"Tolong jemput saya sekarang di Rumah Sakit Universitas."
Itu adalah pesan yang baru saja dikirim Wangi untuk Galih. Beruntung Galih sudah menyelesaikan mandinya sore ini ketika dia mendapatkan pesan dari Wangi tersebut. Bergegaslah Galih mengenakan pakaiannya, kali ini dia mengenakan kaos oblong berwarna hitam yang dipadukan dengan celana jeans warna biru tua yang membuat dirinya berbeda dengan ketika dirinya mengenakan seragam tentaranya. Tugas Galih di Batalyon hari ini cuma hingga sore hari, karena dia mendapat tugas tambahan dari sang komandan menjadi pengawal sekaligus sopir sang putri komandan. Walau itu hanya sebuah alasan yang dibuat oleh sang komandan, tugas tetaplah tugas yang harus dikerjakan dengan sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab. Namun meski demikian, tugas Galih sebagai TNI AD yang membela tanah airnya tetaplah yang nomor satu, jika tenaganya dibutuhkan dalam keadaan darurat maka dia harus tetap mengutamakan tugas dari negara dibanding tugasnya yang harus mengantar jemput serta menjaga Wangi. Tentu saja itu semua sudah dibicarakannya dengan sang komandan.
Galih segera menancapkan gasnya setelah masuk ke dalam mobil. Dia tidak ingin Wangi menunggunya terlalu lama, meski demekian Galih tetap mengendarai mobil dengan hati-hati. Selain demi keselamatannya di jalan, dia tidak ingin mendapat masalah jika terjadi sesuatu dengan mobil milik Wangi itu.
Di Rumah Sakit Wangi segera membereskan barang-barangnya setelah melihat jam tangangnya.
"Ahh, sebentar lagi manusia kaku itu pasti sudah sampai." Gumamnya pada dirinya sendiri.
"Siapa yang kaku?" Tanpa sengaja ternyata kata-kata Wangi itu terdengar sampai ke telinga Elias yang baru saja masuk ke ruangan dokter tempat Wangi saat ini.
"Ohh, bukan apa-apa kok dok, cuma... badan saya, ya! Badan saya agak sedikit kaku." Kilah Wangi sembari memijit-mijit pundaknya sendiri.
"Ohh... Itu karena kamu kurang olahraga atau tidak pernah olahraga sama sekali. Ingat Wangi! Dokter itu sering gerak sana sini bila sedang ada keadaan darurat atau bisa juga duduk terlalu lama di meja kerjanya atau mungkin berdiri terlalu lama diwaktu melakukan operasi. Jadi lebih baik kamu luangkan waktu sebentar untuk berolahraga bila ada waktu. Menjaga tubuh kita dengan baik itu penting, apalagi bagi seorang dokter yang harus merawat pasiennya. Ingat! Bukan pasien yang menunggu dokter, tapi dokter yang menunggu pasien." Ungkap Elias dengan segala petuahnya yang hanya diangguki oleh Wangi sembari tersenyum canggung.
"Kalau aku sih mending tidur seharian jika ada waktu libur." Kata Wangi dalam hati.
"Ohh ya, kamu pulang sekarang?" Tanya Elias.
"Iya dok." Jawab Wangi singkat.
"Naik apa? Kamu tadi kan bareng saya ke sini, mau saya antar pulang? Kebetulan saya juga ingin pulang." Tawar Elias tiba-tiba.
"Te terimakasih dok, tidak perlu dok, saya sebentar lagi ada yang jemput. Mungkin dia sudah di depan, saya permisi duluan ya dok." Pamit Wangi buru-buru setelah menyambar tas punggungnya dan beberapa buku di tangannya. Dia tidak ingin Elias menahannya lama-lama dan memaksakan untuk mengantarnya pulang.
"Huff... Kenapa kamu selalu buru-buru pergi jika bertemu denganku? Seburuk itukah aku dimatamu sampai kamu menghindariku begitu Wangi?" Gumam Elias sembari tetap menatap ke arah pintu tempat Wangi menghilang.
