Puisi Cinta Topeng Cinderella
Shasa sibuk menulis sesuatu di buku note-nya hingga tak sadar seseorang memasuki kamarnya dengan hati-hati.
"Nah ...." Gadis itu mengambil bukunya.
"Ya ... Kakak."
"Nulis puisi mulu, makanya kamu tuh gak pinter-pinter. Ngayal terus bawaannya." Rika mencoba melihat apa yang ditulis Shasa. "Apa nih, 'kepada senja' ...."
"Ah, Kakak." Shasa mencoba merebut kembali buku itu karena malu, tapi Rika mampu menghindarinya.
Rika bahkan menyembunyikannya di belakang punggung. "Udah ah! Ngapain lho nulis beginian. Ngak guna tau!" Ia melempar buku itu ke atas tempat tidur.
Shasa hendak mengambilnya, tapi Rika malah mendudukinya. "Kak." Ia hanya sanggup berdiri di depan tempat tidur.
"Mending lo temenin gue."
"Ke mana?"
"Pesta Topeng nanti malam."
"Pesta apaan Kak?"
"Pesta untuk cowok-cewek ketemuan."
"Pake topeng gitu?"
"Iya," Rika mengangguk.
"Lah, kalo gitu, gimana kenalannya?"
"Lho, itu justru pesta orang-orang kaya Sha, yang cari pacar atau calon Istri di situ. Kalo ngerasa cocok, nanti baru cari tahu."
"Gak mau ah Kak." Shasa masih mempermainkan pulpen di tangan.
"Harus! Kamu harus ikut, kalo enggak Papa nggak ngizinin aku pergi."
"Lagian kenapa Kakak pergi ke pesta begituan sih Kak? Kan Kakak udah punya pacar, Kak Bima. Ganteng, juga kaya. Kalo nanti Kakak dapat cowok lagi di sana, Kak Bima mau dikemanain?"
"Bima cuma serep. Dia gak kaya-kaya amat. Aku pengen punya pacar yang kaya raya dan anaknya pemilik perusahaan."
"Kasihan kan Kak Bima Kak," bujuk Shasa.
"Kak Bima juga tau kok kalo aku jadiin serep. Lagipula, dia juga ikut nanti malam," terang Rika.
"Kan kita baru lulus SMA Kak, apa gak sebaiknya kita mikirin kerja atau nerusin kuliah?" Shasa coba mengalihkan pembicaraan.
"Aku ngikutin kamu kok. Kamu gak kuliah, aku juga gak kuliah."
"Ya, jangan gitu Kak. Kakak kuliah saja, kalau aku mau kerja karena nggak ada biaya."
Rika mengerut dahi melihat Shasa. "Kan Papa mau bayarin kamu kuliah."
"Iya, tapi aku mau biayain sendiri kuliahku makanya aku mau kerja dulu."
"Ya sudah, aku juga mau kerja."
"Kakak, jangan gitu." Shasa meraih tangan Rika karena merasa bersalah.
Rika menepisnya. "Suka-suka aku dong, aku mau kuliah apa enggak," ucap Rika sewot.
Shasa terdiam.
"Pokoknya kamu ikut entar malem," Rika berkeras.
"Ngak mau ah Kak." Shasa menggeleng-gelengkan kepalanya.
Rika mengambil buku yang didudukinya. "Buku ini aku sita. Kalo kamu gak mau pergi, aku bakar."
"Kakak ...." rajuk Shasa. Ia tahu sepupunya itu tidak pernah main-main kalau bicara. Harus terjadi apa yang diinginkannya kalau tidak ia akan mengamuk dan merusak barang-barang milik Shasa.
Gadis berjilbab itu tidak punya pilihan lain karena sejak orang tuanya meninggal 2 tahun yang lalu akibat kecelakaan, ia diambil oleh Om dan Tantenya dan tinggal di rumah itu.
"Gimana?"
"Ya udah ...." Shasa menunduk.
Tiba-tiba pintu terbuka. Sebuah kepala muncul dari balik pintu. "Ada apa sih, berisik banget dari tadi!" Seorang pria muda mengerut keningnya ingin tahu.
"Oh, Kak Damar. Ngak papa Kak," sahut Shasa dengan santun. Damar adalah Kakak Rika. Sedang Rika seumuran dengan Shasa hanya lebih tua sebulan hingga ia ingin dipanggil Kakak oleh Shasa.
"Mmh." Damar menoleh pada Rika. "Kamu lagi ngapain Ka?"
"Gak ada apa-apa," ucap gadis itu berpura-pura.
"Mmh ...." Matanya menyipit curiga pada Rika. "Ya udah." Ia kemudian keluar dan menutup pintu.
"Pokoknya ntar malem ya? Papa gak ngijin aku pergi walaupun sama Bima. Papa lebih percaya sama kamu."
Shasa hanya diam sambil mengerucutkan mulutnya.
