Lelaki itu tersenyum getir, biasa wajahnya selalu memendam amarah, kini wajahnya terlihat begitu sendu. Mata sinisnya kini berganti dengan mata yang meneduhkan.
Lelaki itu membuka jaket yang ia pakai dan meletakannya di tubuh mungil Megi. Topi jaket itu, di buatnya menutupi sebagian wajah Megi.
Tanpa banyak berkata dia menggendong tubuh mungil Megi memasuki mobil hitam legamnya itu.
"Kenapa sendiri? Dimana Mika?" Tanya nya tanpa basa basi.
"Kak Mika ada urusan, kak."
"Kenapa gak tunggu dia? kalok lu di culik Mirza gimana?"
"Bagaimana pun kak Mirza masih kakak aku, kak."
Sean melemparkan senyumnya kesamping. Jijik mendengar ucapan Megi yang terdengar munafik baginya.
"Apa dia manusia, gue rasa dia binat*ng." ucap Sean spontan.
Megi memperhatikan setiap lekuk wajah Sean. Ia memang tampan, wajahnya terlihat macho dan gayanya yang maskulin.
Hanya saja, kata-kata yang selalu keluar dari bibirnya hampir semua makian.
Tapi kenapa saat berada di dekatnya, hati Megi terasa sangat nyaman. Apalagi pelukan yang di berikan Sean saat di pemakaman, itu bagaikan sesuatu yang mampu membuat beban Megi sirna begitu saja.
Mengingat kejadian itu membuat jantung Megi berdetak tak beraturan. Mulai tumbuh rona merah di wajah pucatnya. Megi seperti tersipu malu saat memandang wajah Sean.
Sempurna, Sean mampu menggeser posisi Pandu di hati Megi dalam waktu singkat. Entah sejak kapan, tapi yang pasti saat ini Megi tak lagi mampu membuang pandangannya dari lelaki bengis itu.
Tak banyak kata yang terucap dari bibirnya, jangan kan kata yang manis, hampir semua ucapannya adalah makian. Tapi kenapa dengan cepat Sean mampu menembus hati Megi.
Megi memanglah remaja labil, perasaannya mampu berubah secepat kilat saat menemukan tempat nyaman lainnya. Tapi kali ini rasa itu berbeda, ia melihat Sean berbeda dari Pandu.
Sean bagaikan malaikat pengganti yang dikirimkan untuk menggantikan Papa. Sean bisa saja melakukan hal yang buruk pada malam ia di beli oleh Sean. Tapi Sean membuktikan bahwa ia masih memiliki hati nurani, ia masih bisa melepaskan Megi.
Itu membuktikan bahwa ia lelaki yang baik, sebenarnya.
Sadar ada sepasang mata yang sedang menatapnya, Sean memandang Megi tajam. Seperti tak suka wajahnya terlihat oleh orang lain. Megi yang sadar akan hal itu hanya mampu menundukan kepalanya.
"Lu gak bisa kalok gak kerja disitu lagi? lu bisa jadi resepsionis di hotel gue!" ucap Sean memecah keheningan.
"A... ku... a... ku..."
"Apa sekarang lu gagu juga?" bentak Sean kasar.
Lelaki itu memang tidak bisa mengucapkan hal manis walau sepatah katapun. Megi mungkin salah telah jatuh cinta pada lelaki bengis seperti dia.
Sean menghentikan mobilnya di depan rumah Megi. Ia turun dengan cepat dan membuka pintu rumahnya.
Seperti lupa dengan kenyataan, Megi mengumbar kembali senyum palsunya sambil membuka pintu.
"Assalamualaikum Pa... pa." ia kembali tersadar pada kenyataan yang membuatnya kembali lemas.
Di buka jaket yang ia kenakan tadi.
Tas ransel imut yang di pakainya terlepas dari lengan tangannya, ia kembali menutup wajahnya dan duduk bersimpuh. Kembali mengeluarkan bening air matanya yang sudah mulai mengering tadi.
Sean yang melihat itu hanya terdiam di sebalik setir mobilnya. Apa yang harus ia lakukan, ia bukan orang yang mampu menenangkan keadaan.
Mungkin jika air mata itu bukan dari mata indah Megi, sulut amarah Sean sudah meledak keluar.
