"Farrel, apa lu udah bosan kerja sama gue?" ucap Sean menekan.
"Baik, Bos. Saya akan cari Nona Kecil ke seluruh kota."
"Gue gak mau tau, kalau sempat Megi kenapa-kenapa, lu sama anak-anak buah lu, bakalan dapet bonus!" ancam Sean.
"Baik, Bos. Saya paham."
Sean memukul setir mobilnya kuat, sesekali ia menggerutu kesal. Ia mengurungkan niatnya untuk masuk ke rumah dan meminta izin untuk kembali ke apartemennya.
Sean memarkirkan mobilnya di teras apartemen mewahnya, dengan cepat langkah besar nya menaiki lift menuju lantai 32. Ia sudah dua hari tidak mandi, tidur juga belum.
Sesekali ia menyisir rambutnya kebelakang, menghela nafas panjang. Tubuhnya kelelahan, tapi masalahnya tak henti menyapa.
Sean membuka pintu apartemennya, ia mendengar sekilas, suara seorang wanita. Tertegun sejenak, mendengarkan dengan seksama.
Perlahan ia berjalan, membuka pintu kamar Megi.
Alisnya terangkat sebelah saat melihat Megi menggunakan mukenah putih dan mengaji. Ada buliran yang menghiasi pipi mulus Megi, suara serak nya semakin terdengar parau, sesekali ia menarik ingusnya yang akan keluar.
Tak ingin mengganggu, Sean hanya melihat dari sebalik pintu. Entah kenapa, suara Megi mampu membuat jiwanya tenang.
Lama sekali ia meninggalkan rumah. Biasa ia akan mendengarkan Miranda mengaji saat lepas Maghrib dan subuh.
Sesaat ia merasakan damai, sebelum pikirannya kembali kacau.
Ia kembali keluar apartemen dan menelpon asisten pribadinya. Panggilan itu langsung di angkat setelah beberapa detik tersambung.
"Gue mau lihat lu dan juga anak buah lu di depan apartemen gue dalam waktu 2 menit. Jika terlambat, lu harus cari Bos baru!" ucap Sean, langsung menutup teleponnya.
Kembali ia menjejaki koridor lantai 32 menuju lobi di lantai 1. Tangan nya mengepal kuat, rahangnya mengatup keras. Ia melipat kedua tangannya kedepan dada, menyenderkan badannya di pilar teras apartemen.
Tak lama menunggu, mobil Farrel dan anak buahnya sampai di hadapan Sean.
Saat Farrel sampai, ia langsung berdiri di samping Sean. Di ikuti delapan orang anak buahnya yang berjejer rapi di hadapan Tuan Muda kasar itu.
"Apa gue gaji kalian untuk mengelilingi kota?" ucapnya keras tanpa mengubah posisi.
"Apa gue gaji kalian untuk jalan-jalan mengukur luas dan lebar kota?" sambungnya kembali.
"Apa yang kalian kerjain? cuma ngawasi satu gadis kecil aja gak bisa!"
Seluruh anak buah Farrel hanya tertunduk. Mendengarkan ceramah singkat yang di berikan Sean.
"Farrel, lu harus ganti anak buah kayaknya. Lu ngapain pertahanin anak buah model kayak gitu?" ucapnya sambil bibir tersenyum sinis.
"Itu, Bos. Tadi si Teddy sedang ke toilet, terus saat dia balik Nona Kecil sudah gak ada."
"Oh... ya Farrel, kayak nya di Afrika butuh tenaga tambahan buat mandiin singa, Lu mau coba?"
"Eh... itu Bos. Saya masih betah kerja sama, Bos." ucap Farrel dengan senyum kaku.
Delapan tahun ia mengikuti kemana pun Sean pergi. Terlatih menjadi asisten pribadinya, ia tahu betul kalau Sean berucap seperti itu, tanda nya ia tak ingin mendengar penjelasan apapun.
Sean membakar sebatang rokok, menghembuskan asapnya dengan posisi masih seperti tadi. Di tatapnya lekat-lekat wajah anak buah Farrel satu persatu.
Tak perlu mendengar ucapan Sean, dengan tatapan mematikan Sean saja, sudah mampu membuat badan mereka bergetar ketakutan.
