab pasti satu bulan penuh aku jadi sopir kamu." Kilah Riko.
"Hallaah alasan!" Cibir Wangi.
"Dua minggu kan lumayan Wangi... Daripada gak?" Ujar Riko.
"Iya, iya..." Sahut Wangi pasrah.
"Lagian kenapa kamu gak bawa mobil sendiri sih? Emang mobil kamu kenapa?" Tanya Riko heran padahal Wangi juga punya mobil sendiri, mobil yang benar-benar Wangi beli dari kerja keras dia sendiri selama dia menjadi dokter residen di salah satu Rumah Sakit tempat ia belajar dan melaksanakan tugasnya sebagai calon dokter spesialis bedah umum. Ya meski itu masih dicicil tapi kan pakai uang sendiri.
"Kaya kamu gak tahu saja Ko alasan aku." Jawab Wangi membalikkan kata.
"Emang senior kamu masih ganggu?" Tanya Riko.
"Memang kamu udah gak?" Wangi malah balik tanya. Sebagai info, Wangi dan Riko adalah mahasiswa kedokteran di salah satu Universitas bergengsi di Jogyakarta. Sebenarnya mereka sudah lulus S-1 dan sudah menyandang gelar Dokter di depan namanya. Tapi setelahnya mereka memutuskan untuk melanjutkan kuliah S-2 untuk mengambil specialist. Namu antara Riko dan Wangi mengambil spesialis yang berbeda. Wangi mengambil spesialis bedah umum sementara Riko spesialis bedah syaraf di Universitas yang sama pula.
"Kita kan sudah di tahun ke tiga, tinggal satu tahun lagi jika lancar kita bakalan lulus, jadi para senior juga tidak begitu ketat, mereka kini beralih ke anak-anak baru yang masih di awal tahun pertama. Karena itu lebih mengasikkan daripada mengganggu kita-kita yang sudah biasa mereka ganggu." Jelas Riko.
"Itu berlaku di tempatmu, di tempatku gak, terutama buatku!" Kata Wangi sedikit emosi.
"Maksud kamu?" Riko semakin bingung saja dengan ucapan Wangi yang terkesan muter-muter gitu.
"Seperti kata kamu Ko, di tahun ketiga ini para senior akan semakin melunak karena terkesan punya mainan baru, yaitu anak-anak baru. Dan itu tradisi yang sudah kita tahu dari awal. Tapi ada satu senior aku yang sepertinya akan selalu mengganggu aku hingga akhir." Terang Wangi was-was.
"Ahh itu masih kecurigaanmu saja dan belum tentu juga terjadi." Riko menganggap Wangi terlalu berprasangka sesuatu yang belum tentu terjadi seperti dipikirannya itu.
"Serius Koko... Dia itu nyebelin banget, terkadang juga nyeremin banget, seperti nargetin aku gitu dari awal." Ungkap Wangi yang tiba-tiba ngerasa merinding jika mengingat seniornya itu.
"Masa sih? Separah itu?" Tanya Riko tak percaya.
"Mungkin awalnya aku bisa berpikir mungkin aku lagi sial saja, karena hal seperti itu tidak terjadi pada diriku saja, teman-teman seangkatanku juga mengalami hal yang sama, namun semakin hari semakin ke sini aku merasa perlakuannya padaku itu berbeda. Contohnya saja ya Ko, disaat teman-teman berkelompok untuk ngerjakan tugas dari mereka, hanya aku yang gak dikasih kelompok dan jika aku gak ngerti aku hanya diperbolehkan untuk bertanya ke dia saja. Dan satu lagi ya Ko, aku harus nemenin dia semalaman gara-gara dia belum kelar sama kerjaannya padahal itu sudah jam pulang kerja aku." Cerocos Wangi panjang lebar.
"Trus hubungannya sama mobil kamu apa?" Tanya Riko yang masih bingung.
"Terakhir kali aku bawa mobil itu, dia minjem mobil aku buat dia pergi makan siang. Ehh... Pulang-pulang bensin aku habis dong... Gimana gak shock aku, itu bensin full lho Ko dari awal, gimana bisa habis dalam waktu satu jam saja?" Kata Wangi bercerita dengan geramnya.
"Haha... Dia minum kali, emang dia gak bawa kendaraan mobil atau motor gitu? Kenapa harus minjem kamu?" Tanya Riko tidak habis pikir dengan kelakuan senior Wangi.
"Nahh itu dia Ko, alasannya gak masuk akal, katanya mobil dia susah dikeluarin dari parkiran karena terjepit mobil lain padahal kan ada tukang parkir yang sudah ngatur tempatnya." Jawab Wangi.
"Mungkin dia suka kali sama kamu." Ujar Riko nyeplos begitu saja.
"Ngaco kamu! Amit-amit... Ogah aku!" Sahut Wangi sambil bergidik ngeri.
"Hahaha... Trus waktu itu kamu gimana pulangnya?" Tanya Riko lagi dengan bibir yang masih terukir senyum itu.
