Di dalam asrama Batalyon pagi ini Galih dan beberapa temannya memilih mengambil jatah sarapannya di kantin Batalyon walau sebenarnya menu di warung bu Win lebih enak. Ini adalah sarapan yang telat, mereka cukup lelah dan lapar setelah latihan pagi-pagi buta tadi, jadi Galih dan temannya memilih menu dari asrama saja.
"Tahu gak kemarin Galih baru saja mendapat pengakuan cinta?" Ujar Jarno disela-sela sarapan mereka.
"Serius? Dari siapa?" Tanya Johan.
"Cantik gak?" Tanya Manuel.
"Serius, tanya saja bu Win, lumayan cantik sih... Tapi lebih ke imut gitu..." Jawab Jarno.
"Kenapa harus tanya ke bu Win? Emang anaknya bu Win ya?" Tanya Manuel.
"Ngaco! Anak bu Win kan laki-laki." Johan menimpali.
"Cewek itu nembaknya di warungnya bu Win." Terang Jarno.
"Benar begitu Lih?" Tanya Johan memastikan.
"Jangan dengarkan omongannya Jarno." Sahut Galih yang tadinya hanya diam saja menikmati sarapannya tanpa menghiraukan perbincangan ketiga temannya tentang dirinya kemarin.
"Lha... Ini benar gak sih? Kamu gak ngada-ngada kan No?" Tanya Manuel kebingungan.
"Yaelah... Ngapain juga bohong, sungguh kejadiannya kemarin di warungnya bu Win, tanya saja bu Win kalau tidak percaya." Jawab Jarno meyakinkan Manuel dan Johan.
"Trus jawabanmu apa Lih?" Tanya Johan pada Galih.
"Gadis itu cuma asal ngomong saja, masih kecil juga sudah ingin pacaran." Kata Galih menanggapi pertanyaan Johan sambil melanjutkan lagi sarapannya.
"Hahh?! Jadi yang nembak Galih itu masih kecil?" Manuel terbelalak kaget mendengar jawaban Galih.
"Yang aku lihat seperti itu." Jawab Galih santai.
"Memangnya sekecil apa dia? Siapa tahu dia tidak sekecil itu." Ujar Johan.
"Waktu itu dia berpenampilan sederhana, pakai celana pendek selutut, kaos oblong dan rambut yang dicepol asal-asalan, wajahnya lumayan manis dan terlihat lugu, tubuhnya kecil tapi tidak pendek juga tidak tinggi, lumayanlah... Yaa... mungkin dia terlihat masih SMA mungkin." Ucap Jarno mengingat-ingat penampilan Wangi saat bertemu dengannya dan Galih di warung bu Win.
"Ckck... Ternyata pesonamu itu sudah merambah ke anak sekolah ya Lih, kemarin-kemarin masih dikalangan wanita pekerja atau kuliah, sekarang anak SMA, ckck..." Ujar Manuel yang terheran-heran dengan temannya yang satu itu, banyak sekali wanita yang menaruh hati pada Galih namun tak satupun dari wanita-wanita itu yang mampu merebut dan meluluhkan hati Galih, karena bagi Galih sendiri belum ada seorang wanitapun yang mampu menggantikan Sinar di hatinya. Apalagi luka itu masih membekas di hati Galih.
"Ohh ya, kalian sudah tahu belum? Dengar-dengar Komandan kita mempunyai anak gadis yang cantik." Ujar Johan.
"Bukannya Komandan kita anaknya itu lelaki yang masih SD itu ya... Yang biasannya suka ikut Komandan kesini sepulang sekolah? Siapa namany?" Tanya Jarno.
"Dino." Sahut Manuel.
"Ya itu dia..." Seru Jarno.
"Bukan... Yang aku maksud itu anak sulungnya Komandan, anaknya itu perempuan dan sekarang banyak diantara kita yang membicarakannya tadi." Ungkap Johan.
"Haha... Jangan-jangan anak SMA yang kamu jumpai kemarin Lih..." Tebak Manuel sambil tertawa.
"Ngawur! Anak perempuan Komandan ini sudah dewasa, dari info yang aku dengar dia itu seorang dokter muda yang sekarang sedang melanjutkan ke jenjang spesialis." Kata Johan memberi info pada teman-temannya.
"Kamu tahu itu dari siapa Han?" Tanya Jarno.
"Tadi pagi si Wahib disuruh Komandan ke rumahnya buat ngantar anaknya Dino ke sekolah karena Komandan ada urusan penting sehingga tidak bisa mengantar anaknya ke sekolah, nahh... Waktu itulah Wahib melihat anak perempuan Komandan dan setelahnya dia mengorek info dari Dino tentang kakak perempuannya itu." Jelas Johan memberi keterangan yang membuat Manuel dan Jarno ber ohh ria bersama.
"Waahh... Kalau itu sih berat, mana mungkin perempuan cantik, pinter, dokter pula mahu dengan kita-kita yang hitam dan bau keringat ini?" Ucap Manuel yang terlanjur minder duluan.
"Namanya jodoh siapa yang tahu? Benar begitu kan Lih?" Ucap Johan sambil menepuk bahu Galih yang duduk di sebelahnya.
"Hmmm..." Galih hanya meresponnya dengan deheman saja, dia tidak terlalu minat dengan bahan pembicaraan teman-temannya itu, jadi sedari tadi dia memilih diam dan mendengarkan saja tanpa meresponnya. Sedangkan yang lainnya yang melihat respon Galih hanya saling lirik satu sama lain sambil menggelengkan kepala. Mereka yang mengenal Galih tentu tahu alasannya.
