"Hana, pernah nembak gue saat dia masih pacaran sama elu."
Sontak Sean melemparkan pandangannya saat mendengar ucapan Mika. Tidak mungkin Hana melakukan itu, Hana tau betul hubungan ia dengan Mika seperti apa.
"Gue tau lu gak akan percaya, tapi Hana bilang, dia deketin lu cuma buat bisa deket sama gue." sambung Mika.
Sean seperti terhempas dari kenyataan yang selama ini berusaha ia samarkan. Hati nya tak percaya dengan ucapan sahabat baiknya itu.
Hana, wanita yang selalu menjadi satu-satunya penunggu di hati Sean, selama ini ia hanya dijadikan penghubung antara Mika dan Hana.
Tidak mungkin Hana sekejam itu, Tidak mungkin Hana tega melakukan itu.
"Gue pernah bilang sama lu, Hana bukan gadis baik-baik. Sean, gue tau hari ini pasti akan terjadi. Gue pernah bilang sama lu, jauhi Hana."
"Cukup Mika, gue gak mau dengar nama wanita itu di sebut lagi. Gue gak peduli mau dia hidup ataupun mati." ucap Sean datar, dengan mata yang kosong menatap lurus kedepan.
"Bohong...! lu bisa berkelit Sean. Tapi raut wajah lu gak bisa bohongi gue. Lu masih sangat mencintai dia."
Sean membuang pandangannya kesamping, di gelengkan kepalanya dan tersenyum getir.
Kembali ia merogoh saku celana nya dan mengeluarkan sebatang rokok. Ia menghidupkan api tapi Mika menahan gerakannya itu.
"Cukup... Sean. Jangan rusak dirimu lagi. Hana tidak cukup berarti untuk membuat hidupmu hancur seperti ini." ucap Mika sambil mengambil bungkus rokok dan korek api di tangan Sean. Membuangnya jauh dari jangkauan Sean.
"Tapi Hana cukup hebat, dia mampu membuat elu kehilangan jati diri." Sambung Mika.
Plaaak... seperti tertampar keras oleh ucapan Mika. Kalimatnya itu simpel, namun itu cukup membuat Sean berperang sendiri dengan pikirannya.
Kehidupan macam apa yang ia jalani saat ini. Apa yang ia cari dari kehidupan yang seperti ini?
Ia pun tak tahu, seperti ada kemarahan yang membuat ia harus menjalani kehidupan seperti ini.
Bukan hanya Hana, tapi juga Rayen. Dua orang itu berkolaborasi membuat Sean terhimpit oleh keadaan. Dua orang itu mampu membuat Sean jatuh kejurang dalam ini. Berkat kehebatan dua orang itu, terciptalah Sean yang saat ini.
Sean si hati beku, dengan amarah yang membakar habis dirinya. Sean yang kasar dan dingin, Sean si bibir tajam dan tangan mematikan itu.
Pikiran Sean melayang jauh, matanya terus menatap kosong kedepan. Rahangnya masih mengatup dengan keras, tangannya saling menggepalkan.
Wajahnya memerah padam, Mika yang melihatnya seperti itu, tak mampu lagi mendinginkannya.
Sean bukan orang yang bisa di dinginkan dengan kata-kata. Ia hanya akan puas saat emosinya itu tersalurkan dengan baik.
Selama berjam-jam ia biarkan Sean begitu, Mika hanya menemaninya di samping. Membiarkan Sean terlahap habis oleh amarahnya sendiri, bahkan dinginnya angin malam pun tak dapat mendinginkan hatinya.
Sampai Fajar menyingsing pagi, mulai terlihat setitik cahaya terang di ufuk timur. Suara Adzan berkumandang, mereka tak tidur semalaman, hanya saling berdiam tanpa bergeming dari tempat mereka duduk.
Di tepuknya pundak besar Sean. Untuk menghentikan perang Sean dengan dirinya sendiri, inilah saatnya.
"Sean, ayo kita ke mesjid."
