Episode 6

Sean bergegas keluar dari kamar penginapannya semalam. Ia melajukan mobilnya kembali ke apartemen miliknya. Walaupun kehidupan Sean berantakan di malam hari, ia akan kembali waras saat siang hari.

Kemampuannya untuk mengelola bisnis perhotelan keluarganya, bisa dibilang sangat mumpuni. Hotel bintang lima yang ia pegang selama beberapa tahun belakangan ini semakin terlihat kemajuannya.

Banyak keluar ide-ide baru yang menarik para pelanggan saat hotel berada di tangan Sean. Sebenarnya, Sean adalah lelaki yang bertanggung jawab. Ia akan mengerjakan segala sesuatunya secara detil. Cara berpikir yang matang, ia selalu berpikir jauh ke depan sebelum mengambil keputusan.

Sebagai anak lelaki pertama dari keluarga Rayen, Sean mampu mengelola bisnis kelurganya menjadi lebih maju. Banyak yang menginginkan kerja sama dengannya. Namun, gaya hidup Sean yang masih berantakan, sifat kerasnya yang sangat brutal. Tidak dapat diatur oleh siapapun, termasuk papanya sendiri.

Beberapa kali Sean diminta untuk segera menikah, karena umurnya yang terbilang sudah cukup matang. Tetapi, siapa yang bisa memaksa lelaki berhati dingin itu. Di usianya yang baru 26 tahun, Sean sudah mampu menjadi Owner hotel termewah di kota ini.

Bisa dibilang semenjak Hotel Pesisir Putih di kelola oleh Sean, hotel itu terus masuk ke jajaran Hotel mewah dan menjadi hotel nomor satu di kota ini.

Tidak puas hanya memegang satu hotel saja, kini Sean masuk lagi dalam bisnis pengelolahan apartemen.

Bagaikan menginjak dua sisi, Sean terus melangkah menaiki anak tangga kesuksesannya semakin tinggi. Tapi ia menginjak kehidupan moralnya semakin rendah.

Prestasi yang diraih Sean berbanding terbalik dengan sifatnya di luar pekerjaan. Sean bak dua orang dengan kepribadian berbeda. Sesekali, ia menjadi seorang yang sangat bermatabat, tapi lain waktu ia menjadi seseorang yang lemah moralnya.

Ada alasan di balik segala sikapnya itu, tapi yang pasti, sikapnya itu menunjukan bahwa ia yang masih labil dalam menentukan sikap.

Ia yang masih terlalu rapuh dalam menjalani hidup.

Ia menjatuhkan badan di atas kasur, menatap langit-langit kamar apartemen mewahnya itu. Jauh sekali, berbeda dari tempat ia menginap semalam, tapi kenapa?

Di tempat yang sederhana itu ia mampu melelapkan matanya dengan pulas.

Sebuah pesan masuk ke dalam ponselnya, ia raih ponselnya yang berada di dalam saku jaket.

[Bos, rapat pemegang saham, siang ini pukul 11.00 WIB].

Pesan dari Farrel, asisten pribadinya.

Dilemparkan ponsel itu keras di atas kasur, seperti tak mengindahkan pesan itu, Sean malah kembali memejamkan matanya.

***

Sedari pagi, gadis belia itu sibuk membersihkan rumah sederhananya, di sela-sela kesibukan, ia masih harus mengurusi rumah.

Inilah sebabnya, kenapa ia memilih pekerjaan malam. Ia tidak akan sanggup meninggalkan papanya yang sedang terbaring, sendirian di rumah.

Jika ia bekerja di siang hari, maka papanya akan sendiri di rumah. Namun, jika ia bekerja pada malam hari, maka siang dan malam papanya akan ada yang menemani.

Akan ada Megi saat siang, dan akan ada Mika saat malam.

Dua kakak beradik itu saling membahu menjalankan tugas mereka.

Hanya Mirza sajalah yang tidak tahu diri, di tengah sulitnya kehidupan mereka, ia bukannya menjadi pelipur segala gundah, malah menjadi biang masalah.

