Episode 7

"Kak ... kak Sean, Tolong aku." Suara parau gadis belia itu mengalihkan perhatiannya.

Tanpa menjawab apapun, Sean pergi meninggalkan rapat. Cepat ia membuka pintu ruangan meeting dan berlalu begitu saja.

"Sean, mau ke mana kamu?" tanya Rayen ketus, sembari melihat anaknya meninggalkan presentase di tengah jalan.

"Gue, sibuk! Farrel yang akan gantikan." Tannpa menoleh ia langsung keluar, menjejaki koridor kamar hotel.

"Sean! Ini bukan rumah yang bisa kamu tinggalkan begitu saja!" teriak Rayen di depan pintu, berusaha menghentikan langkah besar Sean yang pergi meninggalkan ruang meeting.

Tanpa menoleh sedikitpun, Sean hanya melambaikan tangan kanannya. Menuruni lantai tujuh belas hotel itu dan segera ke parkiran bawah tanah. Menstarter Mobil hitam legamnya dengan kecepatan tinggi, melewati kepadatan kota tengah hari siang.

Mobil Sean terparkir di depan rumah Megi. Ia memasuki rumah kecil itu dengan sedikit segan.

"Assalamualaikum." Ia mengetuk pintu kayu usang dan sebagian sudah termakan rayap itu, lembut.

Bukan jawaban atas salamnya, malah tangisan gadis belia itu terdengar keras. Tanpa banyak, bicara ia langsung membuka pintu tua itu dan masuk.

Matanya menemukan Affandy yang sudah tergolek tak berdaya, dengan bercak darah yang menghiasi dadanya.

Tanpa perintah Sean langsung masuk ke dalam kamar.

"Apa yang terjadi, Megi?" tanyanya, sembari menggendong badan Affandy yang sudah tidak gempal lagi.

Ia memasukannya ke kursi belakang mobil berbodi besar itu, membawa Affandy ke Rumah sakit terbesar di kota.

Sedangkan, si kecil Megi hanya bisa mengikuti tanpa banyak bertanya.

Affandy dibawa ke ruangan UGD untuk mendapatkan perawatan pertama. Gadis kecil itu hanya terduduk lemas di kursi penunggu, menyandarkan kepala ke dinding yang sedang ia sandari. Air mata, tak berhenti menyapa wajah cantik gadis belia itu.

Sean, melihat gadis yang begitu lemas dan tak bersemangat itu, membuat hatinya menggelitik. Ingin melihat ekspresi di wajah manis itu lagi. Setidaknya, gadis itu jangan menangis lagi.

Bagi Sean air mata wanita hanyalah sandiwara, entah kenapa? Melihat air mata gadis mungil ini seperti ada kesedihan yang benar-benar sedang menusuk hatinya.

"Cengeng banget, gak ada yang bisa lu lakuin selain nangis?" tanya Sean, duduk mendekati Megi.

Megi hanya terdiam, menoleh sedikitpun tidak. Dilihatnya kedua tangan Megi yang sedang memegang dua ponsel itu bergetar. Ada rasa kasihan, namun, ia bukan orang yang pandai menghibur wanita.

"Lu, gak capek apa nangis aja? Geram gue lihat lu begitu," ucapnya kembali.

Kali ini ucapannya bisa menyulut sedikit respon gadis belia itu. Ia menolehkan wajahnya, menatap lekat pria tampan berambut panjang tersebut.

"Kak, makasih. Tapi kakak udah bisa pulang sekarang," balasnya seraya menghapus air mata dengan punggung tangan.

"Hey ... gak ada yang bisa ngusir gue!" ucap Sean ketus, ia menyunggingkan sebelah bibir tipisnya, emosinya kembali tersulut.

Tanpa jawaban, Megi hanya menganggap Sean bak nyamuk penganggu. Membiarkan lelaki dingin itu berbicara sendiri.

Melihat tingkah Megi, Sean hanya bisa menggerutu kesal. Ia seperti kehabisan gaya menghadapi gadis kecil itu.

"Sial! Gue dikacangin sama bocah," makinya sambil membuang wajah kesisi kosong.