Sean berjalan mendekat ke jejeran anak buah Farrel. Di lihat nya dengan dekat anak-anak buah Farrel yang menundukan kepalanya.
Di injaknya puntung rokok yang baru dua kali di hisapnya dan mencengkram kerah baju salah satu bodyguard nya itu.
"Lu, masih betah kerja sama gue?" tatapnya sinis.
Teddy hanya mampu mengganggukkan kepalanya. Tak berani walau hanya menatap mata Sean. Lelaki ini singa yang tak terkendali, sekali mengaung maka habislah segalanya.
"Kak Sean..." panggil Megi yang baru keluar dari pintu lobi apartemennya.
"Apaan sih, kok kasar banget." Megi yang baru keluar dari apartemen langsung mendekat ke tempat Sean dan memukul tangan Sean yang mencengkram kerah baju Teddy.
"Ini apa an lepas ... Lepas..." Megi kembali memukul tangan Sean.
Dengan terpaksa Sean melepaskan cengkramannya. Sean memberikan kode pada Farrel untuk membubarkan anak buah nya.
Dengan cepat, ceramah singkat Sean berakhir.
"Lu, ngapain sih? ganggu aja." Sean berlalu meninggalkan Megi sendiri.
"Ganggu apa? Ganggu kakak jadi preman gitu?" ucap Megi yang mengikuti langkah Sean masuk kedalam apartemen.
"Kakak itu preman pasar ya? Kok kasar banget?"
"Gak boleh kasar-kasar, kak. Nanti gak ada yang mau sama kakak loh." Sambungnya.
"Nanti kalau kakak jadi bujang lapuk gimana?" tanya Megi tanpa jeda saat mereka menaiki lift bersama.
"Ssstttt... Ssstttt..." Sean menaruh satu jarinya di bibir Megi.
Sean mendekatkan wajahnya ke wajah Megi, perlahan rona wajah Megi mulai kemerahan. Degupan jantung Megi mulai menampakkan getarannya.
Sean membungkukkan badannya untuk menyamai wajah Megi. Di tatap nya lekat wajah gadis kecil itu.
"Bodo!" ucapnya ketus.
Menimbulkan setumpuk kekecewaan di hati Megi. Bibir Megi mengerucut. Di tatapnya Sean menggunakan ujung matanya. Lelaki ini dingin sekali, kenapa juga ia bisa jatuh cinta padanya.
"Kak, anterin aku siaran ya."
"Gue lelah, Meg. Lu pergi sendiri aja ya."
"Tapi ini kan udah malam, Kak."
"Yaudah gak usah kerja." Sean langsung berjalan keluar saat pintu lift terbuka.
Megi masih mengerucutkan bibirnya, kini ia menghentakkan langkah kakinya. Sean hanya melengos pergi meninggalkannya, kembali ia menghentakan kakinya lebih keras.
Sean yang sudah berjalan beberapa langkah meninggalkan Megi, menghela nafas panjang. Ia membalikan badannya dan mengacak rambutnya.
"Oke!" ucapnya ketus.
Bibir Megi kembali merekah lebar, sebenarnya ia hanya mencari alasan untuk bisa berdua bersama Sean.
Sean kembali melajukan mobilnya dengan setumpuk lelah di badannya. Ia hanya terdiam mendengar ocehan Megi yang tak ada habisnya.
Ia harus terbiasa dengan celotehan dari gadis belia itu.
"Kak."
"Hmm."
"Tipe cewek yang kakak suka itu yang gimana sih?"
"Yang pasti bukan yang kayak elu." ucap Sean spontan.
Megi kembali manyun mendengar ucapan Sean. Bibir lelaki ini memang di ciptakan untuk berucap kasar sepertinya.
"Memang aku kenapa sih kak? Aku kan juga gak kalah cantik, sama cewek-cewek yang kakak godain di bar malam itu."
"Gue gak suka bocah."
"Kalok gitu aku akan buat kakak suka sama bocah." ucap Megi sambil tersenyum-senyum sendiri.
Mata Megi memandang keluar, tapi bibirnya tersenyum manis, seperti ada hal indah yang ia pikirkan.
Sean hanya menatapnya dengan pandangan mata dingin.