Tak masalah jika ia hanya menutup mata dengan kesulitan mereka, yang penting ia jangan menjadi duri lagi dalam keluarga.

"Meg," panggilan lembut, dari seorang pria di dalam kamar itu.

"Iya, Pa."

"Sini, Nak." Ia melambaikan tangannya, menyuruh anak gadisnya itu masuk ke dalam kamar.

"Apa Mirza masih sering menganggu kamu?" tanya pria itu, sedih.

"Kak Mirza? Enggak kok, Pa," jawab Megi berkelit.

"Jangan bohong, anak gadis Papa bukan seorang pembohong."

"Enggak, Pa, kak Mika dan kak Mirza itu menjaga Megi dengan baik, kok, Pa. Megi bangga sama mereka, Pa."

Gadis itu memeluk badan rapuh si pemberi kehidupan tersebut. Tidak sanggup jika harus memandang wajah keriputnya itu, mata Megi yang sedari tadi sudah berembun tak sanggup menyimpan rahasia pahit ini lagi.

"Megi, masih harus mencuci, Pa." Gadis itu beranjak dari kasur lusuh milik papanya, keluar dengan cepat. Membasuh kedua matanya, agar lelaki itu tidak menyadari.

Ayah mana yang tidak mengetahui jika anaknya sedang menyimpan masalah? Setiap orang tua pasti akan tahu kejanggalan yang disimpan anak-anaknya.

Di balik ketidak berdayaannya pun, seorang ayah masih mampu mengetahui apa yang disimpan rapat oleh sang buah hati.

Sama halnya dengan Affandy, ia tahu, bahwa selama ini senyum gadis belia itu adalah kepalsuan. Ia tahu bahwa gadis kecilnya itu menjalani hidup yang berat.

Ia sering mendengar dari para tetangga kalau Megi sering berada di tempat perjudian.

Megi sering diantar oleh Mirza sebagai pemuas nafsu bejat para lelaki yang mungkin seumuran dengannya. Ada rasa kecewa yang mendera dalam benaknya, Megi adalah satu-satunya perempuan di keluarga mereka, tapi kenapa? Tiga bahu kekar pria tidak sanggup melindunginya.

Mika, adalah satu-satunya bahu yang berusaha melindunginya. Tapi Mirza, adalah bahu yang menjerumuskannya.

Tak sanggup melihat tingkah anak-anaknya itu, setiap malam Affandy selalu menyalahkan dirinya sendiri atas ketidak berdayaannya sebagai seorang ayah.

Affandy meraih sebuah bingkai poto di nakas samping kasur. Melihat wajah yang selama ini selalu menghiasi hari-harinya dan melahirkan ketiga buah hatinya.

Wanita yang jika sekilas orang asing lihat itu adalah Megi, namun, jika lebih di perhatikan lagi itu adalah ibunya.

Megi adalah perubahan bentuk baru dari almarhumah ibunya, wajahnya yang imut dan manis sangat mirip dengan wajah ibunya.

Itulah sebabnya, Mirza sangat membenci gadis mungil itu. Wajah Megi yang setiap sudutnya diukir persis ibunya itu, membuat Mirza semakin kalut jika melihatnya.

Mirza yang sedari kecil dekat dengan ibunya, harus bisa terima kehilangan sosok itu saat umurnya masih lima tahun.

Perasaan benci Mirza yang awalnya hanya berlandaskan karena Megi mengambil ibunya, semakin hari berubah menjadi semakin besar, melihat Megi dewasa semakin terlihat seperti ibunya.

Wajah Megi selalu mengingatkan ia akan luka itu, baginya Megi adalah sang perebutan kehidupan. Ia bukan hanya merenggut hidup ibunya, tapi ia juga merebut seluruh fisik milik ibunya.

