"Saya belum tahu jam berapa harus pulang karena harus ke Rumah Sakit dulu, nanti saya hubungi begitu sudah selesai."
Kira-kira seperti itulah tadi yang dikatakan Wangi pada Galih lewan pesan. Dan sekarang Wangi beserta ke empat anggota timnya sedang berada di Rumah Sakit Universitas, tentu saja ada Elias yang juga berasamanya. Salah satu dokter senior spesialis kanker yang ditunjuk sebagai kepala tim beserta dokter spesialis bedah umum mengatakan bahwa hari ini kami akan khusus mengunjungi pasien VIP yang mereka tangani untuk menyapanya secara langsung. Karena sebelumnya pasien itu hanya bertemu dengan Prof. Dr. Slamet sebagai penanggung jawab dokter spesialis kanker. Dan sebagai anggota tim dokter yang akan ikut merawat mulai dari pasca operasi, operasi dan perawatan setelah operasi mereka harus menemui dan milihat langsung kondisi pasien.
"Dokter Wangi, anda sudah benar-benar mempelajari dan mengerti kondisi pasien saat ini kan? Jangan sampai anda gegabah melakukan tugas anda, karena pasien kita ini adalah salah satu orang penting di Rumah Sakit kita. Tentunya anda sudah tahu jika anda benar-benar membaca riwayat dan identitas pasien." Tutur Elies sarkas, seolah-olah memperingatkan Wangi jika dia melakukan kesalahan maka tamat sudah riwayat Wangi sebagai dokter.
"Tentu dok, anda tidak usah khawatir, saya sudah memperpendek jam tidur saya hanya untuk mempersiapkan hal ini." Jawab Wangi yang tak kalah sarkasnya. Wangi sangat geram dan agak tersinggung dengan ucapan Elias barusan. Bagaimana tidak? Elias seolah-olah dengan tidak berperasaannya meremehkan usaha Wangi selama ini. Wangi sadar dirinya memang pribadi yang agak srampangan, namun kalau sudah menyangkut pasien dia tentu akan melakukan tanggungjawabnya dengan serius, apalagi ini pasien yang secara langsung akan dia rawat. Urusan nyawa seseorang, Wangi tidak mungkin akan main-main. Tidak perduli itu orang biasa atau pejabat sekalipun.
"Dasar iblis tidak punya hati! Dia pikir selama ini aku hanya main dokter-dokteran apa?!" Gerutu Wangi dalam hati.
"Sabar, sabar... Biar bar-bar, rejekinya lebar. Amin. Aku tidak boleh terpengaruh oleh bisikan syaiton yang terkutuk." Lanjut Wangi menenangkan dirinya dalam hati.
Melihat reaksi Wangi yang membalas kata-katanya dengan ketus, Elias sadar bahwa dirinya sudah menyinggung Wangi. Apalagi melihat wajah Wangi yang terlihat masam dan akan melengos jika tidak sengaja mereka bertatapan. Sebenarnya Elias tidak bermaksud menyinggung apalagi menyakiti hati Wangi. Namun entah mengapa setiap melihat Wangi, Elias menjadi resah sendiri. Dia sangat ingin memperlakukan Wangi dengan lebih halus, namun setiap dia ingin melakukan hal itu yang keluar dari mulutnya selalu hal-hal yang tidak seharusnya. Mungkin itu adalah cara dirinya untuk menutupi kegugupan dan detak jantungnya dari orang yang ia sukai. Ya, Elias telah mengakui kepada dirinya sendiri bahwa dia telah jatuh hati pada Wangi. Bahkan rasa itu telah tumbuh jauh sebelum dirinya menjadi dokter hebat dan tampan seperti saat ini. Dan siapa yang tahu dulunya mereka berdua berasal dari sekolah SMA yang sama.
7 Tahun yang lalu...
Seorang anak lelaki beseragam SMA dengan rambut poni dan kaca mata bulatnya sedang dikerumuni tiga anak lelaki dengan seragam SMA yang sama di salah satu lorong sekolah yang kebetulan sepi. Sepertinya tiga anak yang mengerubungi tersebut sedang merundung anak lelaki berkaca mata itu.
"A apa mau kalian? A aku sudah tidak ada urusan dengan kalian lagi. Jadi biarkan aku pergi dari sini." Kata anak berkaca mata itu dengan tangan yang mengepal berusaha menahan tubuhnya yang bergetar karena ketakutan.
"Haha... Kamu bilang apa? Kalian dengar dia bilang apa barusan?" Kata salah satu dari anak perundung itu.
"Sorry bos kita gak dengar, soalnya dia ngomongnya kaya kumur-kumur." Sahut salah satu dari ketiga bocah nakal itu.