"Heh ... lu gak laper, ke cafetaria dulu, yuk!"

Gadis kecil itu mengalihkan pandangan, melirik sinis ke arah Sean

"Papaku lagi sekarat, Kak, mana ada nafsu buat makan," ujarnya ketus.

"Ya ... biarkan cacing dalam perut lu, menggerogoti tubuh kecil lu itu."

Lagi, Megi sama sekali tidak mendengarkan apa yang diucapkan Sean. Kembali lelaki itu menggerutu kesal, ia meninggalkan gadis berambut panjang itu sendiri di sana.

Melangkah cepat keluar dan memasuki cafetaria. Menjatuhkan bokongnya di atas bangku cafe.

Ia mengeluarkan sebatang rokok dan membakarnya. Kesal, ia selalu dibuat kesal oleh gadis kecil itu. Biasa, setiap gadis akan melihat ia dengan tatapan terpesona karena paras tampan yang ia miliki, ditambah lagi dompetnya yang selalu tebal.

Akan tetali, kenapa Megi selalu menganggapnya seekor nyamuk penganggu.

"Dasar ... bocah gak tau diri," umpatnya sembari tersenyum getir.

Mungkin, jika dia bukan anak Affandy Sean tidak akan mau peduli lagi. Mungkin, jika dia bukan adik dari sahabat dekatnya, ia tidak akan mau menolongnya.

Mungkin ....

Setelah mengisap beberapa kali rokok di tangannya, ia kembali membuang batang itu. Khas dari seorang Sean yang tak pernah mengisap habis rokoknya.

Ia memesan dua buah kopi dan kembali ke samping Megi.

Gadis kecil itu masih tak bergeming, ia menghela napas, menyodorkan gelas kopi itu kehadapan Megi.

Gadis berbibir mungil itu mengalihkan pandangannya, menatap dengan embun yang melapisi netra mata, lalu mengambil gelas itu tanpa meminumnya.

"Gue gak bisa berucap manis. Gue gak suka lihat air mata, bisa gak lu itu berhenti nangis?" tanyanya sembari duduk di sebelah gadis mungil itu.

"Apa kakak gak punya hati? Yang di dalam itu papa aku, dia lagi sekarat, Kak," balas Megi, kesal.

"Kalok gue gak punya hati, lu gak disini sekarang!" jawab Sean kasar, ia menatap lekat ke wajah gadis itu.

Mendapat tatapan tajam, gadis belia itu menundukkan kepala. Apa yang diucapkan Sean memang benar.

"Om Fandy itu udah gue anggap kayak Papa gue sendiri, gue juga khawatir sama dia." Kini lelaki itu ikut melunak, terdengar suaranya yang mulai parau.

"Permisi, keluarga Affandy." Seorang suster keluar dari UGD.

"Iya. Aku anaknya suster." Megi beranjak dari kursinya, berjalan mendekati suster itu.

"Bapak Affandy butuh penanganan segera, kami harus menyiapkan operasi untuk mengangkat cairan yang menutupi paru-parunya. Mbak bisa tanda tangani surat ini dan lunaskan biaya administrasinya," jelas suster itu.

Perkataan suster itu membuat tubuh mungil gadis tersebut gamblang. Ia seperti kehilangan kekuatan dari tubuhnya. Cepat, lelaki berambut panjang di sebelahnya menangkap tubuh mungil gadis belia itu.

"Siapkan segalanya, gue mau yang terbaik. Jika ada kesalahan sedikit saja, bersiap untuk menutup rumah sakit ini besok." ancam Sean pada suster itu.

"Baik, Mas. Tolong tanda tangani ini."

Suster memberikan dokumen yang harus di tanda tangani pihak keluarga. Megi menyambar dokumen itu dengan cepat, ia seperti enggan untuk menerima bantuan dari si pria bengis itu.

Ia menatap lekat wajah pria itu, hanya ada ekspresi dingin yang terpancar dari raut wajahnya. Bahkan tatapan matanya masih sangat menusuk di hati.

"Aku gak mau berhutang budi sama, Kakak."