Karena hal itu, Affandy menitipkan Megi pada adiknya yang bekerja sebagai fashion desaigner di Beijing. Berjauhan dengan putri semata wayang, hanya mampu melihat putrinya sesekali di tengah kesibukannya sebagai pengusha.

Saat ini, Megi mewarisi bakat dari sang adiknya itu. Megi mampu mengukir lukisan indah dari jemari lentiknya. Tetapi sayang, saat ini Megi hanya bisa bekerja kasar. Ia tak mampu lagi membiayai pendidikan anaknya.

Di segala impitan masalah hidup pribadinya, perlahan tapi pasti, Affandy mulai kehilangan keseimbangan dan harus berakhir seperti ini.

Seperti tidak ada ujungnya, kini ia harus diuji melalui anak keduanya itu. Mirza yang sedari kecil selalu ceria dan punya sikap lembut, perlahan tumbuh menjadi lelaki dewasa dengan setumpuk amarah yang tak pernah bertepi.

Paras tampannya itu selalu dihiasai dengan pandangan mata yang menusuk hati. Hampir setiap kali Mirza pulang kerumah ini, wajahnya selalu lebam, kulit putih bersih yang ia miliki selalu terlihat kusam dan bau.

Jauh sekali, Mirza berubah, ia adalah anak yang paling diandalkan dulu, kepintaran Mirza yang melebihi Mika, Affandy selalu mendidik ia sebagai ahli waris. Namun, takdir berkata lain, belum sempat ia benar-benar mendidik Mirza, keadaan mereka malah berubah.

Sebagai anak pertama, Mika mengambil semua tanggung jawab yang ia tinggalkan. Anak lelaki yang selalu ia rawat dan didik sepenuh hati, malah membuat keadaan ia semakin buruk saja.

Andaikan sang istri masih di sini, mungkin keadaannya tidak akan seperti ini. Mungkin di tengah kesulitan kehidupan mereka, masih ada canda dan tawa yang terselip.

Masih akan ada keluarga yang saling menguatkan, bukan saling menyakiti seperti sekarang.

Sudut mata keriput itu mulai berhiaskan embun air. Perih, seharusnya anak gadisnya masih bisa hidup nyaman saat ini. Bukan malah bekerja pontang-panting ke sana-sini. Membuat badan mungilnya itu semakin terlihat ramping.

***

"Apa Sean sudah datang?"

"Belum, Tuan Rayen."

"Ck ... di mana anak itu?" Pria berwibawa itu mengeluarkan ponsel dari saku jas hitamnya.

Menghubungi anak lelaki semata wayangnya, tersambung, namun, sama sekali tidak diangkat. Setelah beberapa kali mencoba menghubungi, akhirnya yang ditunggu hadir menampakan batang hidung mancungnya.

Memakai baju kemeja tanpa dikancing, memakai kaus dalam berwarna hitam dengan gambar panthom. Jeans berwarna denim dan ada beberapa sobekan di lutut dan bagian pahanya. Rambut panjangnya diikat simpul. Cukup membuat Rayen menggeleng melihat tingkah anaknya itu.

"Ayo! Pak Rayen." Ajaknya, melengos ke dalam lift.

Rayen hanya bisa menggelengkan kepala, tak tahu harus berbuat apa. Putranya itu sudah dewasa, tapi tingkahnya masih seperti anak remaja yang sedang merajuk.

Ia mengikuti langkah putranya itu memasuki lift.

"Jangan memakai baju seperti itu saat rapat, Sean," ucap Rayen lembut.

"Memang kenapa? Yang penting gue nyaman," balas Sean cuek.

"Tapi ini rapat pemegang saham. Sesuaikan penampilanmu!" Rayen, menekan.

"Yang bekerja otak gue, bukan penampilan gue," jawab Sean, bahkan ia tidak menoleh sedikit pun.

"Sean Rayen Putra. Jangan lupa aku Ayahmu!" Suara berat itu meninggi, memenuhi ruangan kecil di dalam lift.