Baginya air mata Wanita itu hanya sandiwara, tapi mana mungkin Megi bersandiwara saat ini. Pada siapa ia mau menunjukan dramanya itu. Orang yang ia sebut itu sudah tak berada di dunia.
Pada ia? Sean tersenyum dengan pikirannya sendiri. Untuk apa Megi bersandiwara padanya.
Kalau hanya untuk menarik perhatiannya, ia tak perlu menangis sampai tergugu begitu.
Di biarkan gadis itu menangis sendiri, badan kecilnya bergetar akibat tangisan sesegukan.
Sean hanya menghela nafas dan mengacak-acak rambutnya.
Lalu ia turun dari mobilnya dan melangkah mendekat. Ia berjongkok di sebelah Megi sambil memegang kepalanya.
"Hey... gue gak tau cara menghentikan tangisan. Lu gak bisa kalok gak cengeng?"
Megi seperti tak mendengar ucapan Sean ia masih terus menangis tergugu.
Sean semakin bingung dengan keadaan ini, ia hanya menggaruk kepalanya.
"Udah... tangisan elu itu gak berguna saat ini." ucapnya dengan sabar.
Megi mendongakkan kepalanya dan menatap wajah lelaki bengis itu. Tega ia mengucapkan hal itu pada gadis yang tengah di rundung pilu.
"Tolong dong jangan nangis lagi." ucapnya sedikit membentak.
Semakin keras saja tangisan Megi mendengar ucapan Sean yang mulai kasar.
Ia kembali membenamkan wajahnya di atas kedua lututnya.
Semakin keras tangisan Megi, semakin kalut rasa hati Sean. Seperti tak mampu menguasai keadaan, Sean berdiri dan menendang keras pintu rumah Megi.
"Diam...!" suara Sean menggelegar.
Sontak Megi tercekat dari tangisnya dan menatap wajah Sean lekat-lekat. Benar-benar lelaki ini, benar-benar gila.
Megi terkejut setengah mati, matanya menatap Sean nanar. Ia seperti mendengar petir yang menggelegar. Sontak membuat tangisannya berhenti begitu saja.
"Bersihin lutut elu, dan tidur sana." perintah Sean masih dengan suara lantang.
Tanpa banyak berkata, Megi masuk kedalam kamar nya dan menutup pintunya dengan keras.
Sean yang mendengarnya sedikit terlompat kaget, di elus dada bidangnya lalu kembali mengacak-acka rambut nya.
"Ada apa Sean?" suara itu kembali membuat Sean kaget dan langsung menoleh kearah suara itu bertanya.
"Dari mana lu Mik?" Tanya Sean melihat Mika yang sedang memarkirkan sepedanya di depan teras rumah sederhananya.
"Ngurus berkas keberangkatan gue." jawab Mika sambil menghempaskan bokong nya di kursi teras depan rumah.
"Mana Megi?" tanya nya kembali.
"Abis gue buat nangis dia. Mungkin lagi merajuk di kamar."
Mika tersenyum getir dan menggeleng, tangan nya sibuk mengeluarkan berkas dari dalam amplop kuning. Ia melihat sederet kertas ditangannya itu, dan kembali menghela nafas.
"Gue balik ya." ucap Sean sambil berjalan melewati Mika.
"Mau ngopi?" tanya Mika yang membuat langkah Sean terhenti.
Sean menghela nafas dan kembali, duduk di sebelah Mika. Bukan karena kopi ia kembali, tapi saat Mika bilang begitu, berarti ia butuh teman bicara.
Mika masuk kedalam dan menyiapkan dua cangkir kopi robusta. Aroma seduhan kopi itu mengusik pencium Sean yang berada di teras rumah.
Dulu aroma ini sering tercium di rumah keluarga Mika, om Affandy adalah orang pecinta kopi. Banyak jenis kopi yang di simpan dirumah keluarga Mika dulu.
Sean kembali merindukan saat-saat itu.
Sebelum pikirannya jauh masuk kedalam masa lalu, Sean mencoba mengalihkan pikirannya dengan mengambil berkas yang di bawa pulang Mika tadi.
Sertifikat untuk berlayar dan juga ijazah Ankapin miliknya. Mika beneran ingin kembali, untuk melangkah ke perairan, lalu Megi?
Mika datang dengan dua gelas kopi di tangannya, meletakkan nya di atas meja dan menggeser berkasnya agar kopi yang ia bawa tidak mengotori kertas berharga miliknya.