"Gue juga gak butuh pendapat lu." Sean menarik dokumen itu, tangannya menandatangi dokumen persetujuan itu.

Megi yang tidak mampu berbuat apa-apa, melayangkan tamparan keras di pipi mulus tuan muda tampan itu. Kesal setengah mati atas tindakan lelaki dingin tersebut.

Namun, di luar dugaan, Sean malah duduk dan seperti tidak terjadi apa-apa.

Baginya saat ini, gadis kecil itu sudah bisa mengeluarkan ekspresinya saja, cukup.

Megi seperti tak percaya, lelaki dengan segudang amarah itu bisa bersikap tenang dan dingin saat ini.

Ruang operasi segera disiapkan, lampu merah menyala di atas pintu, menandakan operasi sedang berjalan saat ini. Kembali Megi menjatuhkan bening bulir ke pipinya.

Ia menutupi wajahnya dengan kedua tangan. Perlahan, sesegukan mulai terdengar. Menangis pilu dengan suara yang tertahan.

Sean terdiam, melihat gadis mungil itu menangis. Ingin meraih pucuk kepala gadis itu, namun tangannya berhenti sebelum menyentuh kepala gadis mungil tersebut. Ia merentangkan tangan kirinya, menumpuhkan di atas senderan bangku.

Tak disentuhnya sedikitpun kulit gadis itu, ia bukan orang yang pintar menenangkan suasana. Ia hanyalah pria yang mampu mengacaukan suasana. Perlahan gadis belia itu menyenderkan kepalanya di bahu Sean, membenamkan wajahnya di dada kekar milik lelaki berbadan tegap itu.

Melepaskan tangisan yang kian mendalam, cemas, khawatir, dan takut. Menjadi satu bersarang dalam benaknya.

Sean membiarkan begitu saja, membiarkan bajunya basah karena peluh air mata. Tidak ada yang bisa ia lakukan selain diam, membiarkan gadis itu menangis, menumpahkan seluruh beban hatinya.

Ia juga tak bisa memeluk gadis kecil itu, tangannya seperti kaku, tak bergerak. Sean memang bukan orang yang hangat, hatinya beku bagaikan es yang menebal.

Yang bisa ia lakukan hanyalah, membiarkan Megi menangisi segala keadaannya itu, bibirnya bungkam begitupun dengan tubuhnya, terdiam.

Sampai Mika datang dengan napas yang memburu kencang. Gadis itu langsung bangkit, memeluk tubuh besar kakaknya itu, sesaat setelah Mika sampai.

"Apa yang terjadi, Meg?" tanyanya cemas.

"Papa kak, Papa muntah darah."

"Astagfirullah." Mika mengelus wajahnya.

Ia memeluk tubuh kecil adiknya itu erat. Mendekapnya, sesekali ciuman mendarat di ujung kepala gadis belia itu. Seakan ingin saling memberikan kekuatan satu sama lain.

Menunggu selama dua jam, lampu merah itu mati. Disusul dengan Affandy yang keluar dalam keadaan tidak sadarkan diri dan dipindahkan ke ruangan ICU.

Tangisan Megi kembali tumpah, tak sanggup membendungnya lagi ketika melihat sang ayah yang tergolek di balik pintu kaca. Terbaring lemas menggunakan banyak selang di badannya dan juga alat bantu pernapasan.

Napas berat lelaki itu, kadang tersengal dan ingin berhenti.

Sementara, Sean hanya bisa diam, tak banyak membuka suara. Terlebih, saat melihat kedua saudara itu saling peluk, saling menguatkan satu sama lain.

Ada rasa cemburu yang menyelimuti hatinya. Bagaimana mungkin? Mika selalu lebih beruntung darinya. Bahkan, Mika masih mendapatkan pelukan terhangat dari orang-orang yang menyanyanginya.

Mika memang kehilangan segalanya, tetapi yang ada di pandangan Sean adalah, Mika tidak pernah kehilangan apapun. Mika masih memiliki segalanya, segalanya yang tak pernah ia miliki.