"Apa penampilan gue menganggu kepintaran gue, Pak Dirut Rayen?" tanya Sean, menatap sinis lelaki tinggi di sebelahnya.

Pertentangan ini tak akan ada habisnya, Rayen memilih diam dibandingkan harus bertengkar dengan darah dagingnya sendiri.

Sean memang sudah tidak seperti anaknya lagi, ia terlihat bagaikan seorang yang sangat asing.

Ada jarak yang memisahkan antara anak dan ayah itu. Saat ini mereka memang berdiri berdampingan, namun tembok yang didirikan Sean terlalu kokoh untuk bisa dihancurkan.

Tidak bisa dipungkiri, kepintaran Sean memang patut diacungkan dua jempol. Itu yang buat Rayen tidak bisa berkutik melawan kerasnya sikap Sean. Jika Sean sudah tidak mau membantu mengurus bisnisnya, maka semuanya akan tidak terkendali.

Ia hanya punya dua anak, tetapi kedua anaknya itu tidak sanggup mendidiknya. Ia memang pebisnis sukses, tapi saat di rumah, Rayen hanyalah seorang ayah yang gagal.

Sean tumbuh menjadi lelaki yang tidak karuan hidupnya, itu salah ia. Rena yang terjebak pergaulan bebas juga karena ia. Rumah mewah bak istana yang ia bangun hanyalah sebuah penjara, saksi bahwa ia adalah pemimpin yang gagal.

Gagal mempertahankan ke utuhan keluarganya. Sean sudah pergi meninggalkan rumah semenjak delapan tahun lalu. Ia memilih tinggal di apartemennya sendiri. Jangan tanya bagaimana hidupnya setelah itu, yang pasti hidupnya berantakan tak tentu arah.

Sean berjalan meninggalkan Rayen di belakang. Ia masuk kedalam ruang rapat, sudah tidak heran lagi melihat penampilan lelaki berwajah tampan itu.

Bagi peserta rapat yang lain, mereka terbiasa melihat Sean berdandan seperti itu.

Sebagian dari mereka juga sudah tahu adanya perang dingin antara anak dan ayah tersebut.

Tanpa banyak basa-basi Sean langsung memulai presentase idenya. Memang tidak bisa diubah lagi, apapun yang diutaran oleh Sean selalu menghasilkan tanggapan positif.

"Baiklah, semakin meningginya profit pendapatan Hotel pesisir putih, aku berniat untuk membangun kembali  gedung apartemen di sudut barat kota. Disana ada lahan kosong yang sangat luas dan gue ... maksudnya, aku udah cek lokasi disana."

"Kenapa harus di sisi barat kota?"

"Karena letak di sana strategis Pak Dirut Rayen yang terhormat," jawab Sean dengan senyum palsu menyungging di bibir tipisnya.

Mendengar ucapan putranya itu, Rayen semakin malu. Seperti kehilangan wibawanya, Rayen berusaha untuk menghentikan tingkah putranya itu.

"Sean."

"Tolong jangan putuskan kalimat saya lagi, Pak Dirut yang terhormat. Biarkan Saya menyelesaikan ide saya dulu, oke."

Sean melanjutkan presentasenya, sama sekali tidak mempedulikan wajah ayahnya yang sedang ia lempari dengan rasa malu.

Rayen hanya menghela napas panjang, pertentangan Sean sudah tidak sanggup lagi ia hentikan. Rayen hanya bisa tertunduk malu di depan peserta rapat lainnya.

***

"Papa, ayo makan dulu," ucap Megi sambil membawa sepiring makan siang.

Ia membantu lelaki renta itu untuk duduk di atas kasurnya.

Dengan sabar ia menyuapi lelaki itu makanan yang ia masak sedari tadi.

"Meg, maafin Papa ya," Ucap pria itu sambil mengelus pucuk kepala Megi.

"Kenapa minta maaf, Pa?"

"Papa gak bisa kasih kamu kehidupan yang layak. Maaf Papa gagal jadi Papa yang baik buat kamu."