"Hahaha..." Dan satunya lagi langsung menertawakannya.
"Hehh bocah cupu! Kamu tahu kesalahan kamu? Gara-gara kamu kami bertiga kena skors dan harus mengerjakan soal-soal pelajaran Matematika satu semester ini." Tuduh anak yang dipanggil bos oleh dua temannya itu.
"Ke kenapa itu jadi salahku?" Tanya si anak berkaca mata itu tergagap.
"Kamu kan yang melaporkan kami saat sedang merokok di belakang perpustakaan saat jam pelajaran Matematika?!" Tuduh bos preman kecil.
"Bu bukan aku! Aku bukan yang melaporkannya!" Elak si anak cupu berkacamata.
"Hallahh... Gak usah bohong deh kamu! Karena hanya kamu yang berpapasan dengan kami waktu itu." Ujar si bos anak-anak itu yang tetap kekeh pada tuduhannya.
"Sumpah! Beneran bukan aku, mungkin ada anak lain yang melihat waktu itu." Kata si cupu yang berusaha membela dirinya sendiri.
Memang sialnya anak berkaca mata itu, dia tidak sengaja berpapasan dengan ketiga teman badungnya itu ketika hendak ke perpustakaan untuk mengambil beberapa buku yang disuruh oleh gurunya waktu itu.
"Hallahh... kebanyakan bacot! Udah hajar saja bos!" Kata salah satu anak nakal di sana.
"Iya, sikat saja biar jera!" Ujar anak yang lainnya.
"Kamu harus mengerjakan semua tugas Matematika kami, kalau tidak mau aku hajar!" Ancam si bos anak nakal tersebut.
"Maaf aku tidak mau, itu kan tugas kalian sebagai hukuman, bukan tugas aku." Tolak anak berkaca mata.
"Berani menolak ya kamu! Ini semua gara-gara kamu! Jadi kamu yang harus selesaikan hukuman kami." Seru bos anak nakal itu lagi.
"Aku kan sudah bilang, bukan aku yang melaporkan kalian." Si bocah berkaca mata itu masih berusaha membela dirinya sendiri.
"Dasar! Banyak bacot ya kamu!" Pimpinan anak-anak nakal itu langsung menarik krah seragam anak berkaca mata dengan tangan kirinya dan tangan kanannya hendak melayangkan pukulan ke wajah anak berkaca mata itu. Namun tangannya hanya melayang di udara ketika sebuah suara terdengar dari arah belakangnya.
"Waahh... Ada pertunjukan apa ini? Drama pengroyokan satu lawan tiga? Ckckck... Pengecut banget sih." Seorang gadis dengan seragam SMA yang sama dengan mereka sedang berdiri bersama phonsel ditangannya layaknya orang yang sedang merekam.
"Hei! Siapa kamu? Nggak usah ikut campur ya!" Gertak salah seorang dari mereka.
"Siapa yang ikut campur? Aku cuma merekam adegan drama kok, siapa tahu nanti bakalan viral setelah dramanya tanyang, kan kalian juga yang akan jadi terkenal." Ucap gadis itu santai tanpa rasa takut.
"Sialan! Dia merekam kita bos!" Ujar salah satu anak perundung di sana.
"Siniin phonsel kamu!" Ucap pemimpin anak nakal itu.
"Ehh buat apa? Setelah ngeroyok, kalian mau ngrampok juga? Ckckck... Emang ya kalian gak ada akhlak!" Sahut si gadis.
"Kelamaan bos, biar aku saja yang ngerebut." Salah satu dari anak nakal itu melangkah maju mendekati si gadis dan berusaha untuk mengambil phonsel miliknya. Anak cupu berkaca mata yang melihat itu dari tadi langsung berteriak.
"Lari! Cepat lari, bahaya!" Teriaknya pada sang gadis.
"Sudah diam kamu! Setelah urusan cewek itu selesai, nanti giliran kamu!" Gertak si bos anak nakal.
Sungguh sial anak yang berusaha merebut phonsel milik si gadis pemberani itu. Karena sebelum tangannya menyentuh phonsel milik si gadis, gadis tersebut langsung menendang tulang kering kaki anak nakal itu. Alhasil anak nakal itu merintih kesakitan.
"Auw! Dasar kurang ajar! Awas kamu!" Anak nakal itu berusaha lagi untuk mengambil phonsel gadis tersebut, namun lagi-lagi usahanya gagal. Tangannya langsung dipelintir memutar oleh sang gadis ketika berusaha menyerang gadis tersebut.
"Aarrgghh!! Sakiiitt! Sakit, sakiiitt... tanganku sakit bos, rasanya tanganku patah bos!" Anak nakal itu mengerang kesakitan merasakan tangannya yang terpelintir.