Pikirannya kembali ke masa belasan tahun silam, di mana saat ia sering main di rumah Mika. Ia melihat seorang lelaki yang ia kagumi masa itu. Affandy, seorang ayah tunggal, menghidupi dua orang anaknya sendiri tanpa istri.

Akan tetapi, Affandy masih bisa merawat dan mendidik anak dengan tangannya sendiri. Affandy masih menyempatkan waktu bagi kedua putranya di tengah kesibukan sebagai pengusaha sukses.

Ia selalu dianggap seperti anaknya sendiri, rumah yang diciptakan Affandy selalu terasa hangat di dalam hatinya. Ia lebih nyaman berada di rumah Mika dibandingkan rumahnya sendiri.

Ada canda, tawa, yang tersemat di meja makan setiap kali mereka menyantap makanan. Ada suara riuh, jerit, candaan yang selalu menghiasi rumah mereka. Affandy ayah yang sangat hangat. Sosok Affandy adalah sosok yang ia kagumi selama ini.

Mika selalu lebih beruntung darinya, ia memiliki segalanya yang tak bisa didapatkan Sean. Bahkan, dititik terendah hidupnya, Mika masih memiliki pundak yang bisa ia peluk.

"Permisi, Bapak Affandy ingin bertemu ketiga anaknya," ucap suster itu.

Tanpa banyak berbicara Mika dan Megi langsung masuk kedalam ruangan. Sementara, Sean masih terduduk di kursi penunggu.

"Mas, gak mau masuk?" tanya suster itu.

Sean hanya menggelengkan kepala, ia bukan bagian keluarga itu, kenapa ia harus masuk?

"Mas, masuk aja. Lihat Bapaknya, mungkin ada pesan terakhir yang ingin disampaikan beliau," ucap suster itu sebelum berlalu pergi meninggalkannya sendiri.

Sean tertegun mendengar ucapan suster itu, Affandy memang bukan papanya. Namun, selama ini ia sudah menganggap seperti papanya sendiri. Mungkinkah, ini saat terakhirnya?

Perasaan cemas itu mendorong Sean untuk masuk kedalam, langkah kakinya berjalan dengan pasti.

Matanya langsung melihat gadis kecil yang sedang memeluk erat badan tua Fandy sembari tersenyum manis, memalsukan senyumnya. Sedang, Mika duduk di bibir ranjang sambil menggenggam tangan keriput Affandy.

'Kenapa? Kenapa gue tidak mendapatkan kesempatan untuk merasakan ini semua?' tanya Sean dalam hati.

Melihat pemandangan itu, ia enggan merusaknya, mengurungkan niat untuk bertemu lelaki yang pernah ia kagumi dulu. Langkah kaki itu terhenti, mendengar suara serak lelaki tua tersebut memanggilnya.

"Sean ... Kamu ... Sean kan, Nak?" Dengan terbata suara serak lelaki itu menghentikan langkah Sean.

Sean membalikan badannya, berjalan mendekati ranjang pria itu tergolek. Menarik sebuah kursi dan duduk di sisi ranjang.

Hatinya menggigil saat mendengar kata 'Nak' yang keluar dari bibir pucat lelaki itu.

Tangan gemetar lelaki tua itu terangkat, mencoba meraih kedua pipi mulus lelaki berhati dingin tersebut, Sean mengangkat tangan itu, menangkupkan kedua telapak tangan di pipinya, sesuai keinginan pria yang pernah ia anggap ayah itu.

"Sudah delapan tahun gak ketemu, kamu ganteng sekali, Nak," ucap lelaki itu lirih

Sean tersenyum getir mendengar perkataan itu. Setelah delapan tahun, bahkan kata pertama yang diucapkan Affandy meneduhkan hati panas miliknya.

"Om, apa kabar?" tanya Sean basa-basi.

Affandy hanya tersenyum mendengar pertanyaan yang dilayangkan Sean. Pertanyaan yang tidak perlu mendapatkan jawaban sama sekali

"Sean, anak Om. Bisa, Om minta tolong?" tanyanya lirih.