"Dia? Siapa yang dimaksud Wangi dengan 'Dia' tadi? Bukan Raka kan? Ah gak mungkin, Raka kan sudah punya kekasih dan itu bukan Wangi." Elias bermonolog dengan penuh tanda tanya.
Ya memang dulu semasa SMA Elias sempat salah paham karena kedekatan Wangi dengan Raka, itulah salah satu alasan Elias tidak bisa mendekati Wangi. Ditambah lagi ketika Elias pertama kali mengetahui bahwa Wangi dan Raka memasuki universitas yang sama dan jurusan yang sama dengannya membuat hati Elias semakin hancur. Dia beranggapan bahwa takdirnya bertemu dengan Wangi merupakan kebahagian sekaligus kesedihan untuknya. Namun kembali takdir mempermainkan hatinya, ternyata antara Wangi dan Raka hanyalah hubungan antar sahabat saja. Itu Elias ketahui setelah melihat Raka bersama kekasihnya dimana ada Wangi juga di sana. Dan takdir seakan memberi harapan baru lagi untuknya.
"Ahh... Semoga ini adalah pemikiran burukku saja, mungkin Wangi dijemput saudaranya." Elias berusaha berpikir positif.
Dilain sisi Wangi berjalan tergesa-gesa menuju pintu keluar Rumah Sakit, dia tidak ingin Elias tiba-tiba menyusul di belakangnya. Baginya Elias itu jelmaan iblis yang selalu datang tiba-tiba mengagetkan dirinya. Atau terkadang pria itu bisa mendengar ucapan lirih Wangi, entah itu sekedar gumaman atau sesuatu yang dia pikirkan dalam hati, Elias selalu bisa menebaknya dengan benar. Hal itu terkadang membuat Wangi bergidik ngeri.
Tepat Wangi keluar dari pintu Rumah Sakit mobil putih miliknya yang dikendarai Galih berhenti di area parkir depan Rumah Sakit. Wangi yang melihatnya pun langsung menghampirinya. Belum sempat sampai ke mobilnya, Galih turun dari mobil dan itu sontak membuat langkah kaki Wangi terhenti. Entah itu terpesona atau apa, penampilan Galih saat ini sungguh diluar ekspektasi Wangi. Galih dengan tampilan premannya alias tanpa seragam tentaranya sungguh terlihat berbeda di mata Wangi. Lelaki itu terlihat lebih normal, paras tampannya tetap terlihat mempesona meski tanpa seragam kebesarannya.
"Maaf, apa saya terlambat?" Kata-kata Galih itu membuat Wangi langsung tersadar dari keterpakuannya.
"Ohh, enggak kok, saya juga baru saja keluar, ya sudah yuk!" Jawab Wangi yang langsung melangkahkan kakinya kembali menuju mobilnya dan langsung memasukinya. Galih mengangguk dan segera mengikuti Wangi.
"Kita langsung pulang mbak?" Tanya Galih sebelum menjalankan mobil.
"Iya dan saya kan sudah bilang berapa kali jangan panggil saya mbak karena saya bukan mbak-mbak tukang jamu!" Gerutu Wangi yang sedikit kesal tanpa melihat ke arah Galih.
Galih tersenyum smirk seraya melirik ke arah Wangi sekilas.
"Lalu saya harus panggil apa?" Tanya Galih kembali.
"Wangi. Nama saya kan Wangi, jadi panggil saya dengan Wangi." Jawab Wangi dengan mengarahkan pandangannya langsung ke arah Galih.
"Baiklah Wangi, kalau begitu jangan panggil saya om juga, cukup panggil saya Galih saja." Balas Galih dengan permintaan yang sama.
"Okey, Galih." Jawab Wangi dibarengi dengan senyum tipisnya.
"Ya sudah, mau sampai kapan kita akan tetap di sini?" Sindir Wangi.
