Hari ini adalah hari yang sangat melelahkan untuk Wangi. Dia akhirnya bisa sampai rumah sebelum magrib dan langsung masuk ke dalam kamarnya, merebahkan dirinya sebentar sebelum masuk kamar mandi untuk membersihkan badannya yang terasa lelah dan lengket, setelahnya dia mengambil air wudlu dan melaksanakan sholat magrib. Hari ini sebenarnya dia benar-benar sangat lelah dan ingin langsung saja merebahkan diri di atas ranjangnya. Tidur adalah obat terbaik untuk saat ini, namun dia tidak akan bisa tidur jika perutnya sangat lapar. Jadi dia putuskan untuk ikut makan malam bersama keluarganya. Di meja makan sudah ada Dino dan papanya sedang menunggu sang mama untuk menyiapakan makan malam mereka.
"Wangi tolong taruh ini di meja makan." Perintah mamanya ketika melihatnya berada di sana. Tanpa mengatakan apapun Wangi memindahkan piring besar berisi ayam goreng dari meja dapur ke meja makan.
"Kamu kok lemes gitu sih nak?" Tanya papa Rendra yang melihat anak perempuannya itu terlihat lesu.
"Lapar kali pa makanya kak Wangi kelihatan lemes." Seloroh Dino begitu saja, sedangkan Wangi hanya diam tidak ada niatan untuk menjawab dan langsung mengambil duduknya di depan kursi Dino.
"Masa sih? Biasanya kalau lapar kamu kan langsung main comot makanan begitu saja, ini enggak." Ujar papa Rendra melihat Wangi yang terlihat slow saja.
"Wangi lapar pa... Tapi Wangi lebih ke capek ketimbang lapar." Akhirnya keluar juga keluh kesah Wangi.
"Capek kenapa? Bukannya hari ini katamu hanya ambil jadwal dan tugas saja di kampus, tapi kenapa kamu pulang begitu terlambat?" Tanya mamanya yang datang dengan nampan berisi wedang jahe untuk menghangatkan tubuh di cuaca yang dingin ini, ditambah gemericik hujan di luar sana membuat malam jadi semakin dingin.
"Memang dari awal rencananya begitu ambil jadwal trus langsung pulang, tapi tiba-tiba di jalan aku dihadang sama anjing gila, mau tidak mau aku harus mengikutinya kalau tidak ingin digigit dan terkena rabies." Jawab Wangi yang terdengar absurd di telinga orang tua dan adiknya.
"Hahh?! Kok bisa ada anjing yang berani sama kak Wangi? Biasanya semua anjing kabur duluan sebelum ketemu sama kakak." Ini Dino tambah absurd lagi omongannya.
"Ini anjing gila Din, bukan anjing biasa." Eehh Wangi malah nanggepin omongannya Dino, yang ada mama papa mereka hanya bisa geleng kepala melihat keanehan kedua anaknya itu.
"Pa, ini sebenarnya kita yang salah didik atau memang merekanya saja yang memang aneh dari lahir." Kata mama tak habis pikir dengan tingkah anak-anaknya.
"Tenang ma... Wangi kamu itu kalau ngomong yang jelas, jangan absurd gitu bisa gak? Yang kamu maksud anjing gila itu siapa?" Tanya papanya.
"Senior Wangi pa, dia itu suka nyuruh-nyuruh Wangi buat tugas ini itu, ngerjain ini itu, kesana Wangi kesini Wangi, apa-apa Wangi, aku kan capek pa..." Keluh Wangi sambil memasang wajah cemberutnya.
"Nyuruhnya masalah pekerjaan bukan nyuruh yang aneh-aneh kan?" Tanya papanya lagi. Wangi menggeleng pelan.
"Bagus dong, jadi kamu bisa tambah ilmu." Kata papanya.
"Tapi kan capek pa, masa yang diincar hanya Wangi? Dari sekian banyak orang di sana hanya aku yang dapat bagian kerja dan tugas lebih banyak." Keluhnya lagi.
"Kalau kamu keberatan kenapa tidak kamu tolak saja?" Tanya papa.
"Bagaimana bisa Wangi menolak senior? Menolak senior sama saja ngajak perang dunia, mereka akan lebih pelit lagi untuk berbagi ilmu." Jawab Wangi.
"Nah itu kamu tahu, maka dari itu kamu yang sabar saja, ngeluh boleh tapi gak boleh nyerah, yang papa dengar dari rekan-rekan papa yang jadi dokter, mengambil spesialis itu cobaannya berat apalagi dari senior yang banyak memberi tekanan. Semua perjuangan itu tidak ada yang mudah, kamu lihat papa ini, dulunya papa juga banyak melalui masa-masa yang sulit hingga akhirnya bisa di posisi saat ini. Jadi papa harap kamu juga lebih legawa dan nikmati saja seperti kamu menikmati makan malam hari ini. Yuk kita makan dulu, kamu pasti sudah lapar kan dari tadi." Nasehat papanya mungkin tidak bisa mengurangi rasa lelahnya hari ini, tapi ucapan papanya membuat hati Wangi lebih terasa ringan. Ya dia sadar untuk mewujudkan sebuah cita-cita tidak ada jalan yang mudah, seperti seharian tadi dia harus mengikuti dan mendengar gonggongan Elias.
Selesai makan malam, mereka menikmati hangatnya wedang jahe dan pisang goreng buatan sang mama. Papa Rendra sesekali mengamati putrinya.
