Tiba-tiba seseorang masuk tanpa mengetuk pintu.
"Eh, ketuk dulu pintunya Mas," Shasa memberi tahu.
Kevin melongo. Ini kan ruanganku, kenapa dia yang ngatur? Eh, itu bajuku! Pria itu bergegas mendatangi Shasa.
Gadis itu mengangkat jas Kevin yang sudah dibersihkannya.
Kembali pria itu dibuat terkejut. Oh, dia berhasil membersihkannya? Ia menoleh pada gadis itu. Kembali keterkejutannya tak juga berhenti. Pesona gadis yang tengah tersenyum karena karena berhasil membersihkan jasnya itu langsung memikat hatinya.
Shasa menoleh. "Eh, Mas butuh apa?"
"Eh ... mmh, i ... tu." Seketika lidahnya keluh. Bahkan ia harus menelan ludah dengan susah payah karena tak sanggup berkata-kata. Pesona gadis itu memenjarakannya. Keindahannya membuat gadis itu terlihat sempurna di matanya. Tanpa cela.
Shasa melihat tangan pria itu yang juga terkena noda. "Oh, kamu ... Kamu yang numpahin tinta itu ya?"
"Eh?"
"Sini tanganmu aku bersihkan, sebelum ketahuan sama pemilik jas ini. Bisa marah dia kalau tahu kamu yang rusakin bajunya." Shasa menarik tangan pria itu dan mengajaknya duduk. Ia sedikit mengeluarkan cairan aseton pada kapas dan mulai mengusapkannya pada kuku dan jemari pria itu dengan lembut. "Untung aku datang duluan, jadi bisa bantuin Mas ngebersihin sisa tintanya, kalau enggak bisa bahaya. Bisa dipecat kan?" Gadis itu menoleh pada Kevin.
Pria itu sembunyikan tawanya. Siapa gadis ini, siapa yang membawanya? Dia sepertinya tidak tahu siapa diriku sebenarnya, berarti bukan pegawai baru di sini kan? Umurnya kelihatan masih sangat muda tapi ... dia sangat manis. Hah ... Sangat manis. Kevin menikmati sentuhan tangan gadis itu yang dengan tekun membersihkan tangannya bahkan ke sela-sela kuku jemarinya.
"Si-siapa namamu?" Saat pria itu sudah mulai menguasai dirinya ia mencoba bertanya, walau dalam kegugupan yang nyata.
Shasa memperlihatkan kalung yang berada di balik jilbabnya. "Saya cuma tamu. Namaku tidak penting." Gadis itu akhirnya selesai membersihkan noda pada jemari pria itu. "Sudah selesai."
"Mmh ... eh, mmh, penting." Baru kali ini Kevin kesulitan bicara pada seseorang karena seumur hidupnya ia selalu bisa bicara dengan lantang tentang kesukaan atau ketidaksukaan tanpa pikir panjang tapi pada gadis ini, ia merasa linglung. Terbelenggu dalam ada dan tiada dan ia belum ingin berakhir. Ia suka pada kelumpuhan indranya karena gadis itu. Segala sesuatu hanya tertuju pada gadis itu, seperti terkena hipnotis tapi tak ingin melawan.
"Mmh. Eh, apa?"
Bertepatan dengan itu, Abra datang. "Maaf Sayang, lama ya? Eh Kak Kevin?"
"Sayang?"
"Kak Kevin?"
Shasa dan Kevin saling berpandangan dan terkejut. Shasa segera berdiri dan berkali-kali menundukkan kepala pada Kevin. "Maaf Kak, maaf. Maaf aku tidak tahu kalau itu Kakak, maaf." Setelah itu gadis itu berlari dan bersembunyi di balik punggung Abra. Abra hanya tersenyum melihat tingkah Shasa yang pada dasarnya pemalu pada orang baru, persis waktu mereka bertemu dulu hingga makin menguatkan dugaannya bahwa memang yang pertama kali ditemuinya waktu itu memang Shasa, bukan Rika.
"Di-dia pacarmu?" tanya Kevin tak percaya.
"Oh, bukan. Pacar pura-pura," jawab Abra sambil tertawa.
"Pacar pura-pura?"
Akhirnya Abra menceritakan pengalamannya pada Kevin. "Iya kan, Sayang?" Pria itu bertanya pada Shasa. Mereka kini duduk bersebrangan dengan Kevin.
"Iya," jawab gadis itu sambil menunduk takut-takut pada Kevin.