Sean terpaku mendengar perkataan Affandy, dalam hatinya bertanya, mengapa orang asing sanggup menganggapnya sebagai anak? Namun, yang memang ayahnya seperti orang asing baginya.

"Om, mau minta tolong apa?"

"Dari dulu Om tak pernah menganggap kamu itu orang lain. Om, menyanyangi kamu seperti Om menyanyangi Mika dan Mirza."

"Sean tahu, Om. Sean merasakan itu semua. Sean berterima kasih. Karena Om, Sean tahu rasanya punya Papa."

Sean pernah merasakan kehangat keluarga, itu hanya terjadi jika ia berada di rumah Mika. Mika dan keluarganya menerima ia yang asing, menyayangi seperti saudara. Tak mungkin Sean mampu melupakannya, karena hanya itulah kehangatan yang pernah ia rasakan selama hidup.

"Om minta tolong kamu bantu Mika ya, Bantu ia menjaga Megi."

"Sean gak akan sanggup, Om. Sean juga punya adik yang gak sanggup Sean jaga," tolak Sean to the point. Ia memang bukan seseorang yang pintar berbasa-basi.

"Om, percaya kamu bisa bantu Mika. Kasihan Mika menjaga Megi sendiri, pasti berat. Mirza sudah gak ada lagi di sisi Om, Sean. Mika akan kesulitan menahan beban ini sendiri, tolong kamu gantikan mata Om untuk mengawasi mereka, ya. Om rasa, Om sudah gak sanggup. Uhh." Lelaki tua itu berusaha menahan sakit.

Seketika, gadis kecil itu menjerit, panik. Mika menarik tubuh Megi menjauh, membiarkan Dokter datang dan melakukan pemeriksaan. Sean beranjak pergi, langkahnya terhenti, ketika tangannya ditarik oleh lelaki tua itu.

"Megi anak yang baik, ia tidak akan menyusahkanmu, Nak. Tolong Papa, tolong jaga dia, dia satu-satunya semangat hidup Papa, Nak."

Kini, mata lelaki angkuh itu mulai berembun, mendengar Affandy menyebut dirinya papa. Tak kuasa menolak keinginannya lagi. Papa, nama yang sudah lama sekali tidak tersebut oleh bibirnya.

"Baiklah, Pa. Aku akan menjaga dia untuk, Papa," balasnya getir.

Ada senyum menghiasi wajah pucat Affandy, Sean mencium dahi lelaki itu. Rasa sayangnya kepada Affandy melebihi rasa sayangnya kepada papanya sendiri.

Sean banyak belajar ilmu dari Affandy, begitu juga ilmu bisnis yang ia dapatkan sekarang.

"Kamu memang anak Papa dari dulu," ucapnya lirih di telinga Sean.

"Tuntun Papa menuju jalan terakhir, Nak."