"Jangan bicara seperti itu, Pa. Papa, kak Mika dan kak Mirza adalah kebahagiaan terbesar buat Megi," jawab gadis itu sembari menyuapi lelaki yang amat dicintai itu.

"Jika Papa meninggal nanti, Megi ajak Kakak kamu pindah, ya. Tinggalkan orang yang menyakiti kamu di sini."

"Papa!" teriak Megi sedikit keras.

Ia tdak terima mendengar ucapan papanya, seperti kehilangan semangat hidup saja.

"Papa gak tahu diri ya, padahal Papa gak pernah merawat kamu dari kecil. Sekarang saat Papa sudah tua, malah minta kamu yang merawat, Papa."

"Tolong jangan katakan hal-hal seperti itu, Pa. Megi tidak ingin mendengar apapun lagi."

"Uhuuk."

Dengan cepat Megi menyodorkan segelas air untuk diberikan ke Affandy. Namun, gelas air itu bukannya terminum malah tumpah  dicampur dengan darah yang keluar dari mulutnya.

"Ya Allah. Papa!" teriak Megi saat melihat keadaan lelaki itu semakin memburuk.

Dengan cepat ia mengambil tisu di tuang tengah, saat ia kembali, lelaki tua itu sudah tergolek lemas tak berdaya.

"Papa!" jerit Megi sembari menggoyangkan badan gempal pria itu.

Matanya sudah dibanjiri bulir bening. Ia meraih ponsel, menelpon Mika. Tetapi, ponsel Mika tertinggal di atas buffet.

Makin deras gadis kecil itu menangis, bingung mencari bantuan. Ia memutuskan keluar rumah, baru tiga langkah ia sudah kembali.

Terlalu panik, Megi bingung harus berbuat apa. Ia mengambil ponsel Mika dan mencoba mencari seseorang yang mungkin bisa menolongnya, di tengah kepanikan itu, entah kenapa nama Sean yang di teleponnya, berharap pintu hati lelaki bengis itu bisa terketuk untuk menolongnya.

Sedang, yang ditelepon masih menjelaskan idenya di depan peserta rapat. Nada dering ponsel itu berdering keras. Tangannya meraih dari saku celana dan melihatnya. Seketika dahinya berkerut.

"Mika? Tumben benget nelpon?" Sean kembali memasukan ponselnya ke saku, tapi belum sempat ia masukan, telepon itu malah terangkat.

"Kak ... kak Sean, Tolong aku."

Terpopuler

Comments

Erni Fitriana

Erni Fitriana

ya Allah ternyata lewat pp affandi mungkin jalan komunikasi sean-megy

2023-08-05

0

ratmie lutfy

ratmie lutfy

nex

2020-07-04

0

Arumi Bilqiss

Arumi Bilqiss

semangat thor..