🍁🍁🍁
Dilain tempat, Wangi dan Elias baru saja tiba di parkiran fakultas kedokteran dan turun dari mobil.
"Terimakasih Dokter Elias atas tumpangannya." Ucap Wangi sambil menundukkan kepalanya sedikit sambil tersenyum, lebih tepatnya dipaksakan tersenyum.
"Setelah ini kamu mau kemana? Saya yakin hari ini belum ada jadwal untuk kuliah, karena para profesor sebagian ada yang masih sibuk di Rumah Sakit dan beberapa dari mereka hari ini ada meeting penting terkait operasi dari pasien VIP di Rumah Sakit kita." Tanya Elias yang tidak menanggapi ucapan terimakasih Wangi.
"Saya akan ke bagian akademik untuk mengambil pembagian kelompok kerja di Rumah Sakit dok." Jawab Wangi.
"Tidak perlu, saya sudah kirim ke email kamu dan kamu bisa cek nanti, sekarang kamu ikut dengan saya!" Perintah Elias sambil melangkahkan kakinya mendahului Wangi.
"Hahh?! Kok bisa dok? Dan kita mahu kemana?" Tanya Wangi memberondong.
"Saya yang mengatur jadwal kamu dan lainnya atas perintah Prof. Ridwan dan sekarang kita akan ikut meeting yang saya maksudkan tadi." Jawab Elis tanpa melihat Wangi dan tetap lurus berjalan menuju gedung fakultas.
"Hahh?! Mampus aku!" Gumam Wangi was-was.
"Apa kamu bilang barusan?" Elias mendadak menghentikan langkahnya dan langsung membalikkan badannya mengarah ke Wangi yang berada di belakang langkahnya. Wangi langsung terkesiap kaget melihat respon Elias yang ternyata masih mendengar gumamannya barusan.
"Ahh gak dok... Bu bukan apa-apa." Jawab Wangi tergagap.
"Ya sudah cepat! Kita tidak boleh terlambat." Ucap Elias kemudian kembali berjalan.
"Baik dok." Jawab Wangi langsung.
"Huff... Untung saja dia gak memperpanjang ucapanku, itu telinga, telinga kelinci ya? Tajam banget." Gumam Wangi dalam hati.
Banyak mata yang memandang Elias dan Wangi yang berjalan di koridor fakultasnya saat menuju ruang meeting. Maklum meski Elias terkenal killer sebagai seorang senior terhadap juniornya namun dia juga terkenal dikalangan kaum hawa sebagai salah satu dokter tertampan di spesialis bedah umum. Meski killer banyak juga yang mengidolakannya. Terkecuali Wangi, sebisa mungkin kalau bisa dia harus menghindari Elias, tapi entah kenapa dia selalu tertangkap basah oleh dokter tampan nan kejam itu. Orang-orang yang tidak mengenal baik hubungan mereka pasti iri melihat Wangi yang bisa dekat dengan salah satu idola fakultas kedokteran itu. Namun teman-teman Wangi yang khususnya satu jurusan dengannya akan melihatnya sebagai sebuah kesialan bagi gadis itu karena sudah tahu sendiri apa yang terjadi bila Elias sudah menunjukkan jarinya ke arah Wangi.
Salah seorang teman Wangi yang melihat Wangi berjalan membuntuti Elias diam-diam mendekatinya dan berbisik pelan.
"Kamu diapain lagi sama Dokter Elias?" Bisik Erika.
"Gak tahu, mau digorok kali." Jawab Wangi asal sambil berbisik pula.
"Astaga... Ngeri banget omonganmu." Sahut Erika teman seangkatan dan sesama spesialis.
"Wangi... Tolong cepat sedikit!" Seru Elias.
"I iya dok!" Jawab Wangi tergagap saking kagetnya.
"Dahh dulu ya!" Ucap Wangi sambil melambaikan tangannya.
"Hati-hati, fighting!!" Seru Erika tanpa suara yang cuma diangguki Wangi dengan wajah melasnya.
Sesampainya di ruang meeting Elias dan Wangi segera mengambil duduk di belakang dokter-dokter senior dan para profesor.
"Dok... Memangnya tidak apa-apa saya ikut meeting ini?" Tanya Wangi pelan nyaris berbisik pada Elias.
"Saya sudah dapat ijin dari Prof. Ridwan." Jawab Elias santai.
"Tapi kenapa angkatan saya tidak ada yang ikut ya dok?" Tanya Wangi sambil mengedarkan matanya di sekeliling ruangan meeting tapi tidak menjumpai salah satu temannya.
"Karena ijinnya cuma buat kamu saja." Jawab Elias sambil mengeluarkan note book dari dalam tas kerjanya.
"Kok gitu?" Tanya Wangi seakan tidak terima.
"Karena mulai saat ini kamu akan jadi asisten saya yang langsung saya awasi dan sebagai tugas pertama kamu harus catat semua hal penting di meeting ini!" Jawaban dan perintah Elias barusan itu membuat mata Wangi terbelalak tidak percaya dengan yang ia dengar. Saking speechless-nya membuat dirinya kaku membeku di tempat duduknya.
"Aduhh... Kesialan apa pula ini baruasan?" Keluh Wangi di hatinya.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 130 Episodes
Comments
Devi Handayani
bener itu dokter eliasnya ada hati ama wangi😍😍😍😍😍
2023-05-31
0
Nana_Ratna
fix kesemsem neeh c senior ma Wang"
2022-08-28
2