"Awas kalo gak pergi." Rika keluar dengan membawa buku catatan Shasa.
Malam pun tiba. Shasa bingung melihat Rika membawakan baju yang sama untuknya. Celana bahan dan blus tangan panjang padahal Rika paling tidak suka baju tangan panjang dan juga tidak berjilbab.
"Kakak mulai pakai jilbab?" Shasa tersenyum.
"Enak saja. Gue gak betah tau, pake beginian."
"Lah, trus kenapa pake beginian?"
"Supaya bisa ngeles, kita jadi cewek kembar."
"Kembar?"
"Iyalah. Nanti kalo aku gak suka pasanganku, aku bisa ngaku jadi kamu."
"Kakak ...."
"Udah jangan berisik! Kerjakan saja."
Shasa mengerucutkan mulutnya tapi tak berani membantah. Yang dipikirkan hanyalah, bagaimana caranya buku itu bisa kembali. Ia kemudian mengganti baju dan berdandan.
Rika tidak begitu pintar memasang jilbab karena itu Shasa memperbaiki jilbabnya. "Harus sama persis pokoknya."
"Iya."
Sebentar kemudian Shasa selesai memakaikan jilbab Rika. Sepupunya itu terlihat cantik dengan jilbabnya. Shasa tersenyum melihat hasilnya. "Coba Kakak terusin Kak, cantik lho Kak berjilbab," saran Shasa.
Terdengar suara klakson mobil dibunyikan.
"Iih, udah ceramahnya. Ayo kita berangkat!" Rika menarik tangan Shasa.
"Sebentar Kak." Shasa mengambil tas tangan yang berada di atas tempat tidur kemudian mereka berlari ke luar kamar. Mereka sempat bertemu Papa Rika di ruang tengah.
"Mau ke mana kalian?"
"Ke Pesta Topeng Om."
"Ih." Rika sempat melotot ke arah Shasa sekilas. "Eh, itu Pa, acara perpisahan sekolah." Ia memberikan senyum termanisnya.
"Oh ... Jangan pulang terlalu malam ya?" Pria paruh baya itu menyeruput dari cangkir tehnya.
"Iya. Pergi sama Kak Bima kok Om."
Papa Rika hanya tersenyum datar.
"Assalamualaikum."
"Waalaikum salam," sahut Papa Rika.
Rika menarik lengan Shasa agar cepat keluar. "Ayo cepetan! Lama amat sih lo, pake basa basi segala."
"Astaghfirullah alazim. Iya Kak," Shasa hanya menurut.
Sekilas gadis itu mendelik kesal pada Shasa.
Di luar ternyata Bima telah menunggu mereka. Seorang pria muda yang tampan. Kulitnya putih bersih dengan hidung mancung. Pria ini sudah punya usaha sendiri, sebuah perusahaan periklanan walaupun tidak besar.
Ia tak sengaja berkenalan dengan Rika saat gadis itu menemani temannya untuk model iklan. Ia salah mengira, dikiranya Rika adalah model yang mendaftar karena gadis itu sangat cantik.
"Malam Kak," sapa Shasa padanya.
"Eh, malam." Bima berharap Rika menyapanya tapi gadis itu malah langsung masuk ke dalam mobil tanpa berkata apa-apa. "Eh, ayo masuk." Pria itu menawarkan Shasa untuk duduk dalam mobilnya.
"Eh iya Kak." Shasa duduk di belakang.
Mobil melaju ke jalan raya.
--------+++--------
"Oh, Ron. Finally(akhirnya) ...." Pria itu membuka pintu mobil yang baru saja terparkir di depannya. "Sekarang kita mau ke mana lagi?" Ia duduk di samping pria yang menyetir mobil itu.
"Mmh, aku sudah lama tidak ke Jakarta. Aku dengar ada Pesta Topeng yang sangat terkenal karena dikunjungi banyak Eksekutif Muda. Kabarnya itu tempat mereka mencari pacar atau bahkan calon Istri." Ronny menjalankan mobilnya sambil tersenyum.
Pria tampan itu menertawakan temannya yang bule itu. "Kamu cari hiburan atau cari huru hara sih? Kita masih sangat muda kenapa harus memikirkan hal yang rumit-rumit? Apa lagi tempat seperti itu, salah-salah kamu malah pacaran sama istri orang, Ron."
"Bra, kamu itu yang terlalu rumit. Hidup itu dinikmati saja, jangan dipikirkan. Aku hanya ingin tahu tempat itu seperti apa. Perkara kita dapat apa nanti di sana, itu tidak penting. Kan kita cari hiburan? Kalau kita tidak mendapatkannya di sana ya kita cari lagi di tempat lain. Ok?"
Abra mengangguk. "Ok!"
Di tempat lain, ternyata Rika dan Shasa memasuki sebuah hotel berbintang, tapi hanya mereka berdua saja yang turun sedang Bima tidak.