"Lu serius, Mik?" tanya Sean sesaat setelah Mika duduk.
"Gue serius, Sean." ucapnya sambil merapikan berkas itu.
"Megi, gimana?" tanya nya kembali.
"Lu bantuin gue ya."
"Gak waras lu Mik. Tadi aja gue udah buat dia nangis, kalok dia sama gue, bisa mati muda adik lu." ucap Sean terus terang. Ia sadar bahwa ia bukan lelaki lembut dan dewasa seperti Mika.
"Gue tau lu waras kok, lu gak sekejam Mirza juga."
Sean membuang pandangan nya, ia kembali membakar sebatang rokok.
"Lu, konyol Mik." ucap Sean yang bingung harus mengatakan apa.
Ia kenal Mika, saat ia sudah bertekad maka tak akan ada yang mampu mengahalanginya. Ia banyak menghabiskan waktunya untuk mendapatkan ijazah Ankapin itu.
Menjadi seorang taruna juga bukan hal mudah, tapi seperti tak peduli, Mika mampu melewati itu semua dengan sangat baik.
Karena itu om Affandy lebih menyiapkan mental Mirza jadi penerusnya, karena keinginan Mika menjadi seorang Captain kapal gak akan mungkin bisa di larang. Ia tak punya hobi duduk diam di balik komputer.
Tapi ini terlalu bahaya, ada Megi yang harus di pikirkan nya. Megi bisa kehilangan segalanya jika ia tinggali begitu saja. Ada beruang bengis yang sedang mengancam Megi sekarang.
"Megi itu punya bakat, Sean. Jemari lentiknya itu memiliki banyak keahlian, ia mewarisi bakat Tante gue yang bekerja sebagai fashion designer. Megi mampu membuat design yang bagus padahal ia kuliah baru setahun." ucap Mika dengan senyum bersalah.
"Sean, gue cuma pingin lu jaga Megi setahun ini saja. Setelah itu aku akan bawa Megi kembali ke Beijing. Aku ingin dia kembali meraih mimpinya sebagai interior design, karena bakat ia lebih menonjol disana."
"Lalu kenapa gak lu bawa dia kesana sekarang aja?"
"Sean, gue gak punya cukup uang sekarang."
"Lu tinggal bilang berapa jumlahnya, gue akan berikan." ucapnya sambil mengeluarkan kepulan asap dari bibirnya.
"Gampang banget ya hidup lu, sekarang hidup lu cuma ngandelin uang kah?" ucapan Mika membuat Sean tertegun.
Maksud ia bukan ingin menghina keadaan hidup Mika. Ia cuma merasa tak sanggup jika harus menjaga Megi. Ia bukan lelaki bertanggung jawab seperti Mika. Bagaimana jika Megi tidak merasa nyaman hidup dengannya.
"Sorry, gue gak maksud gitu, sob. Gue cuma gak sanggup aja, gue gak sanggup jadi kakak yang baik, kayak elu." ucap Sean mencoba menjelaskan.
"Gue tau, gue udah janji sama Papa lu. Tapi..." Sean menggantung kalimatnya.
"Rena dan Megi itu berbeda Sean. Megi itu penurut, dia lembut. Gue yakin lu bisa jagain dia."
"Yakin lu, dia itu penurut?" ucap Sean menaiki sebelah alisnya
Perasaan dari tadi Megi selalu membangkang perintahnya.
"Megi itu adik yang baik, Sean. Dia akan mengajari lu, jadi kakak yang baik nantinya." ucap Mika santai.
Sean kembali menghela nafasnya sambil menghisap kembali sebatang rokok di tangannya.
Mengeluarkan gumpalan asap dari bibirnya.
"Jujur ini berat buat gue, Mik. Gue sekarang bukan gue yang dulu lagi. Gue aja gak bisa ngendaliin hidup gue, Mik." ucapnya sambil menempelkan kepalanya di dinding. Pandangannya menuju ke langit-langit plafon teras.
"Sean, apa yang sebenarnya terjadi sama elu?" ucap Mika mencoba membuat bibir Sean terbuka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 291 Episodes
Comments
Mifta Siregar
😭😭😭😭😭😭
2024-11-01
0
Erni Fitriana
😭😭😭
2023-08-06
0
Ilan Irliana
mika..ajk z megy..ksian megy..
2020-03-20
0