Melihat temannya merintih kesakitan begitu, salah satu anak nakal yang lainnya tidak terima dan menyerang balik sang gadis pemberani itu.
"Kurang ajar! Berani-beraninya kamu melukai temanku!" Anak nakal itu berusaha melayangkan pukulan ke arah si gadis, namun si gadis langsung menghindarinya. Akhirnya anak nakal tersebut malah menabrak tembok dibelakangnya dan jatuh tersungkur.
"Haha... Syukurin, nakal sih!" Ejek sang gadis sembari tertawa.
"Kalian berdua sama-sama gak becus! Ngadepin gadis kecil gitu saja gak bisa!" Rutuk si pimpinan anak nakal itu geram.
"Bawa sini phonsel kamu sebelum kamu benar-benar menyesal!" Gertak si bos anak nakal itu memaksa si gadis untuk memberikan phonselnya.
Namun ketika bos anak nakal itu sedang berebut phonsel dengan si gadis, tanpa sengaja si gadis terpeleset dan ketika akan terjatuh tangan si gadis refleks berpegangan pada celana si bos nakal itu. Dan tanpa diduga celana si kepala suku anak nakal itu melorot jatuh tepat di depan mata si gadis.
"Oh Em Gi... Spongebob?" Tampilan celana kolor kuning bercorak Spongebob terpampang tepat di hadapan wajah gadis itu yang membuat sang gadis dan juga anak cupu beserta dua anak nakal lainnya terperangah dengan mulut menganga. Dan cekrek!! Sang gadis refleks memfotonya.
"Aaarrggh!! Ada orang mesum!"
Tiba-tiba ada seorang anak perempuan yang juga salah satu siswa sekolah di sana yang tidak sengaja lewat dan berteriak ketika melihat adegan memalukan itu. Sontak anak-anak nakal itu terkejut dan lari terbirit-birit.
"Awas kamu Elias! Dasar cupu! Lihat saja nanti! Dan kamu... Argghh!" Si bos anak nakal itu masih sempat-sempatnya mengancam sebelum melarikan diri padahal dirinya sedang sibuk memegangi celananya yang melorot.
"Spongebob..." Ucap si gadis tanpa suara ketika si bos anak nakal melotot ke arahnya sebelum benar-benar pergi dengan rasa malu.
"Wangi, kamu gak apa-apa? Kok sampai jatuh gini sih? Anak-anak itu ngapain kamu?" Tanya teman sang gadis memberondong. Ternyata gadis pemberani itu adalah Wangi dan anak cupu berkaca mata tersebut adalah Elias.
"Tenang saja, aku baik-baik saja kok... Cuma kepeleset doang." Jawabnya sambil nyengir kuda dan beranjak berdiri dari jatuhnya.
"Terimakasih ya, sudah nolongin aku." Ucap Elias kepada Wangi.
"Santai saja kak... Ohh ya ampun! Kita musti balik ke kelas sekarang! Guru fisika kiler banget. Bye kak... Duluan ya!" Ujar Wangi yang langsung berlari pergi bersama temannya.
"Ehh tung... gu..." Seru Elias terhenti.
Dan sejak itu tatapan Elias hanya tertuju pada Wangi, gadis pertama yang menggetarkan hatinya. Elias yang sudah hampir lulus SMA itu hanya bisa melihat Wangi yang masih kelas satu dari kejauhan. Elias saat itu terlalu insecure untuk mendekati Wangi yang selalu ceria dan percaya diri hingga kelulusannya tiba Elias tetap tidak dapat mendekati Wangi. Elias bertekat setelah itu dia akan merubah penampilan dan membentuk dirinya sendiri agar lebih confidence agar suatu saat nanti dia bisa berdiri di hadapan Wangi dengan rasa percaya dirinya. Setelah dua tahun berlalu, seperti mendapatkan lotre, keinginannya untuk bertemu dengan Wangi kembali terwujud. Namun sayang, Wangi tidak mengingatnya sama sekali.
Masa sekarang...
"Huuff... Wangi, sampai kapan kamu akan mengingat diriku lagi? Si cupu berkaca mata yang kamu tolong." Gumam Elias lirih nyaris tak terdengar.
Akhirnya para anggota tim dokter sampai di depan pintu VIP ruang inap pasien. Dr. Slamet selaku profesor dan kepala tim dokter masuk terlebih dahulu.
"Selamat siang semuanya... Maaf menggangu sebentar, kami harus melakukan pemeriksaan dulu." Ucap Dr. Slamet.
Namun sebelum ada jawaban dari pasien maupun orang-orang yang menunggunya, tiba-tiba Wangi memotong pembicaraan.
"Papa? Kok papa ada di sini?"
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 130 Episodes
Comments