"Kak, kasihan Kak, masa Kak Bima dibiarin di mobil sendirian," Shasa iba pada Bima.
"Ck, berisik! Ikutin aja yang aku bilang." Rika mendorong Shasa masuk ke dalam sebuah lorong. Di pertigaan ada sebuah meja yang agak menjorok ke dalam. Di sana Rika melapor dan kemudian mendapat dua buah topeng. Ia memberikan satu pada Shasa. "Nanti kita pisah ya?" Gadis itu memakai topeng setengah wajah berwarna emas itu segera.
"Eh, Kak aku takut." Ia menggenggam tangan Rika.
Gadis itu menepisnya. "Apaan sih! Disini gak ada yang kenal kamu, lagi. Juga wajahmu jadi gak usah takut." Ia memasangkan topeng itu pada wajah Shasa. "Percaya deh! Gak akan ada yang melihatmu aneh."
"Jadi aku harus apa?" tanya Shasa lugu.
"Pasti di sana banyak makanan. Aku tadi udah bayar online kok," Rika langsung mendorong Shasa masuk melewati pintu di depannya.
Dengan enggan Shasa melangkah ke depan. Lampu di ruangan besar itu sedikit redup. Ada lampu kedap kedip menyinari ruangan dan musik sedikit kencang. Orang-orang bertopeng emas ramai di sekeliling mencari kesibukannya sendiri-sendiri. Ada yang mencari makanan, minuman, ngobrol di kursi sofa yang tersedia bahkan sampai ke balkon luar.
Mereka kebanyakan pasangan muda-mudi dengan topeng mereka masing-masing. Dari pakaiannya terlihat mereka para Eksekutif Muda karena mereka datang dengan pakaian kantor mereka.
Namun, Shasa dan Rika malah menjadi perhatian di dalam pesta karena menggunakan jilbab. Jilbab image-nya adalah ta'aruf. Keberadaan mereka di sana malah menjadi tontonan yang ajaib.
Rika salah tingkah. Harusnya ia tidak membawa Shasa yang berjilbab yang pada akhirnya membuat ia terlihat salah kostum di pesta itu. Ia segera mendekati meja makan dan terlihat sangat gusar. Ia meminum segelas air yang pertama dilihatnya.
"Kak."
"Udah ah, berisik!" Rika kesal dan kecewa.
Shasa hanya diam, tak tahu harus melakukan apa.
"Eh, nona-nona cantik. Boleh aku berkenalan?" Seorang pria berpakaian jas hitam dengan kemeja putih di dalamnya datang menyodorkan tangan pada Shasa. Gadis itu terlihat bingung.
Rika dengan cepat meraih tangan pria bertopeng itu. "Boleh saja."
Pria itu dengan senang menarik Rika menjauh. Tinggal Shasa yang bingung sendirian. Ia mencoba melihat makan dan mengambil salah satunya. Ia mulai memakannya.
"Eh, nona ...."
Shasa menoleh dan melihat lelaki tinggi besar dengan otot yang sangat menggiurkan. Tanpa aba-aba ia bergegas pergi menjauh, bahkan menabrak seorang pria di depannya.
"Oh."
"Eh, maaf." Shasa mengangguk-anggukan kepalanya tanpa melihat pria di depannya lalu segera pergi.
Pria itu terkejut dan menoleh pada teman di sampingnya. "Ada yang berjilbab juga."
Ronny tertawa. "Nah kan, Bra? Kita tidak tau apa yang bisa kita temui di sini. You'll have fun, believe me.(kamu akan senang, percaya padaku.)"
"Kamu terlihat muda ya? Berapa umurmu? Apa kamu sedang mengelola usaha sendiri?" Pria yang bersama Rika mulai bertanya-tanya.
Aduh, mulai ribet nih. Kenapa ngomongin usaha sih, memangnya tampangku seperti kasir apa, sampai harus ngomongi usaha? Aduh ... aku harus ngomong apa ini?
Tiba-tiba hp-nya berbunyi. Rika akhirnya punya kesempatan meninggalkan pria membosankan itu dan mengangkat teleponnya, tapi ia tidak hati-hati saat mengeluarkan hp-nya yang malah membuatnya menjatuhkan sesuatu. Buku catatan Shasa.
__________________________________________
Selamat datang di novel terbaru author dan jangan lupa menekan tanda favorit agar tidak ketinggalan cerita di novel ini. Ini visual Shanum Andina Prawira atau Shasa, gadis lugu yang berusaha tegar menghadapi hidup.
Author Sichuz dengan novelnya Suamiku, daun muda. Bercerita tentang kisah cinta beda usia. Kepoin yuk!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 127 Episodes
Comments
Sulas Tree
sangat bagus
2022-10-11
3
Erni Fitriana
baca detailnya..langsung suka n love..
2022-10-01
3
Nirwana Asri
aku mampir mak, like sama satu kembang untukmu semangat ya
2022-08-13
1