Terpopuler

Comments

Mifta Siregar

Mifta Siregar

isss aq jd nangis2 klo uda baca cerita kk fiza ini

2024-10-31

0

Erni Fitriana

Erni Fitriana

kok jadi meloww gini yah😭😭😭😭😭😭😭😭

2023-08-05

0

siti munahwaroh

siti munahwaroh

ya ampun thooo u buat sesek dada q 😭😭😭😭😭😭😭😭😭

2021-04-02

1

lihat semua
Episodes
1 Episode 1
2 Episode 2
3 Episode 3
4 Episode 4
5 Episode 5
6 Episode 6
7 Episode 7
8 Epidode 8
9 Episode 9
10 Episode 10
11 Episode 11
12 Episode 12
13 Episode 13
14 Episode 14
15 Episode 15
16 Episode 16
17 Episode 17
18 Episode 18
19 Episode 19
20 Episode 20
21 Episode 21
22 Episode 22
23 Episode 23
24 Episode 24
25 Episode 25
26 Episode 26
27 Episode 27
28 Episode 28
29 Episode 29
30 Episode 30
31 Episode 31
32 episode 32
33 Episode 33
34 Episode 34
35 Episode 35
36 Episode 36
37 Episode 37
38 Episode 38
39 Episode 39
40 Episode 40
41 Episode 41
42 Episode 42
43 Episode 43
44 Episode 44
45 Episode 45
46 Episode 46
47 Epidode 47
48 Episode 48
49 Episode 49
50 Episode 50
51 Episode 51
52 Episode 52
53 Episode 53
54 Episode 54
55 Episode 55
56 Episode 56
57 Episode 57
58 Episode 58
59 Episode 59
60 Episode 60
61 Episode 61
62 Episode 62
63 Episode 63
64 Episode 64
65 Episode 65
66 Episode 66
67 Episode 67
68 Episode 68
69 Episode 69
70 Episode 70
71 Episode 71
72 Episode 72
73 Episode 73
74 Episode 74
75 Episode 75
76 Episode 76
77 Episode 77
78 Episode 78
79 Episode 79
80 Episode 80
81 Episode 81
82 Episode 82
83 Episode 83
84 Episode 84
85 Episode 85
86 Episode 86
87 Episode 87
88 Episode 88
89 Episode 89
90 Episode 90
91 Episode 91
92 Episode 92
93 Episode 93
94 Episode 94
95 Episode 95
96 Episode 96
97 Episode 97
98 Episode 98
99 Episode 99
100 Episode 100
101 Episode 101
102 Episode 102
103 Episode 103
104 Episode 104
105 Episode 105
106 Episode 106
107 Episode 107
108 Episode 108
109 Episode 109
110 Episode 110
111 Episode 111
112 Episode 112
113 Episode 113
114 Episode 114
115 Episode 115
116 Episode 116
117 Episode 117
118 Episode 118
119 Episode 119
120 Episode 120
121 Episode 121
122 Episode 122
123 Episode 123
124 Episode 124
125 Episode 125
126 Epidode 126
127 Episode 127
128 Episode 128
129 Episode 129
130 Episode 130
131 Episode 131
132 Episode 132
133 Episode 133
134 Episode 134
135 Episode 135
136 Episode 136
137 Episode 137
138 Episode 138
139 Episode 139
140 Episode 140
141 Episode 141
142 Episode 142
143 Episode 143
144 End
145 Season 2 (01)
146 02
147 03
148 04
149 Season 2 (05)
150 Season 2 (06)
151 Season 2 (07)
152 08
153 09
154 10
155 11
156 12
157 13
158 14
159 15
160 16
161 17
162 18
163 19
164 20
165 21
166 22
167 23
168 24
169 25
170 26
171 27
172 28
173 29
174 30
175 31
176 32
177 33
178 34
179 35
180 36
181 37
182 38
183 39
184 40
185 41
186 42
187 43
188 44
189 45
190 46
191 47
192 48
193 49
194 50
195 51
196 52
197 53
198 54
199 55
200 56
201 57
202 58
203 59
204 60
205 61
206 62
207 63
208 64
209 65
210 66
211 67
212 68
213 69
214 70
215 71
216 72
217 73
218 74
219 75
220 76
221 77
222 78
223 79
224 80
225 81
226 82
227 83
228 84
229 85
230 86
231 87
232 88
233 89
234 90
235 91
236 92
237 93
238 94
239 95
240 96
241 97
242 98
243 99
244 100
245 101
246 102
247 103
248 104
249 105
250 106
251 107
252 108
253 109
254 110
255 111
256 112
257 113
258 114
259 115
260 116
261 117
262 118
263 119
264 120
265 121
266 122
267 123
268 124
269 125
270 126
271 127
272 128
273 129
274 130
275 131
276 132
277 133
278 134
279 135
280 136
281 137
282 138
283 139
284 140
285 141
286 142
287 143
288 End
289 Extra Part 01
290 Extra Part 02
291 Extra Part 03
Episodes