Oh, jadi dia punya pacar tapi bukan Abra? Tetap saja, sayang sekali. Dia berpacaran dengan pemilik perusahaan periklanan itu rupanya. Pasti ia tidak sekaya aku. Apa dia bisa dibujuk? Mmh, aku ingin berkenalan dengannya. "Eh, namanya siapa?"
Abra menoleh pada Shasa. "Itu, di tanya namanya. Jawab." Ia menyenggol bahu gadis itu.
"Shanum. Namaku Shanum."
"Oh, Shanum ...."
"Maaf ya Kak, sekali lagi maaf. Aku gak sengaja ngebersihin baju jas Kakak," ucap Shasa dengan wajah cemas.
"Eh, ada apa?" Abra baru menyadari ada yang berbeda.
"Oh, tidak apa-apa. Malah aku senang jasku dibersihkan olehmu, Shanum," Kevin semringah.
Abra mengambil lengan gadis itu. "Tuh denger Sayang. Jangan gampang cemas ...." Ia mencolek hidung Shasa.
Gadis itu mencebik pada Abra, membuat pria itu gemas dan mencubit pipinya. Shasa menepisnya.
Walau pacar pura-pura, tetap saja kedekatan mereka membuat Kevin susah menelan ludah melihatnya.
Kenapa aku bisa suka pada gadis yang masih belia seperti ini sih? Apa aku sudah gila ya? Untuk standar wanita saja dia jauh. Rahimnya pasti sangat ... Apa yang aku pikirkan? Kevin menggaruk-garuk kepalanya.
"Oh ya, Kakak tadi cari aku kenapa?"
"Iya, itu tentang program pariwisata itu kamu belum bicara. Kita ternyata ada 2 lagi program yang akan aku berhentikan. Jadi aku minta beberapa alternatif acara lagi selain yang sudah kamu tawarkan."
"Aduhhh," Abra menyentuh rambutnya. "Aku harus bicara dulu dengan tim kreatif. Kenapa Kakak baru bilang sekarang sih? Jangan buru-buru di stop dulu ya, aku harus cari penggantinya." Abra segera berdiri tapi ia seperti kebingungan. "Itu nama acaranya apa Kak?"
"Tanya di bagian siaran, karena mereka yang melaporkannya padaku."
"Oh, ya sudah. Aku ke sana dulu. Ayo Sha."
Gadis itu bangkit dan mengikuti Abra hingga hilang di balik pintu.
Kevin menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi sofa dan menghela napas. Ia bingung. Kepergian gadis itu seperti membawa sebagian dari dirinya pergi, dan kini ia hanya mampu melamun.
Di bagian siaran, Abra berdiskusi dengan beberapa pegawai membuat Shasa hanya melihat-lihat ruangan menghilangkan kejenuhan. Ia kemudian ingin ke toilet. Dilihatnya pria itu sibuk dengan para karyawan TV sehingga ia memisahkan diri pergi mencari letak toilet terdekat.
Di tempat lain, Kevin masih penasaran dengan sosok Shasa hingga menyusulnya ke bagian penyiaran, tapi sebelum ia sampai di sana, ia tanpa sengaja melihat Rika di depan toilet.
Ia kesal kenapa harus bertemu lagi dengan gadis itu. Sebelum ia sempat mendatanginya, gadis itu masuk ke dalam toilet, sehingga ia menyerah untuk mencarinya dan kembali ke tujuan semula.
Namun kemudian sebelum ia meninggalkan toilet, ia mendengar ada keributan di dalam toilet wanita.
Aduuuh, ada apa lagi ini? Jangan-jangan gadis itu lagi? Haah!
Dengan serta merta ia masuk dan mengeceknya sendiri tanpa peduli itu toilet wanita dan ia pun tercengang.
Ia melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana Shasa didorong hingga jatuh ke lantai oleh Rika. Bahkan gadis itu menyerang Shasa yang sudah jatuh ke lantai dengan menempeleng kepalanya dan menarik-narik kerah bajunya. Bahkan gadis itu berang dan memaki-maki gadis berjilbab itu dengan suara keras.
Saat itu suasana sepi dan hanya seorang petugas kebersihan wanita yang berusaha melerai mereka. Semakin di lerai, Rika semakin beringas. Petugas kebersihan itupun kewalahan memisahkan mereka.
"Hentikan!!" teriak Kevin membuat semua orang menoleh padanya.
Petugas kebersihan yang kaget segera menepi.
Rika yang juga terkejut segera berdiri. "A-a-aku ...."
"Apa yang kamu lakukan pada tamuku, hah??!" Kevin bergegas menghampiri dan mendorong Rika hingga terjatuh. Ia hanya peduli dengan gadis itu yang matanya sudah berkaca-kaca sambil tertunduk. Gadis itu malu terlihat kevin hampir menangis.