2020-02-21

1

lihat semua
Episodes
1 Episode 1
2 Episode 2
3 Episode 3
4 Episode 4
5 Episode 5
6 Episode 6
7 Episode 7
8 Epidode 8
9 Episode 9
10 Episode 10
11 Episode 11
12 Episode 12
13 Episode 13
14 Episode 14
15 Episode 15
16 Episode 16
17 Episode 17
18 Episode 18
19 Episode 19
20 Episode 20
21 Episode 21
22 Episode 22
23 Episode 23
24 Episode 24
25 Episode 25
26 Episode 26
27 Episode 27
28 Episode 28
29 Episode 29
30 Episode 30
31 Episode 31
32 episode 32
33 Episode 33
34 Episode 34
35 Episode 35
36 Episode 36
37 Episode 37
38 Episode 38
39 Episode 39
40 Episode 40
41 Episode 41
42 Episode 42
43 Episode 43
44 Episode 44
45 Episode 45
46 Episode 46
47 Epidode 47
48 Episode 48
49 Episode 49
50 Episode 50
51 Episode 51
52 Episode 52
53 Episode 53
54 Episode 54
55 Episode 55
56 Episode 56
57 Episode 57
58 Episode 58
59 Episode 59
60 Episode 60
61 Episode 61
62 Episode 62
63 Episode 63
64 Episode 64
65 Episode 65
66 Episode 66
67 Episode 67
68 Episode 68
69 Episode 69
70 Episode 70
71 Episode 71
72 Episode 72
73 Episode 73
74 Episode 74
75 Episode 75
76 Episode 76
77 Episode 77
78 Episode 78
79 Episode 79
80 Episode 80
81 Episode 81
82 Episode 82
83 Episode 83
84 Episode 84
85 Episode 85
86 Episode 86
87 Episode 87
88 Episode 88
89 Episode 89
90 Episode 90
91 Episode 91
92 Episode 92
93 Episode 93
94 Episode 94
95 Episode 95
96 Episode 96
97 Episode 97
98 Episode 98
99 Episode 99
100 Episode 100
101 Episode 101
102 Episode 102
103 Episode 103
104 Episode 104
105 Episode 105
106 Episode 106
107 Episode 107
108 Episode 108
109 Episode 109
110 Episode 110
111 Episode 111
112 Episode 112
113 Episode 113
114 Episode 114
115 Episode 115
116 Episode 116
117 Episode 117
118 Episode 118
119 Episode 119
120 Episode 120
121 Episode 121
122 Episode 122
123 Episode 123
124 Episode 124
125 Episode 125
126 Epidode 126
127 Episode 127
128 Episode 128
129 Episode 129
130 Episode 130
131 Episode 131
132 Episode 132
133 Episode 133
134 Episode 134
135 Episode 135
136 Episode 136
137 Episode 137
138 Episode 138
139 Episode 139
140 Episode 140
141 Episode 141
142 Episode 142
143 Episode 143
144 End
145 Season 2 (01)
146 02
147 03
148 04
149 Season 2 (05)
150 Season 2 (06)
151 Season 2 (07)
152 08
153 09
154 10
155 11
156 12
157 13
158 14
159 15
160 16
161 17
162 18
163 19
164 20
165 21
166 22
167 23
168 24
169 25
170 26
171 27
172 28
173 29
174 30
175 31
176 32
177 33
178 34
179 35
180 36
181 37
182 38
183 39
184 40
185 41
186 42
187 43
188 44
189 45
190 46
191 47
192 48
193 49
194 50
195 51
196 52
197 53
198 54
199 55
200 56
201 57
202 58
203 59
204 60
205 61
206 62
207 63
208 64
209 65
210 66
211 67
212 68
213 69
214 70
215 71
216 72
217 73
218 74
219 75
220 76
221 77
222 78
223 79
224 80
225 81
226 82
227 83
228 84
229 85
230 86
231 87
232 88
233 89
234 90
235 91
236 92
237 93
238 94
239 95
240 96
241 97
242 98
243 99
244 100
245 101
246 102
247 103
248 104
249 105
250 106
251 107
252 108
253 109
254 110
255 111
256 112
257 113
258 114
259 115
260 116
261 117
262 118
263 119
264 120
265 121
266 122
267 123
268 124
269 125
270 126
271 127
272 128
273 129
274 130
275 131
276 132
277 133
278 134
279 135
280 136
281 137
282 138
283 139
284 140
285 141
286 142
287 143
288 End
289 Extra Part 01
290 Extra Part 02
291 Extra Part 03
Episodes