Updated 291 Episodes

1
Episode 1
2
Episode 2
3
Episode 3
4
Episode 4
5
Episode 5
6
Episode 6
7
Episode 7
8
Epidode 8
9
Episode 9
10
Episode 10
11
Episode 11
12
Episode 12
13
Episode 13
14
Episode 14
15
Episode 15
16
Episode 16
17
Episode 17
18
Episode 18
19
Episode 19
20
Episode 20
21
Episode 21
22
Episode 22
23
Episode 23
24
Episode 24
25
Episode 25
26
Episode 26
27
Episode 27
28
Episode 28
29
Episode 29
30
Episode 30
31
Episode 31
32
episode 32
33
Episode 33
34
Episode 34
35
Episode 35
36
Episode 36
37
Episode 37
38
Episode 38
39
Episode 39
40
Episode 40
41
Episode 41
42
Episode 42
43
Episode 43
44
Episode 44
45
Episode 45
46
Episode 46
47
Epidode 47
48
Episode 48
49
Episode 49
50
Episode 50
51
Episode 51
52
Episode 52
53
Episode 53
54
Episode 54
55
Episode 55
56
Episode 56
57
Episode 57
58
Episode 58
59
Episode 59
60
Episode 60
61
Episode 61
62
Episode 62
63
Episode 63
64
Episode 64
65
Episode 65
66
Episode 66
67
Episode 67
68
Episode 68
69
Episode 69
70
Episode 70
71
Episode 71
72
Episode 72
73
Episode 73
74
Episode 74
75
Episode 75
76
Episode 76
77
Episode 77
78
Episode 78
79
Episode 79
80
Episode 80
81
Episode 81
82
Episode 82
83
Episode 83
84
Episode 84
85
Episode 85
86
Episode 86
87
Episode 87
88
Episode 88
89
Episode 89
90
Episode 90
91
Episode 91
92
Episode 92
93
Episode 93
94
Episode 94
95
Episode 95
96
Episode 96
97
Episode 97
98
Episode 98
99
Episode 99
100
Episode 100
101
Episode 101
102
Episode 102
103
Episode 103
104
Episode 104
105
Episode 105
106
Episode 106
107
Episode 107
108
Episode 108
109
Episode 109
110
Episode 110
111
Episode 111
112
Episode 112
113
Episode 113
114
Episode 114
115
Episode 115
116
Episode 116
117
Episode 117
118
Episode 118
119
Episode 119
120
Episode 120
121
Episode 121
122
Episode 122
123
Episode 123
124
Episode 124
125
Episode 125
126
Epidode 126
127
Episode 127
128
Episode 128
129
Episode 129
130
Episode 130
131
Episode 131
132
Episode 132
133
Episode 133
134
Episode 134
135
Episode 135
136
Episode 136
137
Episode 137
138
Episode 138
139
Episode 139
140
Episode 140
141
Episode 141
142
Episode 142
143
Episode 143
144
End
145
Season 2 (01)
146
02
147
03
148
04
149
Season 2 (05)
150
Season 2 (06)
151
Season 2 (07)
152
08
153
09
154
10
155
11
156
12
157
13
158
14
159
15
160
16
161
17
162
18
163
19
164
20
165
21
166
22
167
23
168
24
169
25
170
26
171
27
172
28
173
29
174
30
175
31
176
32
177
33
178
34
179
35
180
36
181
37
182
38
183
39
184
40
185
41
186
42
187
43
188
44
189
45
190
46
191
47
192
48
193
49
194
50
195
51
196
52
197
53
198
54
199
55
200
56
201
57
202
58
203
59
204
60
205
61
206
62
207
63
208
64
209
65
210
66
211
67
212
68
213
69
214
70
215
71
216
72
217
73
218
74
219
75
220
76
221
77
222
78
223
79
224
80
225
81
226
82
227
83
228
84
229
85
230
86
231
87
232
88
233
89
234
90
235
91
236
92
237
93
238
94
239
95
240
96
241
97
242
98
243
99
244
100
245
101
246
102
247
103
248
104
249
105
250
106
251
107
252
108
253
109
254
110
255
111
256
112
257
113
258
114
259
115
260
116
261
117
262
118
263
119
264
120
265
121
266
122
267
123
268
124
269
125
270
126
271
127
272
128
273
129
274
130
275
131
276
132
277
133
278
134
279
135
280
136
281
137
282
138
283
139
284
140
285
141
286
142
287
143
288
End
289
Extra Part 01
290
Extra Part 02
291
Extra Part 03

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!