"Ah, maaf." Galih langsung menstater mobil yang dikendarainya melaju menuju arah jalan ke rumah Wangi.
Tidak banyak yang mereka obrolkan di dalam mobil dan mereka berdua lebih banyak diam.
"Oh ya, tolong mampir sebentar ke mini market yang ada di depan sana." Pinta Wangi yang langsung diiyakan oleh Galih.
Namun ketika Galih hendak memarkirkan mobil di depan mini market tersebut ada beberapa orang berkerumun di sana.
"Itu apa ya Lih? Kok ramai banget." Tanya Wangi.
"Entahlah, sebentar biar saya lihat dulu." Ujar Galih.
Galih pun segera turun dari mobil setelah memarkirkannya, begitu pula Wangi yang ikut turun bersamanya.
"Maaf mau tanya, itu ada apa ya kok ramai-ramai?" Tanya Galih pada tukang parkir yang ada di sana.
"Itu ada wanita yang tiba-tiba jatuh dan sepertinya pendarahan." Jawab tukang parkir itu.
"Apa?!" Wangi yang mendengarnyapun terkejut dan langsung berlari ke arah kerumunan orang di sana.
"Permisi sebentar, tolong beri jalan! Saya dikter." Kata Wangi setengah berseru agar orang-orang yang berkerumun segera minggir.
Namun betapa terkejutnya dia ketika melihat siapa wanita yang sedang terluka itu.
"Laras? Ternyata kamu."
"Wang... Wangi, tolong aku... Sa sakiitt..." Ucap Laras dengan rintihan kesakitan seraya meremas perutnya.
"Iya, kamu yang tenang dulu ya, atur napas kamu, jangan sampai pingsan." Tutur Wangi.
"Kamu hamil?" Tanya Wangi setelah melihat darah yang mengalir di antara paha Laras dan wanita yang ternyata teman sekolah Wangi dulu itu mengangguk dengan ekspresi menahan kesakitan.
"Maaf, sudah ada yang menelpon ambulan?" Tanya Wangi pada kerumunan orang-orang di sana.
"Saya tadi sudah menelpon ambulan, mungkin sebentar lagi datang." Jawab salah satu orang di sana.
"Bagus. Terimakasih." Ucap Wangi pada orang tersebut.
"Ah itu dia sudah datang, tolong semuanya minggir!" Kata orang yang sama tadi menyuruh orang-orang segera minggir untuk memberikan jalan pada tim medis yang datang bersama ambulan.
"Apa yang terjadi?" Tanya salah satu tim medis yang baru datang mendekat ke arah Laras terbaring.
"Dia mengalami pendarahan dan sedang hamil, keadaan alat vital baik, tolong segera pindahkan ke dalam ambulan secepatnya." Perintah Wangi.
"Anda dokter?" Tanya salah seorang anggota medis itu.
"Iya, tolong bawa saja ke Rumah Sakit Universitas dan saya akan ikut, kebetulan saya mengenal wanita ini." Ucap Wangi lagi.
"Baik." Jawab Petugas medis itu yang segera memindahkan Laras ke dalam ambulan.
"Bagaimana Wangi?" Tanya Galih yang jadi ikut panik.
"Maaf Lih, aku harus ikut ke Rumah Sakit bersama ambulan, kebetulan dia adalah temanku." Jawab Wangi.
"Baiklah, kalau begitu aku akan mengikutinya dari belakang." Ujar Galih yang diangguku oleh Wangi.
Akhirnya Galih dan Wangi tidak bisa segera pulang seperti rencana awal. Wangi harus menemani Laras yang sedang terluka sedangkan Galih harus tetap bersama Wangi karena menjaga Wangi sudah menjadi tanggung jawabnya. Entah apa lagi yang akan terjadi ketika mereka sudah sampai di Rumah Sakit.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 130 Episodes
Comments
Devi Handayani
raka apa riko thorr😅😅
2023-06-01
0
Lina Zascia Amandia
Smgt Kak...
2022-08-25
0