Tak di hiraukannya ucapan Megi. Baginya itu hanyalah gurauan. Sama seperti cinta Megi saat ini, Sean hanya menganggap itu sebuah gurauan.
Saat Megi tumbuh dewasa nanti ia pasti akan melupakan perasaan itu.
Sean menghentikan laju mobilnya di depan gedung siaran. Megi hanya menatap gedung itu, ia enggan untuk turun. Di lihat sekali lagi wajah datar Sean.
"Kak, nanti kakak jemput aku kan?"
"Hemm." ucap Sean jutek.
"Kakak senyum donk. Aku gak pernah sekalipun lihat kakak tersenyum."
"Males."
"Yaudah kalok gitu, aku turun dulu ya kak." Megi membuka pintu mobil dan beranjak turun.
Tapi ia kembali menaiki kaki nya yang belum sempat tersentuh tanah.
"Eh... Begini donk kak." Megi menarik kedua pipi Sean, membuat bibir Sean tersenyum paksa.
Tanpa dosa ia langsung turun dan berlari kecil menaiki tangga gedung putih itu.
Sean yang masih terpaku melihat ulah Megi hanya terdiam menatap kepergian Megi.
Ia menggeleng dan tersenyum pahit.
"Dasar bocah." ucapnya geli.
Sean menurunkan jok mobilnya dan merentangkan badannya. Istirahat sejenak sembari menunggu gadis kecil itu selesai siaran.
Ia meletakan lengan tangannya di atas dahi, di tatap kosong langit-langit mobil hitamnya.
Kapan ia terakhir tersenyum?
Ia pun lupa, Hana, dia yang sudah membawa senyum Sean pergi.
Sean memejamkan matanya, setiap ia menutup kelopak matanya, bayangan gadis cantik itu pasti terus muncul.
Sean hanya bisa menghela nafas beratnya, mencoba kuat dengan luka yang saat ini mendera nya.
Getaran ponsel di kantong jeans Sean membuka paksa mata letihnya. Di raih ponsel di sakunya dan di buka pesan yang masuk.
"Anj*r... Operator ganggu aja." ucap Sean sambil mengucek-kucek matanya.
Di lihat jam di ponselnya sudah menunjukan pukul satu dini hari. Ia tercekat dan langsung terduduk kaget.
Di lihat sekeliling dan mencari gadis kecil itu.
Megi berdiri bersandar di kap depan mobil. Sembari bernyanyi mengusir sepi malam.
Sean beranjak dan membuka pintu mobil.
"Udah lama lu pulang Meg?." Sean datang mendekat ke arah Megi.
"Udah sejam yang lalu." Megi bernyanyi sambil memainkan sebelah kakinya, menyapu pasir menggunakan telapak kakinya.
"Jadi kok gak banguni gue?"
"Tidur kakak pulas, aku gak tega. Kakak kelelahan kan?" kini senyum menghiasi bibirnya.
"Sorry, gue belum ada tidur dari kemarin."
Megi hanya tersenyum dan mengangguk kecil. Sean mengerutkan dahinya, ia bertanya senyum itu palsu atau memang yang sebenarnya. Bagaimana mungkin ia tidak kesal menunggu selama satu jam.
"Yaudah balik, yuk."
"Kak." panggil Megi saat melihat Sean membuka pintu mobilnya.
"Biar aku aja yang nyetir, kakak lelah kan?"
Sean menaiki sebelah alisnya, tak percaya gadis kecil itu bisa mengemudikan mobil.
"Lu bisa nyetir?" tanya Sean dari sebalik pintu mobilnya.
Megi tersenyum manis dan berjalan mendekat ke arah Sean. Menggeser badan besar Sean, kini berganti Megi yang berada di balik pintu mobil.
Megi mendongakkan kepalanya dan menarik sisi kemeja Sean yang tak terkancing.
"Aku, semua bisa kak. Termasuk... buat kakak jatuh cinta sama aku." Megi menggigit bibirnya dan mengedipkan sebelah matanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 291 Episodes
Comments
Syamsul Hidayat
lanjut
2024-01-29
0
Erni Fitriana
megi😘😘😘😘😘😘😘😘...gigih nih megi kyknya
2023-08-07
0
Yuna
Megi.. jadi ingat once..
2020-09-23
0