Tanpa berkata-kata pria itu menggendong gadis itu di kedua tangannya. Walau sedikit malu gadis itu diam tak bicara. Ia sedang menahan tangisnya.
Sambil melangkah, pria itu sempat menatap tajam pada Rika yang masih berada di lantai sebelum meninggalkannya tanpa bicara. Tinggal Rika yang kesal sendirian karena lagi-lagi rencananya tak berjalan mulus, amarahnya tak tersalurkan dan kemungkinan ia akan dipecat gara-gara insiden barusan. Ia hanya sanggup menghentak-hentakkan kaki hampir menangis karena kesal.
Shasa yang berada dalam gendongan Kevin, sangat malu telah digendong pria itu, tapi itu semua ia tahan karena sedang menahan isak. Walaupun begitu, lolos juga beberapa butir cairan bening melewati pipinya.
Kevin tak peduli pandangan mata orang-orang yang melihat dirinya sedang menggendong gadis itu. Ia terus membawa gadis itu ke arah kantornya. Sesekali ia memperhatikan keadaan Shasa yang hanya diam membisu.
Setelah bisa menguasai diri Shasa mulai bicara. "Kak ... turunkan aku." Ia masih belum mengangkat kepalanya.
Kevin menghentikan langkahnya. "Apa kamu sanggup berjalan sendiri? Di depan sudah ada kantorku, kita beristirahat di sana saja."
Pikirannya sangat kacau. Gadis itu tak mampu berpikir. Ia hanya diam mengikuti ke mana Kevin membawanya.
Tentu saja kedatangan Kevin menggendong gadis itu di kantornya mengundang pandangan aneh pada para bawahan karena pria itu belum pernah berurusan dengan perempuan kecuali dengan memarahinya. Bahkan ada gosip bahwa Kevin menyukai sesama jenis karena sikapnya yang tidak pernah ramah pada wanita dan kini dengan menggendong wanita itu, gosip itu terbantahkan.
Kevin segera membawa masuk Shasa dalam ruang kerjanya. Di sana gadis itu didudukkan pada sebuah sofa panjang.
Gadis itu segera memalingkan wajah karena saking malunya. Ia tidak ingin orang lain tahu ia telah menangis.
Kevin masih mengkhawatirkan gadis itu dengan menyodorkan sebuah kotak tisu pada Shasa. Gadis itu mengambil beberapa lembar dan mulai membersihkan sisa-sisa air matanya dengan tisu itu.
Pria itu mulai mendekatinya dengan duduk di sampingnya. "Maafkan aku eh, karena punya pegawai seperti tadi. Dia hanya anak baru yang memang tidak sopan pada banyak orang. Kedepannya tidak akan ada kejadian ini lagi, karena aku akan memecatnya."
Tiba-tiba gadis itu menoleh dan langsung meraih tangan pria itu. "Jangan!"
Kevin terkejut. Pria itu kini bisa melihat netra Shasa yang memerah dan menghadap ke arahnya. "Lho kenapa?"
Belum sempat Shasa menjawab, Abra sudah menerobos masuk.
"Shasa, kamu tidak apa-apa?" sahut pria itu dengan napas tersengal-sengal karena habis berlari dari tempat bagian siaran itu demi mendengar apa yang terjadi. Ia mendengar keributan itu dari para pegawainya dan langsung menjadi gosip yang menghebohkan di perusahaan itu.
"Kakak ...."
Abra segera mendekat dan membungkuk melihat wajah Shasa.
"Aku gak papa." Gadis itu berusaha menenangkan Abra. Ia diam saja saat Abra mengusap sisa-sisa air matanya.
Abra menoleh pada Kevin. "Apa itu Rika?"
"Bagaimana kau tahu?" Kevin terkejut.
"Dia itu sepupu Shasa."
"Shanum maksudnya?"
"Iya."
Waduh, rumit. Kevin melipat tangannya di dada sambil menyentuh dagu. Sementara, ia juga melirik Abra dengan wajah kesal. Aku yang menolong Shanum kenapa Abra sepertinya yang mendapatkan seluruh perhatiannya?
Ia melihat pandangan Shasa hanya pada Abra tidak sekali pun pada dirinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 127 Episodes
Comments
Senandung Rinduw Serin
aiihhj Keviinn falling in love 😍😍
2022-07-22
2
Novi Ana
hemmm makin seru makin suka thor.....semangat semangat terus ya thor.......selalu menunggumu up....
2022-06-18
2