"Enggak, lu aja. Gue terlalu kotor untuk masuk kesana." ucapnya dengan pandangan yang masih berapi, memandang lurus kedepan.
"Bukan badan lu yang kotor, Sean. Tapi perbuatan lu. Lu gak bisa membersihkannya dengan mandi, lu hanya bisa bersihinnya disana." Mika menunjuk ke arah masjid yang tidak jauh dari rumahnya.
Sean hanya memandangnya tanpa mau beranjak dari duduknya. Bokongnya terlem kuat di kursi itu. Mika yang melihat Sean seperti itu hanya bisa menghela nafas panjang. Kembali ia duduk dan merangkul badan besar milik Sean.
"Bukan untuk lu. Do'akan Papa, sebagai obat rindu yang selama ini tidak sempat lu berikan selama Papa hidup." ucap Mika lembut.
Tapi perkataan itu cukup membuat badan besar Sean gamblang. Seperti kehilangan tenaganya, kini amarahnya juga berganti dengan rasa bersalah. Mika tahu, dari dulu Sean menyayangi Papanya lebih besar di bandingkan rasa sayangnya untuk Tuan Rayen.
Dengan tehuyung Sean bangkit dari kursinya, dia berjalan sempoyongan menuju masjid. Baru sampai halaman Masjid, kembali Sean seperti tertampar keras.
Sebagian masa lalunya teringat, saat ia dan om Fandy sering Sholat Jumat berjamaah di masjid dekat rumah Mika dulu. Pelajaran yang tak pernah di ajarkan Rayen padanya.
Setiap langkah memasuki masjid, satu persatu kenangan indah yang pernah di berikan om Fandy padanya terputar berurutan dalam kenangannya. Om Fandy adalah lelaki yang berperan penting dalam hidupnya, kenapa ia tega sekali melupakan om Fandy selama bertahun-tahun.
Dimana letak baktinya pada seorang Ayah yang pernah menyelamatkannya dari kedalaman itu. Hanya demi perempuan bernama Hana, Sean mampu meninggalkan segalanya.
Sean mampu melupakan peran penting sahabatnya itu, dimana ia saat om Fandy dan Mika butuh pertolongan. Mika selalu ada saat ia berada di titik terendah, tapi kenapa, seujung kuku pun ia tak mampu membalasnya.
Sean menumpuhkan bokongnya di tangga mesjid, ia membuka satu persatu tali sepatunya. Sebelum ia berlalu mengambil Whudlu di kamar mandi.
Saat rakaat pertama di jalankan, Sean menangis terisak saat imam mebacakan ayat pertama Al-Fatihah. Sudah lama sekali ia melupakan lantunan ayat suci ini.
Ada perasaan tenang yang mulai menjalar di hatinya, perasaan yang selama ini ia cari di berbagai tempat, tapi ia lupa mencarinya di tempat ini.
Betapa bodohnya ia, betapa kotornya ia. Sebagai hamba ia melupakan sang penciptanya. Semakin merdu suara imam membacakan ayat-ayat al -qur'an, semakin keras isak tangis yang Sean rasakan.
Sesekali suara tangisannya terdengar pecah, seperti ada tetesan embun yang mulai memadamkan secara perlahan bara api di hatinya.
Satu persatu jamaah mulai meninggalkan mesjid, namun Sean masih terhanyut oleh tangisannya itu. Mika hanya menunggunya sampai perasaan Sean tenang. Ia tahu, bahwa sahabat nya ini masih sangat labil dalam bersikap.
Sean ini memang keras dari luarnya, semakin ingin kau mengetahui hatinya, maka semakin keras sifatnya. Tapi jika sekali saja kita mampu melihat isi hatinya. Maka Sean yang sesungguhnya akan terlihat, hatinya rapuh, teramat rapuh malah.
Bara api di dalam hatinya itu hanya sebagai pelindung, pelindung yang ia gunakan untuk menyembunyikan kerapuhannya. Ada luka disana, yang tak mampu di jamah oleh siapapun.