Updated 291 Episodes

1
Episode 1
2
Episode 2
3
Episode 3
4
Episode 4
5
Episode 5
6
Episode 6
7
Episode 7
8
Epidode 8
9
Episode 9
10
Episode 10
11
Episode 11
12
Episode 12
13
Episode 13
14
Episode 14
15
Episode 15
16
Episode 16
17
Episode 17
18
Episode 18
19
Episode 19
20
Episode 20
21
Episode 21
22
Episode 22
23
Episode 23
24
Episode 24
25
Episode 25
26
Episode 26
27
Episode 27
28
Episode 28
29
Episode 29
30
Episode 30
31
Episode 31
32
episode 32
33
Episode 33
34
Episode 34
35
Episode 35
36
Episode 36
37
Episode 37
38
Episode 38
39
Episode 39
40
Episode 40
41
Episode 41
42
Episode 42
43
Episode 43
44
Episode 44
45
Episode 45
46
Episode 46
47
Epidode 47
48
Episode 48
49
Episode 49
50
Episode 50
51
Episode 51
52
Episode 52
53
Episode 53
54
Episode 54
55
Episode 55
56
Episode 56
57
Episode 57
58
Episode 58
59
Episode 59
60
Episode 60
61
Episode 61
62
Episode 62
63
Episode 63
64
Episode 64
65
Episode 65
66
Episode 66
67
Episode 67
68
Episode 68
69
Episode 69
70
Episode 70
71
Episode 71
72
Episode 72
73
Episode 73
74
Episode 74
75
Episode 75
76
Episode 76
77
Episode 77
78
Episode 78
79
Episode 79
80
Episode 80
81
Episode 81
82
Episode 82
83
Episode 83
84
Episode 84
85
Episode 85
86
Episode 86
87
Episode 87
88
Episode 88
89
Episode 89
90
Episode 90
91
Episode 91
92
Episode 92
93
Episode 93
94
Episode 94
95
Episode 95
96
Episode 96
97
Episode 97
98
Episode 98
99
Episode 99
100
Episode 100
101
Episode 101
102
Episode 102
103
Episode 103
104
Episode 104
105
Episode 105
106
Episode 106
107
Episode 107
108
Episode 108
109
Episode 109
110
Episode 110
111
Episode 111
112
Episode 112
113
Episode 113
114
Episode 114
115
Episode 115
116
Episode 116
117
Episode 117
118
Episode 118
119
Episode 119
120
Episode 120
121
Episode 121
122
Episode 122
123
Episode 123
124
Episode 124
125
Episode 125
126
Epidode 126
127
Episode 127
128
Episode 128
129
Episode 129
130
Episode 130
131
Episode 131
132
Episode 132
133
Episode 133
134
Episode 134
135
Episode 135
136
Episode 136
137
Episode 137
138
Episode 138
139
Episode 139
140
Episode 140
141
Episode 141
142
Episode 142
143
Episode 143
144
End
145
Season 2 (01)
146
02
147
03
148
04
149
Season 2 (05)
150
Season 2 (06)
151
Season 2 (07)
152
08
153
09
154
10
155
11
156
12
157
13
158
14
159
15
160
16
161
17
162
18
163
19
164
20
165
21
166
22
167
23
168
24
169
25
170
26
171
27
172
28
173
29
174
30
175
31
176
32
177
33
178
34
179
35
180
36
181
37
182
38
183
39
184
40
185
41
186
42
187
43
188
44
189
45
190
46
191
47
192
48
193
49
194
50
195
51
196
52
197
53
198
54
199
55
200
56
201
57
202
58
203
59
204
60
205
61
206
62
207
63
208
64
209
65
210
66
211
67
212
68
213
69
214
70
215
71
216
72
217
73
218
74
219
75
220
76
221
77
222
78
223
79
224
80
225
81
226
82
227
83
228
84
229
85
230
86
231
87
232
88
233
89
234
90
235
91
236
92
237
93
238
94
239
95
240
96
241
97
242
98
243
99
244
100
245
101
246
102
247
103
248
104
249
105
250
106
251
107
252
108
253
109
254
110
255
111
256
112
257
113
258
114
259
115
260
116
261
117
262
118
263
119
264
120
265
121
266
122
267
123
268
124
269
125
270
126
271
127
272
128
273
129
274
130
275
131
276
132
277
133
278
134
279
135
280
136
281
137
282
138
283
139
284
140
285
141
286
142
287
143
288
End
289
Extra Part 01
290
Extra Part 02
291
Extra Part 03

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!