"Wangi... Kamu sudah punya pacar belum?" Pertanyaan tiba-tiba papanya itu membuat Wangi yang asyik mengunyah pisang gorengnya tersedak.
"Aduhh... Kamu gimana sih nduk, makan yang bener dong." Mama Rina langsung menyodorkan segelas air putih untuk Wangi yang langsung diteguknya.
"Habis papa tiba-tiba nanya gitu, Wangi kan kaget." Ujar Wangi setelah meneguk air putihnya.
"Iya, papa tumben-tumbennya nanya begitu sama Wangi?" Sahut mama.
"Papa kan cuma tanya, soalnya papa sedikit ragu." Jawab papa yang sedikit ambigu itu.
"Ragu gimana?" Tanya mama.
"Papa cuma ragu kira-kira ada gak ya laki-laki yang mau sama anak perempuan kita?" Ujar papa.
"Ihh papa kok ngomongnya gitu?" Seru Wangi dengan memicingkan matanya dan memanyunkan bibirnya.
"Iya, papa ini ngomongnya kok gitu? Meskipun petakilan dan babar gini Wangi kan lumayan cantik, dokter pula, bentar lagi juga lulus spesialis." Bela mamanya meski disela-sela pujiannya ada kenistaan di dalamnya. Wangi yang mendengarnya pun tidak tahu harus bersyukur karena sudah dibela sang mama atau miris karena semua omongan mamanya benar adanya.
"Nah itu dia ma, papa gak pernah ragu dengan kecerdasan dan profesinya, yang papa ragukan itu sifat dan kelakuan anehnya itu lho... Papa gak bisa bayangin seberat apa derita laki-laki yang nanti jadi suaminya." Ungkap papa yang merasa miris sendiri melihat anak perempuannya yang sudah beranjak dewasa namun kadang kelakuannya masih saja seperti bocah.
"Hihihi..." Dino yang dari tadi cuma anteng mengunyah pisang goreng tertawa cekikikan mendengar obrolan kedua orang tua dan kakaknya itu.
"Ihh anak kecil ketawa, gak ngerti juga!" Sembur Wangi sambil menyentil kening sang adik.
"Aduhh! Sakit kak..." Rengek Dino seraya mengusap usap jidatnya.
"Makanya gak usah ngeledek." Ujar Wangi sambil melotot ke adiknya.
"Udah-udah... Kalian ini ribut saja setiap hari. Wangi kalau sudah selesai istirahat sana katamu capek, dan kamu Dino kalau sudah selesai kerjain PR sana." Perintah sang mama sudah tidak bisa diganggu gugat, karena kalau sudah marah mamanya itu bisa ceramah sehari semalam.
"Iya ma..." Jawab Wangi dan Dino serempak.
Kini tinggallah mama Rina dan papa Rendra di meja makan. Mama Rina sibuk membereskan piring-piring kotor dan mencucinya. Sedangkan papa Rendra masih belum beranjak dari meja makan, menikmati pisang goreng dan menghabiskan wedang jahenya yang tinggal separuh.
"Lho... Papa kok masih di sini?" Tanya mama Rina yang masih melihat suaminya di meja makan sementara dirinya sudah selesai mencuci piring dan gelas-gelas kotor.
"Duduk sini dulu ma temani papa, wedang jahe papa masih belum habis." Ucap papa Rendra menyuruh istrinya duduk di kursi sebelahnya.
"Papa gak biasanya begini, seperti ada yang papa pikirkan." Ucap mama menebak-nebak.
"Tadi pagi papa dapat telpon yang menyuruh papa untuk datang ke rumah sakit." Ucap papa Rendra pada istrinya.
"Rumah Sakit? Siapa yang sakit?" Tanya mama Rina penasaran.
"Ridwan." Jawab papa singkat.
"Ridwan? Ridwan...sahabat papa waktu SMA itu?" Tanya mama memastikan dan papa mengangguk membenarkan. Kemudian papa Rendra mulai bercerita.
"Ternyata kamu masih ingat, sudah sekian lama kami tidak bertukar kabar, terakhir dia kasih kabar ketika dia dan keluarganya pindah ke Jakarta untuk meneruskan bisnis keluarganya lalu setelah itu nomor telponnya tidak bisa aku hubungi. Cuma yang papa tahu saat itu hanya anak lelakinya yang masih tinggal di Semarang. Dan tadi pagi seseorang menghubungi papa untuk datang ke Rumah Sakit mengatakan bahwa Ridwan sedang sakit parah dan ingin bertemu dengan papa. Dia terkena kanker usus stadium tiga dan harus segera dioperasi. Lalu dia menagih janji kami dulu." Kata papa Renda menceritakan pada istrinya.
"Janji? Janji apa?" Tanya mama Rina yang tidak mengerti apa-apa perihal janji suaminya dengan sahabatnya Ridwan.
"Janji untuk menjodohkan anak kami kelak jika sudah dewasa." Jawab papa Rendra dan itu membuat mama Rina terkejut seketika.
"Memang mau? Memang anak mas Ridwan mau dengan Wangi?" Tanya mama Rina sangsi.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 130 Episodes
Comments
Devi Handayani
heeuuhh.... jangan jangan anak pak ridwan dokter elias😳😳😳😳😳😳
2023-05-31
0
Nana_Ratna
iih c Mama gt amat ma anaknya
2022-08-28
1
Nana_Ratna
baru ngeuh, jaauuhhh bgt yaa rentang umur Wangi n Dino. sd n kuliah,specialis pula
2022-08-28
2