Ia sudah menyimpan nya sangat lama, dan sekarang ini, mungkin luka itu semakin bertambah.
Sean mulai sesegukan, susah untuknya mengakhiri tangisannya itu. Lembut tangan Pak Ustadz menyentuh dengkulnya.
"Kuasai dirimu, nak. Jangan biarkan Syaitan menguasai dirimu." ucap pak Ustadz yang melihat Sean masih menangis dan tertunduk.
"Setiap hamba, pasti pernah bersalah. Jangan biarkan rasa bersalah itu melahap habis kekuatanmu." sambungnya lagi lembut.
"Maafkan dirimu, tebuslah kesalahanmu dengan perbuatan baik."
Sesaat setelah mendengar ucapan Pak Ustadz Sean menghapus jejak bulir bening yang sesaat membuat ia rapuh. Di seka kedua matanya itu, di cium tangan Pak Ustadz itu dengan takzim. Ia mengucapkan terima kasih sebelum meninggalkan Masjid.
Sean mencuci mukanya sebelum keluar dari perkarangan masjid. Bertemu kembali dengan Mika adalah anugerah buat hidup Sean. Lagi-lagi lelaki itu mampu membuat Sean yang selama ini gamblang, kini mampu berdiri tegak kembali.
Dirangkulnya bahu Mika sembari kembali ke rumah kayunya itu. Sudah ada Megi dengan mata sembabnya yang menunggu di teras rumah.
"Kakak... Ayo sarapan." ucap Megi sambil berlalu masuk kedalam.
"Kak Sean juga." sambungnya tanpa menoleh ke belakang lagi.
Sebenarnya tidak ada rasa lapar lagi dalam diri mereka, Tapi mereka harus memaksakan untuk mengisi tenaga, karena dari kemarin mereka belum memakan apapun.
Megi dengan cekatan menghidangkan dua piring nasi goreng dan dua gelas teh hangat di atas meja, Sebelum ia pergi meninggalkan lelaki itu.
Sean menyuapi satu persatu nasi itu, ia tak pernah dilayani seperti ini oleh Rena.
Kenapa Mika bisa begitu curang?
Mika punya Papa dan adik yang tak pernah ia miliki. Seandainya ia bisa melilih, ia rela menukarkan kedudukannya sekarang dengan Mika.
Tak masalah ia harus tinggal di kandang ini, yang penting rumah ini hangat.
"Sean, bisa gue minta bantuan?"
"Apapun yang lu butuhin, tinggal bilang aja."
"Gue mau balik kerja di kapal, gue butuh lu buat jagain Megi."
Sean menjatuhkan sendoknya, terdengar suara dentingan dari peraduan sendok dan piring itu.
ia menyambut gelas tehnya dan meneguk sedikit, untuk mendorong makanan yang terganjal di kerongkongannya.
"Gue gak bisa, gue gak sanggup." ucapnya spontan.
"Tolong gue Sean, gue takut ninggalin Megi disini sendiri. Ada Mirza yang selalu bayangin kehidupannya."
"Gue bisa matahin setiap tulang Mirza buat lu, tapi gue gak sanggup jagain Megi buat lu."
Mika menggaruk kepalanya dan menghela nafas panjang mendengar ucapan Sean. Spontan Sekali sifatnya, tak ada basa basi ataupun penolakan yang halus dari bibir Sean itu.
Sementara ada telinga yang mendengar percakapan mereka berdua di dalam kamar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 291 Episodes
Comments
Lukman Abdillah
novelnya kak fiza memang selalu the best Sampek ngikutin dr pf sebelah kepf disini,semangat terus kak👍🥰💪
2025-01-16
0
Syamsul Hidayat
kok bisa sehebat ini ya novelnya....
ngak bisa pangling sy Thor...😎😎
2024-01-28
1
Erni Fitriana
😔😔😔😔
2023-08-06
0