"Nahh itu... Masa dia nawarin buat nganter aku pulang sih?" Ujar Wangi yang langsung disambar Riko dengan pertanyaannya.
"Trus kamu mau gitu?"
"Ya gaklah, aku bilang kalau aku sudah nelpon derek buat nderek mobil aku sampai ke pom bensin." Jawab Wangi.
"Tumben kamu gak telpon aku buat minta tolong?" Tanya Riko lagi.
"Itu karena kamu lagi asyik kencan sama Mayang!" Jawab Wangi ketus, dia sebel kalau mengingat itu karena sahabat satu-satunya yang bisa diandalkan lagi gak bisa dihubungi.
"Hahaa... Apes banget kamu." Riko malah menertawakan Wangi tak henti-hentinya.
"Sialan kamu! Seneng banget lihat teman susah." Rutuk Wangi.
"Sudahlah Wang... Itu senior fix suka kamu!" Ujar Riko yang membuat Wangi mencak-mencak gak karuan.
"Amit-amit.... Mending aku sama om Tara yang kemarin saja." Ucap Wangi yang langsung diamini oleh Riko.
"Amin..."
"Ihh... Koko!" Seru Wangi melotot ke arah Riko.
"Udah gak usah mencak-mencak gitu, tuhh dah sampai. Turun gihh sono! Aku mau jemput ayang Mayang dulu." Usir Riko tak punya hati.
"Ya ampun... Gini amat ya punya temen kaya setan. Gak punya hati!" Sungut Wangi sambil membuka pintu mobil Riko.
"Sorry, hati aku sudah habis buat Mayang. Bye Wang Wang... Met ketemu sama senior tercinta." Ucap Riko mengejek setelah Wangi turun dari mobilnya dan langsung menancapkan gasnya sebelum dia mendengar makian Wangi untuk kesekian kali.
"Sialan Riko!" Gerutu Wangi yang masih melihat arah mobil Riko melaju menjauh darinya.
Dan selang beberapa saat ada sebuah mobil sedan berwarna putih datang menghampirinya yang hendak berjalan. Mobil itu mengklaksonnya, membuat Wangi tersentak kaget.
"Astagfirullah... Siapa sih kaya gak pernah punya mobil saja?!" Maki Wangi, dan setelah dia menengok ke arah mobil itu seketika Wangi kembali merutuki omongan Riko tadi.
"Bener-bener ya si Koko musti dikasih pelajaran mulutnya, awas saja ntar kalau ketemu!" Gumam Wangi dengan sumpah serapahnya.
Saat jendela mobil itu turun terlihat seorang pria berkulit putih bersih, berpenampilan rapi dan yang terpenting dia tampan menyapa Wangi dengan senyum dinginnya.
"Kenapa jalan? Mobil kamu kemana?" Tanya pria itu dari dalam mobilnya.
"Ehh Dokter Elias, selamat pagi dok..." Sapa Wangi tanpa menjawab pertanyaan pria itu yang dipanggilnya Dokter Elias.
"Pagi, saya tanya mobil kamu kemana?" Ulang Elias.
"Mogok dok, tadi saya nebeng teman sampai sini trus mau jalan kaki saja." Jawan Wangi yang sebenarnya sedang malas ketika bertemu seniornya itu. Ya, seniar menyebalkan yang dimaksud Wangi itu adalah dokter Elias.
"Masuk!" Kata Elias memerintah.
"Maaf Dok, saya jalan kaki saja." Tolak Wangi tegas.
"Ck... Kamu mau membatah saya? Cepat masuk!" Perintah Elias lagi yang tidak bisa diganggu gugat dan terpaksalah Wangi mengikutinya.
Dengan sumpah serapah dan gerutuannya dalam hati Wangi langsung membuka pintu belakang mobil Elias.
"Memangnya saya sopir kamu?! Duduk di depan!" Seru Elias yang geram melihat juniornya itu. Wangi pun langsung berpindah duduk ke kursi depan sebelah Elias dengan perasaan kesal di hatnya.
"Awas saja aku sumpahin bakalan punya cewek yang lebih bar-bar daripada kamu!" Gerutu Wangi dalam hati buat Elias.
"Jangan sumpahin saya dalam hati." Ucap Elias datar seakan tahu isi kepala Wangi.
"Hahh?! Ng..nggak kok!" Jawab Wangi terbata dan Elias hanya melirik ke arah Wangi dengan senyum smirknya lalu melajukan mobilnya kembali.
Bersambung....
.
.
.
Jangan lupa tinggalkan Like, Komen, Favorit dan Vote kamu setelah baca ya... Terimakasih dukungannya... 😘
NB: Baca juga karya aku "Jully Mahardika" sang pengacara muda dengan dokter tampan pujaannya yang tidak kalah serunya. 😄
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 130 Episodes
Comments
Nana_Ratna
kompakan qta😂😂😂
2022-08-28
0
Nana_Ratna
Aamiin
2022-08-28
0